Suaramuslim.net – Hidup adalah tempat ujian untuk memastikan siapa saja yang mampu menjalaninya dengan cara yang terbaik. Manusia hidup di dunia akan selalu dihadapkan dengan beragam permasalahan. Masalah hidup tidak untuk membunuh manusia melainkan menjadikannya lebih berkualitas. Ibarat emas dibakar tidak untuk menghilangkannya, melainkan menemukan kemurniannya.
Setiap manusia diuji dengan beragam masalah berupa ketakutan, kelaparan, terbatasnya akses ekonomi, melalui pekerjaan, keluarga, anak-anak, dan sebagainya. Namun beruntunglah bagi orang yang bersabar dalam menghadapi ragam persoalan tersebut. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah:
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155).
Beragam problematika hidup tidak boleh mematikan produktivitas seseorang. Karena sejatinya masalah adalah untuk menguji siapa yang terbaik dalam menghadapinya. Artinya siapa saja orang yang tetap mampu menghadirkan produktivitas sekalipun berada dalam masalah.
Ibarat air terjun yang jatuh ke dasar bebatuan sungai, air itu tidak pernah berhenti karena jatuh, namun terus mengalir mencari celah-celah batu untuk terus bergerak menuju tempat yang lebih rendah hingga mengaliri setiap petak sawah dan menumbuhkan pepohonan sampai subur dan dinikmati oleh semua makhluk hidup.
Pernahkah kita mendengar kisah tentang seorang BJ. Habibie yang ditinggal mati istri tercintanya sehingga mengalami depresi yang sangat luar biasa? Para dokter pribadi yang membersamainya menyatakan bahwa ada tiga pilihan bagi Habibie dalam menghadapi masa sulit tersebut.
Pertama, terus memiliki ketergantungan terhadap obat. Kedua, masuk rumah sakit jiwa. Ketiga, mengungkapkan perasaannya melalui tulisan. Alhamdulillah ternyata Habibie memilih pilihan yang ketiga. Inilah pilihan cerdas! Sehingga Habibie mampu keluar dari masa sulit tersebut dengan produktivitas menghasilkan buku berjudul “Habibie dan Ainun” dan ternyata hal itu mampu menghadirkan imunitas bagi dirinya.
Demikian pula yang dilakukan oleh Hamka mengelola masa sulitnya dalam penjara dengan menghasilkan produktivitas berupa penyelesaian karya monumentalnya yaitu tafsir Al Azhar.
Pandemi adalah tantangan melahirkan produktivitas
Masa sulit seperti saat terjadi pandemi, bukan untuk diratapi dengan kecemasan, melainkan di sana ada tantangan sekaligus peluang melahirkan produktivitas. Karena memang sejatinya setiap masalah selalu ada celah kemudahan dan peluang produktifitas. Hal ini dapat ditangkap dari pesan Allah dalam Al-Qur’an yang diulangi hingga dua kali dalam waktu bersamaan, “Inna ma’al ‘usri yusraan. Fa inna ma’al ‘usri yusraan”, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan (2x).
Menghadirkan produktivitas sangat terkait dengan persepsi atas masalah, persepsi atas potensi diri, dan manajemen waktu. Manakala seseorang menganggap bahwa masalah adalah salah satu cara untuk menguji kualitas diri, kemudian dia mempersepsi bahwa dirinya memiliki kemampuan melebihi dari apa yang dia bayangkan, sehingga sangat berpeluang untuk dioptimalkan, serta memiliki pemahaman bahwa peristiwa yang terjadi pada saat ini adalah momentum yang tidak bisa terulang kembali, maka hal demikian akan melahirkan produktivitas yang tinggi.
Namun sebaliknya, jika salah satu saja dari ketiga komponen tersebut tidak dimilikinya, maka sulit untuk menghasilkan sebuah produktivitas.
Namun seringkali ada satu penyakit yang dapat mengganggu munculnya produktivitas seseorang, yaitu malas. Sehingga sekalipun seseorang memiliki potensi, memiliki kesempatan waktu, tapi manakala penyakit ini menghinggapi dirinya, maka semua semangat akan padam dan potensi diri akan tiba-tiba meredup.
Untuk itulah Rasulullah mengajarkan kepada umatnya agar membiasakan berdoa di waktu pagi dan petang. Berdoa adalah upaya merangkai harapan, semangat dan cita-cita untuk mengawali dan mengisi hari dengan hal yang produktif. Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah di waktu memulai pagi:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia.”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga mendoakan waktu pagi sebagai waktu yang penuh keberkahan.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (Abu Daud).
Doa-doa ini mengandung satu pesan harapan agar dijauhkan dari sikap malas yang dapat membunuh semangat sehingga tidak mampu menghadirkan motivasi untuk menghasilkan produktivitas.
Demikian pula Rasulullah melarang umatnya bermalas-malasan di pagi hari, tidur selepas Subuh karena hal demikian dapat melemahkan pikiran dan fisik seseorang sehingga keceriaan antusiasme dalam mengawali pagi menjadi melemah.
Semua ajaran Islam ini memberikan satu arahan penting bahwa sebagai seorang muslim iya harus selalu menjalani hidupnya dengan penuh antusiasme, semangat untuk menghasilkan produktivitas terbaik sekalipun berada di masa yang terburuk.