Sekolah Rumah Anak untuk Pendidikan yang Memerdekakan

Sekolah Rumah Anak untuk Pendidikan yang Memerdekakan

Sekolah Rumah Anak

Suaramuslim.net – Masih segar ingatan kita tragedi Sampang yang menyebabkan gugurnya guru Budi akibat pukulan siswanya HFZ, pendidikan kita berduka lagi, di Jombang, seorang guru, tega mencabuli 25 muridnya. Apa yang ada di dalam benak pendidikan kita, sehingga sekolahpun tak lagi aman bagi anak-anak.

Sekolah sejatinya sebuah taman. Taman tempat belajar, taman tempat bermain dan taman tempat berdiskusi serta taman tempat berdialog. Dengan siapa itu semua dilakukan? Tentu dengan semua yang ada di dalam keluarga sekolah itu. Sekolah sebagai taman sejatinya sekolah merupakan tempat yang indah untuk bermain dan bergerak, sehingga anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang sehat dan merdeka.

Taman Siswa hadir pada tanggal 3 Juli 1922, hadirnya Taman Siswa karena Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara tidak puas dengan pendidikan kolonial. Pendidikan yang tidak memerdekakan. Pemerintah kolonial tidak memberikan fasilitas yang baik dan memadai dalam hal mendidik terutama bagi daerah jajahannya. Ki Hajar Dewantara melawan pendidikan kolonial dengan politik pendidikannya. Perlawanannya saat itu adalah perlawanan kebangsaan yang disebut nasionalisme atau paham kebangsaan menuju kemerdekaan. Taman Siswa ini mengikuti garis besar kebudayaan nasional dalam mendidik anak-anak agar memiliki jiwa kebangsaan.

Sistem pendidikan yang dikembangkan adalah sistem among, berdasarkan kodrat anak serta bakatnya, sehingga anak-anak menjadi merdeka. Guru berfungsi sebagai orang tua dan murid berposisi sebagai anak dalam sebuah keluarga. Untuk menyempurnakan sistem ini Taman Siswa bekerjasama dengan tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan antara yang satu dan yang lainnya haruslah berkoordinasi sehingga saling menyempurnakan antara satu dan yang lainnya. Sistem pendidikan semacam ini disebut sistem pendidikan trisentra pendidikan atau sistem tripusat pendidikan.

Ciri-ciri pendidikan taman siswa adalah pancadarma, yaitu kodrat alam biasa disebut sunatulloh, kebudayaan (ini menerapkan teori Trikon), kemerdekaan (sangat bergantung pada potensi dan minat masing-masing individu atau kelompok), kebangsaan (walaupun berbeda-beda suku tapi harus satu), dan yang terakhir adalah kemanusiaan yang memperhatikan martabat setiap orang.

Taman Siswa adalah sebuah rumah belajar yang di dalamnya ada taman-taman. Saya menyebutnya sebagai sekolah rumah anak. Sehingga sejatinya secara tidak langsung mempunyai waktu 24 jam untuk selalu bersama dalam pendidikan siswanya. Hubungan yang seperti ini tentu akan meniadakan posisi aku dan kamu antara guru dan murid, yang ada adalah kita, kita sebagai keluarga. Suasana kebatinan sebagai keluarga tentu akan ada sikap saling menjaga.

Apa yang harus dilakukan?

Sistem pendidikan yang menghadirkan suatu suasana saling asah, asih dan asuh, serta saling memiliki adalah sebuah keniscayaan. Ketika anak kehilangan jam pengasuhan orang tua karena keadaan, maka sekolah diharapkan menjadi alternatif tempat pengasuhan, di sana ada pendidikan. Ketika anak merasakan suasana pengasuhan yang nyaman, maka anak akan tumbuh menjadi jiwa-jiwa yang merdeka.

Nah kawan… Di tengah serangan badai yang mengoyak kapal pendidikan kita, tentu para penumpang harus dibekali dengan bekal yang baik menyikapi datangnya badai. Pemberian bekal yang baik hanya akan bisa dilakukan oleh seorang nahkoda yang baik. Nahkoda baik adalah guru. Di tangan guru-guru yang baik inilah Indonesia masih punya harapan, bahwa kelak anak-anak ini akan hadir menjadi pemimpin yang mengerti tentang rakyatnya.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan derajat (yang banyak)” (QS. Al-Mujadalah 11).

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nahl 43).

“Katakanlah adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” (QS. Az-Zumar 9).

Nah kawan … Menghormati guru serta memperlakukan murid dengan baik sesuai dengan kompetensi adalah sebuah ibadah, hanya di tangan guru yang baiklah anak-anak akan menjadi baik, hanya di tangan guru yang berjiwa merdeka, jiwa anak-anak bisa dimerdekakan. Jadilah guru yang baik dan merdeka.

Jiwa merdeka hanya bisa didapatkan di dalam rumah yang memerdekakan, murid yang merdeka hanya akan berada di dalam sekolah yang memerdekakan. Sekolah yang memerdekakan adalah sekolah yang menjadikan dirinya sebagai rumah yang nyaman bagi anak-anak. Menjadikan sekolah sebagai rumah adalah sebuah upaya menuju sekolah yang memerdekakan. (Surabaya, 14 Februari 2018)

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment