JAKARTA (Suaramuslim.net) – LBH-YLBHI menilai demokrasi di Indonesia tengah berada di ujung tanduk setelah mencuatnya sejumlah upaya pelemahan KPK.
Dalam keterangan resmi yang diterima Suaramuslim.net, Kamis (12/9), LBH-YLBHI menyebutkan belum usai persoalan seleksi Calon Pimpinan KPK, muncul agenda janggal revisi Undang Undang KPK yang digulirkan DPR dengan melanggar prosedur pembentukan peraturan perundang undangan.
Revisi ini diajukan oleh lima partai politik pendukung Presiden yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, dan PKB.
Kemudian lanjut LBH, harapan masyarakat terhadap Presiden Jokowi untuk menolak Capim KPK bermasalah dan menghentikan bergulirnya pembahasan revisi KPK pupus sudah.
Jokowi resmi mengirimkan persetujuannya terhadap nama calon pimpinan KPK yang memiliki catatan integritas buruk dan usulan revisi UU KPK ke DPR.
Menyikapi hal tersebut, 16 LBH-YLBHI menyampaikan pandangan sebagai berikut:
1. LBH YLBHI mengecam keras setiap bentuk upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi. Saat ini sedang berlangsung serangan terhadap sistem dan gerakan pemberantasan korupsi di berbagai level yang dilakukan secara sistematis.
Memasukkan Capim KPK bermasalah dan Revisi UU KPK dilakukan untuk melemahkan KPK dari dalam dan akan menghapus berbagai kewenangan penting KPK sebagai lembaga independen anti rasuah.
Sedangkan teror dan intimidasi baik secara fisik, fitnah, peretasan serta pembajakan alat komunikasi terhadap mereka yang melakukan advokasi terhadap kedua hal tersebut merupakan upaya jahat untuk melemahkan gerakan pemberantasan korupsi.
2. Serangan kepada KPK dan gerakan anti korupsi sama dengan serangan kepada demokrasi.
Masyarakat Indonesia tidak boleh lupa bahwa bangsa Indonesia berada di bawah pemerintahan otoriter selama 32 tahun yang berjalan beriringan dengan korupsi, sebagaimana dapat kita lihat dalam TAP MPR X/1998 “terjadinya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di masa lalu adalah salah satu akibat dari keterpusatan dan ketertutupan kekuasaan.”
Apa yang diakibatkan oleh korupsi dapat dilihat pada bagian berikutnya TAP MPR X/1998 “kondisi ini memberi peluang terjadinya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa. Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.”
Dengan kata lain korupsi dekat dengan pemerintahan otoritarian baik sebagai tujuan pemerintahan otoriter tersebut atau sebagai alat untuk mempertahankan pemerintahan otoriter itu, serta berujung pada penderitaan rakyat.
3. Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menagih janji presiden terpilih Jokowi untuk menolak segala bentuk pelemahan KPK. Juga menagih mandat yang sudah diberikan kepada DPR untuk bertindak sesuai hukum dan undang-undang dengan memberantas korupsi dan tidak bertindak sebaliknya melindungi kepentingan para koruptor.
4. Meminta Anggota DPR dan partai politik untuk menghentikan pelemahan KPK dengan tidak memilih Capim KPK bermasalah dan menghentikan pembahasan RUU KPK.
5. Meminta Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat untuk mendengarkan suara dan masukan berbagai elemen masyarakat dengan bertindak konkret sebagai kepala pemerintahan dengan menghentikan pembahasan Revisi UU KPK bukan hanya beretorika berharap DPR tidak melemahkan KPK namun sebetulnya merestui pelemahan KPK melalui pembahasan RUU KPK.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir