Suaramuslim.net – Beramal memang mudah. Namun membuat amalan itu menjadi kebiasaan baik yang dilakukan secara terus menerus memerlukan cara khusus. Berikut ulasannya.
Ramadhan merupakan bulan penggerak, termasuk penggerak perubahan seseorang dari sebuah perilaku buruk ke arah perilaku yang baik. Ramadhan juga merupakan bulan pelatihan, jika dikaitkan dengan teori kebiasaan, waktu 30 hari jika ditumbuhkan dengan kebiasaan yang baik maka akan membentuk karakter yang baik setelahnya.
Apa yang dimaksud dengan kebiasaan baik? Kebiasaan yang baik itu misalnya, dalam bulan Ramadhan membiasakan diri melakukan tahajud, sebulan penuh tak terlewat satupun. Dalam teori kebiasaan, orang tersebut sudah menumbuhkan karakter baik dalam dirinya yaitu shalat tahajud. Demikian juga dengan sedekah, setiap hari sedekah, selanjutnya pun akan mudah melakukan sedekah.
Beramal dan beribadah, pada hakikatnya bukanlah suatu hal yang bersifat momentum saja. Jika Ramadhan menjadi sebuah penggerak seseorang untuk giat beribadah, maka usainya pun seseorang tetaplah giat beribadah. Bukan malah sebaliknya, amalan yang ada jadi pudar atau bahkan ibadah yang ada jadi sirna.
Tidak Berlebihan dalam Beramal Sholih
Hakikatnya, ibadah-ibadah di bulan Ramadhan sebisa mungkin dijaga, menjadi tetap dan istiqomah. Walau memang tidak mempersusah diri. Dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui ‘Aisyah dan di sisinya ada seorang wanita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Siapa ini?” ‘Aisyah menjawab, “Si fulanah yang terkenal luar biasa shalatnya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Jangan seperti itu. Hendaklah engkau beramal sesuai kemampuanmu. Demi Allah, Allah itu tidak bosan untuk menerima amalanmu hingga engkau sendiri yang bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai oleh Allah adalah yang dikerjakan secara kontinu.” (HR. Bukhari no. 43 dan Muslim no. 485).
Ustadz Muhammada Abduh Tuasikal dalam rumaysho.com menjelaskan dari hadits di atas mengandung beberapa pelajaran diantaranya adalah tidak diperbolehkannya memperbanyak ibadah sehingga membuat seseorang susah dan futur. Artinya, dalam beribadah pun tidak boleh berlebihan. Karena Allah subhanahu wa ta’ala menyukai sebuah amalan kecil tapi berkelanjutan, dibanding amalan yang banyak dilakukan di satu waktu atau putus-putus. Karena “Sebaik-baik amalan adalah yang kontinu walau jumlahnya sedikit.”
Kemudian dalam beribadah, lakukanlah ibadah yang bersifat pertengahan, tidak memaksa dan tidak terlalu meremehkan.Jika seseorang beristirahat atau memilih rehat atau melakukan hal lainnya yang sifatnya mubah namun dengan maksud agar kuat kembali dalam ibadah, maka itu dinilai baik.
Uraian di atas merupakan pelajaran yang dapat diambil dari hadits Rasulullah agar setelah Ramadhan amalan tetap terjaga istiqomah. Sebagai pengingat diri agar tak berlebihan dalam menjalankan ibadah, karena sebaik baik amalan adalah yang sedikit tapi dilakukan secara terus-menerus. (muf/smn)