Syukur aku sembahkan ke hadirat-Mu Tuhan

Suaramuslim.net – Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karunia-Mu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadirat-Mu…Tuhan (Husein bin Salim bin Ahmad Al Mutohhar)

Ada ayat yang motivatif sekali membangun jiwa-jiwa menjadi jiwa yang bersyukur, yaitu Q.S. An Nisa 147;

مَا يَفْعَلُ اللّٰهُ بِعَذَابِكُمْ اِنْ شَكَرْتُمْ وَاٰمَنْتُمْۗ وَكَانَ اللّٰهُ شَاكِرًا عَلِيْمًا ۝١٤٧

Allah tidak akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman. Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.

Dari ayat di atas spirit yang didapat adalah;

a. Dengan bersyukur bisa menolak bala, musibah dan masalah apapun yang terjadi. Karena dengan syukur hati akan tenang, dan ketenangan itulah yang membuat pikiran terang untuk melihat jalan solusi dari masalah yang dihadapi.

b. Di ujung ayat itu ada dua sifat Allah yaitu Maha Mensyukuri atau Bersyukur dan Maha Mengetahui.

Kalau sifat Allah Yang Maha Mengetahui dari terjemahannya saja dapat dipahami dengan mudah, tapi bagaiamana dengan sifat-Nya Maha Mensyukuri atau Maha Bersyukur?

Karena kalau kita ‘mensyukuri’ sesuatu itu artinya kita butuh terhadap sesuatu, atau kalau kita bersyukur ya pastinya bersyukur kepada Allah. Dan bagaimana jika sifat itu dinisbatkan kepada Allah? Padahal Allah tidak membutuhkan kepada apapun, justru sebaliknya apapun dan siapapun yang membutuhkan Allah!

Karena itu kita butuh tafsir dari arti ‘syakara’ secara bahasa yang berarti banyak ‘memberi dan sedikit menerima’.

Berarti, sifat Allah Maha Bersyukur adalah Allah Maha Banyak Memberikan karunia kepada semua hamba-Nya.

Artinya manusia yang bersyukur adalah manusia yang banyak memberi dan sedikit menerima, give and give bukan take and give saja.

Bagaimana level-level syukur?

1. Syukur standar, artinya seorang mukmin saat mendapatkan nikmat semestinya langsung bersyukur, baik dengan lisan atau dengan hatinya.

2. Syukur medium, artinya seorang mukmin ketika belum merasakan sebuah nikmat ia sudah merasa bersyukur kepada Allah. Ia husnudzon bahwa Allah akan memberikan yang terbaik baginya.

3. Syukur excellent (syakuura), yaitu seorang mukmin yang benar-benar tangguh keimanannya, karena terhadap musibah sekalipun ia tetap bersyukur kepada Allah.

Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika melihat (mendapatkan) sesuatu yang dia sukai, beliau mengucapkan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

[Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat]

Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.

Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau mengucapkan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

[Alhamdulillah ala kulli hal]

Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan. (Riwayat Ibnu Majah No. 3803).

Bagaimana dengan kita? Kita di level mana? Seharusnya minimal kita berada di level syukur standar.

Bagaimana cara kita bersyukur?

Ada tiga hal yang sederhana untuk menjadi bangsa yang bersyukur;

1. I’tiraafan (pengakuan)

Pengakuan yang tulus bahwa semua yang ada dan dirasa atau tidak, adalah nikmat yang datangnya dari Allah.

Karena itu pula harus mengakui bahwa kemerdekaan bangsa ini adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Di samping juga usaha perjuangan yang luhur dari pahlawan kita.

Contohlah teladan dari sikap putra Nabi Daud, yaitu Nabi Sulaiman ketika mendapatkan kenikmatan yang sangat amazing.

{قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلأ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (38) قَالَ عِفْريتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ (39) قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40) }

Sulaiman berkata, “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?” ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata, “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat­Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.” (An-Naml ayat 38-40).

Nabi Sulaiman alaihis salam memiliki sikap yang luar biasa ketika mendapatkan anugerah di luar kemampuannya dengan ucapan:

هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ

“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat­Nya)”

Jangan pula sombong seolah semua pencapaian karena usaha dirinya. Karena menafikan Allah atas setiap nikmat adalah kekufuran dan kesombongan. Hal itu akan membuat Allah murka, seperti yang terjadi pada Qarun. Di mana Qarun dengan sombongnya berkata terkait kenikmatan hidupnya;

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

Qarun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (Surat Al-Qashash ayat 78)

Kesombongan Qarun dijawab langsung oleh Allah;

أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا

Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? (Al-Qashash: ayat 78).

So… Itulah sikap Nabi Sulaiman yang wajib kita teladani, dan jangan menjadi pribadi seperti Qarun yang kufur lagi sombong.

Ternyata pendiri bangsa kita sudah mencontoh sikap Nabi Sulaiman dengan mengakui kemerdekaan bangsa ini karena anugerah Allah Yang Maha Kuasa. Bahkan ucapan Nabi Sulaiman di surat An Naml ayat 40 di atas menjadi inspirasi dalam Preambule UUD 45. Lihatlah alenia ketiga.

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Dan bagi generasi zaman now, harusnya mengakui bahwa hidup nyaman sekarang ini (tidak dijajah secara fisik), adalah karunia Allah dan perjuangan para pahlawan. Karena pengakuan ini penting sebagai sikap BERKETUHANAN YANG ESA untuk mengisi kemerdekaan ini ke arah yang lebih baik.

2. Tahaddutsan bin ni’mah (Mengungkap kebaikan nikmat itu)

Ungkapkan bahwa ini nikmat-nikmat dan kebaikan Allah, sehingga kita beruntung menjadi hamba-Nya.

Cari-carilah nikmat mana yang belum disyukuri sebagai anugerah-Nya. Sebutkan kebaikan teman, istri atau siapa saja, sehingga merasa beruntung punya mereka.

So.. Mengungkapkan sesuatu itu sebagai sebuah kenikmatan yang datangnya dari Allah, itu jauh lebih baik daripada mencari-cari nikmat yang belum didapat. Ungkapan positif terhadap nikmat ini dapat menjadi energi diri untuk berkarya lebih baik.

3. Tashrif fii mardhotillah (Menggunakan nikmat pada yang diridai Allah)

Semua nikmat harusnya digunakan kepada hal-hal yang positif dan disenangi Allah.

Mata, gunakanlah untuk memandang yang halal.
Mulut, gunakanlah untuk bicara yang positif.
Tangan, kaki, dan seterusnya.

Maka, kemerdekaan ini, gunakanlah dengannya hal-hal positif untuk membangun bangsa menjadi bangsa yang makmur yang memperhatikan kemanusiaan secara adil, melandasinya dengan persatuan menuju ridha Allah. Wallohu A’lam.

M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
14 Agustus 2025/ 20 Shofar 1447

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.