Waspadalah! Jangan zalimi temanmu

Suaramuslim.net – Ada sifat buruk yang bahkan Allah sendiri mengharamkan sifat ini atas Dzat-Nya, yaitu zalim. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam hadis qudsi.

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku haramkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim.” (Riwayat Muslim No. 2577).

Bahkan Allah melarang hal itu dilakukan di bulan-bulan haram karena besarnya dosanya dan pengaruhnya, yaitu di Q.S. At-Taubah ayat 36. Inilah sifat buruk bagi karakter manusia yaitu sifat zalim.

Apa itu zalim? Secara bahasa dalam lisanul arab;

الظُّلْمُ: وَضْع الشيء في غير موضِعه

Azh-zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.”

Macam-macam kezaliman

Perhatikan Firman Allah ini dan kisah ketika turunnya;

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman.” (Q.S. Al-An’am: 82).

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa ketika ayat ini turun, para sahabat merasa berat: “Siapa di antara kami yang tidak pernah menzalimi dirinya?”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bukan itu maksudnya. Yang dimaksud dengan kezaliman dalam ayat itu adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar nasihat Luqman kepada anaknya: ‘Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Dari ayat tersebut zalim secara syariat ada tiga macam.

1. Zalim kepada Allah dan Rasul-Nya

Seperti menjadikan Allah memiliki anak anak, menolak kenabian, membenci sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad.

2. Zalim kepada sesama manusia

Seperti mengganggu suami atau istri, tetangga atau orang lainnya.

3. Zalim kepada diri sendiri

Seperti maksiat mata, mulut atau mengumbar nafsu untuk pinjol atau judol dan lainnya.

Dari ayat itu pula dapat dipahami kalau zalim poin pertama kemungkinan seseorang masih bisa menjaganya. Namun untuk poin kedua dan ketiga ini yang berat, sehingga sekaliber sahabat Nabi Muhammad merasakan berat jika keimanan itu harus bersih dari kezaliman.

Bagaimanapun kezaliman ini harus dihindari semaksimal mungkin, karena itu akan menyebabkan kegelapan-kegelapan sejak di dunia hingga akhirat. Itulah Nabi Muhammad bersabda;

اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Waspadailah oleh kalian perbuatan aniaya karena sesungguhnya perbuatan aniaya (zalim) adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat.” (Riwayat Muslim No. 2578 dari Jabir bin Abdillah).

Kegelapan-kegelapan itu dimulai sejak;

1. Di dunia, berupa gelap hati dan mata sehingga jiwanya GEGANA (Gelisah Galau dan Merana)

2. Di alam kubur, karena di alam kubur itu muncul cahaya dari Allah, namun cahaya itu padam jika kezaliman dilakukan ahli kubur.

Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa seorang wanita hitam -atau seorang pemuda- biasa menyapu masjid Nabawi pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasûlullâh tidak mendapatinya sehingga menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia telah meninggal’. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Abu Hurairah berkata, ‘Seolah-olah mereka meremehkan urusannya’.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tunjukkan kuburnya kepadaku’. Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun kemudian menyalati wanita itu, lalu bersabda, “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala  menyinarinya bagi mereka dengan shalatku terhadap mereka.” (Riwayat Al-Bukhari, Muslim, dll).

3. Hingga akan muncul kegelapan itu di akhirat yaitu di Shirat

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (At Tahrim: 8).

Imam Ad Dhahhak juga mengatakan:

“Tiada siapapun pada hari kiamat kecuali diberikan cahaya. Dan ketika sampai di shirath, jembatan yang membentang di atas neraka maka cahaya orang-orang munafik padam. Ketika itulah orang-orang beriman merasa khawatir sehingga memohon kepada Allah ta’ala: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami.”

Bagaimana menghindari sifat zalim?

1. Berdoa memohon pertolongan Allah. Karena doa ini adalah pintu terbukanya pertolongan Allah jika disertai keyakinan kepada-Nya

Demikian juga dalam beribadah membutuhkan bantuan Allah agar istiqomah. Seperti nasihat Nabi Muhammad kepada Muaz bin Jabal;

“Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu.’ Setelah mengatakan demikian, Rasulullah bersabda kembali, ‘Aku berpesan kepadamu, wahai Muadz: Jangan sampai kamu meninggalkan setiap selesai melaksanakan shalat supaya membaca

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allâhumma aínnî ‘alâ dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibâdatik

Artinya: ‘Ya Allah, semoga Engkau memberi pertolongan kepada kami untuk bisa selalu ingat (dzikir) kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu’.” (Sunan Abi Dawud).

Doa itu bisa pula menggunakan bahasa lokal jika memang tidak mampu berdoa dengan bahasa Al-Qur’an dan hadis atau Bahasa Arab.

2. Meminta maaf kepada yang dizalimi jika masih memungkinkan

“Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari di mana tidak ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi.” (Riwayat Al-Bukhari No.2449).

3. Banyak beristighfar dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang yang dizalimi dan tidak sempat minta maaf

Dengan istighfar akan membalikkan keadaannya dari gelap menuju cahaya Allah. Karena istighfar itu dapat menggerus dosa dan khilaf sehingga ringan kaki untuk meraih sukses dunia dan akhirat.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad

مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Riwayat Ahmad). Wallohu A’lam.

M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
24 Juli 2025/29 Muharram 1447

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.