SURABAYA (Suaramuslim.net) – Partai Komunis Tiongkok (PKT) kembali membuka program “Re-Edukasi” yang telah dihapuskan pada tahun 2013. Informasi yang telah beredar menyebut pembukaan program itu dilakukan oleh Sekretaris PKT Wilayah Xinjiang, Chen Quanguo.
“Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan nilai-nilai keadaban dan tatanan internasional berdasar aturan. Tindakan keras besar-besaran PKT pada tahun 2018 ini sungguh di luar batas kemanusiaan. Meliputi penangkapan intelektual independen, pemaksaan masyarakat sipil, serta tindak represi penganut agama dari semua jenis, termasuk Kristen, Buddha Tibet, Buddha Cina, dan Muslim Hui,” ujar Ustaz Yunus selaku koordinator dari Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim saat aksi bela muslim Uighur di depan kantor Konjen RRT di Surabaya, Jumat (28/12/18).
Saat ini, lanjutnya, masyarakat internasional meyakini ratusan ribu, dan bahkan mungkin lebih dari dua juta orang, telah terseret ke kamp penahanan massal di Turkistan Timur sejak April 2017. Dalih RRT bahwa upaya tersebut dilakukan untuk program “Re-Edukasi” dalam bentuk “Sekolah Vokasional” jelas merupakan dalih untuk menutupi aneka tindak kekerasan terhadap warga sipil. Lebih dari 12 bulan kamp-kamp ini tidak bersifat sementara. Lokasi ini sudah mirip kamp konsentrasi.
Sementara itu, model dan teknologi yang mendukung penindasan massal di Xinjiang sudah diluncurkan ke bagian lain RRT. Wilayah Xinjiang telah menjadi laboratorium penindasan, dan hasilnya sudah dirasakan di Ningxia dan di tempat lain. Bahkan, tambah Yunus, otoritas Hongkong mengumumkan bahwa mereka akan mengirim delegasi ke Xinjiang untuk mempelajari model pengawasan ala RRT di sana. Untuk menutupi tindak kekerasan itu, RRT telah menyebarkan propaganda sesat bertajuk “separatisme”, “meredam terorisme”, bahkan isu “kemerdekaan Uyghur”. Semua isu sesat ini dihembuskan Rezim Beijing guna menutupi penindasan.
Dalam aksi bela muslim Uighur di Konjen RRT Surabaya, ormas Islam di Surabaya menuntut beberapa hal berikut:
1. Segera hentikan segala tindak kekerasan terhadap warga/komunitas Uyghur di Provinsi Xinjiang, RRT. Program “Re-Edukasi” RRT terhadap warga Uyghur pada dasarnya adalah bentuk ”Kamp Konsentrasi” abad 21 yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
2. Pemerintah Republik lndonesia wajib segera bersikap dalam kasus Uyghur ini sebagai pelaksanaan bunyi alinea pertama Undang-Undang Dasar 1945, yakni “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”. Alinea ini bersifat universal, oleh karena itu, segala tindakan tak berperi-kemanusiaan dan berperi-keadilan terhadap bangsa Uyghur harus dipertanyakan di forum internasional.
3. Mendesak PBB agar segera menurunkan tim pencari fakta (fact findings team) ke Provinsi Xinjiang demi menegakkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) wajib ikut serta dalam upaya mencari fakta tersebut demi menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan serta keadilan.
4. Tolak Tenaga Kerja Tiongkok yang telah membanjiri berbagai pengerjaan proyek di Indonesia dan boikot produk-produk RRT.
5. Kembalikan hak-hak bangsa Uyghur. Hak untuk hidup layak, hak kebebasan untuk berekspresi tanpa was-was dicurigai dan hak kebebasan beragama.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir