Suaramuslim.net – Ketika remaja, ada seorang kawan mengajari saya sebuah lagu dari Grup Bimbo yang berjudul “ibunda.”
Dalam salah satu bait lagu itu, tertulis kalimat-kalimat indah.
Kita lahir, bunda yang menyabung nyawa
Kita dewasa, bunda tak berkurang kasihnya
Kita pergi menuntut ilmu, bunda yang mendoa selalu
Namun kita seringlah lupa, berterima kasih pada bunda
Ibunda…
Keikhlasan bercahaya
Sejenak jika kita renungkan lagu sufisme Bimbo ini, kita dihentak untuk mendapati pondasi kehidupan. Sebuah tapal batas antara alam rahim dan alam dunia dan kemudian pada alam kubur.
Jawaban tapal batas itu adalah perempuan, perempuan dan perempuan. Dan lebih khusus lagi adalah ibu, ibu dan ibu.
Dalam takdir kelembutannya, dan dalam hak bersoleknya, dan dalam kewajiban mematuhi suami, perempuan diberikan anugerah memelihara kehidupan, sebagai seorang istri (bersama istri-istri yang lain) dan sebagai ibu, baik yang dilahirkan melalui rahimnya maupun dari rahim perempuan lain.
Dalam menjalani proses pemeliharaan kehidupan itulah perempuan dianugerahi gelar yang tak dimiliki kaum lelaki.
Gelar itu adalah “Al Jannah dan Al Madrasah.” Surga dan sekolah!
Sebagian awam memahami makna “surga di telapak kaki ibu,” seolah sebagai sebuah kepasifan, seolah-olah Tuhan, begitu saja menempelkan surga di telapak kaki perempuan. Tidak itu! Makna telapak di situ adalah “perjalanan atau langkah.”
Setiap langkah ibu akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak yang diasuhnya. Kesalehan seorang anak diawali kesalehan ibunya. Kecelakaan seorang anak, satu di antaranya karena laku celaka dari sikap dan tabiat ibu. Telapak kaki ibu setiap saat adalah arah surga atau neraka bagi anak-anak yang diasuhnya.
Sekolah adalah jalan menuju surga, tidak ada tujuan saleh dari pendidikan kecuali sebuah persiapan menuju alam ukhrawi dengan sukses. Ukurannya adalah sejauh mana anak asuh semakin hari semakin bertabiat pada mencintai Tuhan dan mengasihi sesama mahluknya.
Itulah sekolah yang ada di pundak seorang ibu. Itulah makna al ummu madrasah, ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya.
Ibu, dengan sedemikian banyak sanjungan yang akan diterimanya, ia juga memikul kewajiban yang maha berat yang harus dipikulnya.
Dalam satu syair, Nasruddin al Khojja bertutur tentang ibu dan perempuan pada umumnya.
Jangan engkau tinggalkan rumahmu, jika anakmu menangis,
Kekerasan hatimu akan melukai anakmu seumur hidupnya.
Jangan kau hentak suamimu, karena engkau ingin berkarya di luar, dan engkau mengira itu adalah kebaikan,
Sebab sedih dan kecewanya suamimu adalah kesulitan sepanjang hidupmu.
Saya tertunduk mengingat almarhum ibu saya, dalam haru dan rindu yang dalam, saya menyadari betapa tidak mudahnya menjadi seorang perempuan dan juga seorang ibu.
Untuk almarhum ibuku, lagu Bimbo di atas patutlah aku dendangkan untukmu. Benar kata Bimbo, “aku seringlah lupa pada keikhlasan bercahaya seorang ibu.”
Maka pada setiap remetang malam tiba, dan atau pada Subuh yang damai, patutlah aku doakan dirimu duhai ibuku.
Aku mendoa untukmu, bukan karena hari ini adalah hari ibu, tapi setiap hari adalah; hari ibu.
Bandung, 22 Desember 2019.
Sembah sujud ananda
Yudha Heryawan Asnawi.
Sosiolog, Pengajar pada Sekolah Bisnis IPB.
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net