Suaramuslim.net – Saudaraku…
Hari Arafah, hari yang sangat mulia.
Hari yang merupakan puncak dari semua proses haji. Hari di mana manusia dipanggil untuk kumpul datang di sebuah padang tandus kering panas dan berdebu dengan biaya dan tenaga yang maksimal.
Hari Arafah adalah sebagai puncak panggilan Allah sebagaiman termaktub dalam firman-Nya surat Al Hajj ayat 27.
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍۙ٢٧
Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.
Dari ayat di atas itu panggilan itu untuk pergi berhaji sudah tentu maksudnya adalah ke Baitullah (Ka’bah). Namun bisa juga dipahami puncaknya sebelum pergi ke Baitullah adalah wuquf di Arafah karena memang haji itu adalah di Arafah untuk wuquf, al hajj arofah.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ قَالَ شَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ نَاسٌ فَسَأَلُوهُ عَنْ الْحَجِّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ عَرَفَةَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ مِنْ لَيْلَةِ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ
“Diriwayatkan dari ‘Abdur Rahman bin Ya’mar, ia berkata; ‘Saya menyaksikan Rasulullah SAW didatangi orang-orang, kemudian mereka bertanya perihal haji, lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Inti Haji adalah wukuf di Arafah, siapa pun yang mendapatkan malam Arafah sebelum terbit fajar dari malam jam (waktu sore pada hari Arafah) maka hajinya telah sempurna.” (Riwayat An-Nasa’i).
Seolah ayat itu berbicara panggilan untuk wuquf di Arafah, karena haji itu ya Arafah! Intinya haji dimulai dari Arafah itu.
Prosesi yang melelahkan dan ditambah biaya yang besar dengan jarak tempuh yang tidak dekat bahkan dari segala penjuru dunia, hanya untuk menghadiri sidang akbar di gurun tandus yang bernama Arafah. Maka tentu ada banyak hal yang istimewa di kegiatan wuquf Arafah ini.
Makna wuquf di Arafah
Arafah secara bahasa adalah berarti mengetahui, mengenal atau mengakui. Seperti i’tiraf itu berarti pengakuan. Sedangkan wuquf dari waqafa yang berarti berhenti.
Maka jika dirangkai menghasilkan sebuah makna filosofis bahwa Wuquf di Arafah adalah berhenti sejenak untuk mengakui segala dosa dan mengenal diri ini supaya mengenal dan mengetahui Siapa Pencipta kita.
Berhenti sejenak dari segala urusan duniawi untuk lebih mengenal siapa diri kita dengan tiga hal;
a. Darimana kita berasal
b. Untuk apa kita hidup
c. Kemana kita akan kembali
Apa kemuliaan bagi orang yang Wuquf di Arafah?
1. Pembebasan dan penghapusan dari daftar nama penghuni api neraka
Nabi shallallahu alaihi wasallam lewat Aisyah bersabda;
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (Riwayat Muslim No. 1348).
2. Allah turun di siang hari
Begitu mulianya itu hari, sehingga Allah turun di hari itu menatap jamaah haji yang lagi wuquf di Arafah, sebagaimana diungkap Nabi.
إِذَا كَانَ يَوْمُ عَرَفَةَ إِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ فَيُبَاهِي بِهِمُ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي أَتَوْنِي شُعْثًا غُبْرًا ضَاحِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ ” فَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ: أَيْ رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ يَزْهُو وَفُلَانٌ وَفُلَانٌ قَالَ: يَقُولُ اللَّهُ: قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ
“Pada hari Arafah, Allah turun ke langit dunia dan membanggakan mereka yang wuquf di hadapan para malaikat. Allah berkata, “Lihatlah hamba-hamba-Ku itu! Mereka datang dari segala penjuru dengan rambut kusut dan tubuh berdebu. Saksikanlah oleh kalian, bahwa Aku telah mengampuni mereka”. Para malaikat menyela, “Akan tetapi di sana ada si fulan dan si fulan ?” Namun kata Allah: “Aku telah mengampuni mereka”.
Masya Allah, Allahu Akbar!!
3. Bahkan begitu mulianya hari itu hingga Allah bersumpah dengan menyebutkan witr (ganjil)
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
“Dan (demi) yang genap dan yang ganjil” (Q.S. Al Fajr: 3).
Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir menukil pendapat, yang dimaksud al watr adalah hari Arafah, sedangkan asy syaf’u adalah hari Nahr (Idul Adha). Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah dan Adh Dhohak..
4. Begitu mulianya Arafah sampai Nabi Muhammad ketika wuquf di kaki jabal rahmah sambil berada di atas Al Qashwah onta beliau, berdoa sambil mengangkat kedua tangannya dan terkadang tangan satunya memegang tali kekang ontanya
Usamah bin Zaid berkata;
كُنْتُ رَدِيْفَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَفاَتٍ، فَرَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُوْ، فَمَالَتْ بِهِ نَاقَتُهُ، فَسَقَطَ خِطَامُهَا، فَتَنَاوَلَ الْخِطَامَ بِإِحْدَى يَدَيْهِ وَهُوَ رَافِعٌ يَدَهُ اْلأُخْرَى
Aku dibonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Arafah, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan beliau untuk berdoa. Unta beliau miring, dan jatuhlah tali kekangnya, lalu beliau mengambil tali kekang itu dengan salah satu tangan beliau, sementara tangan yang satu lagi tetap tengadah berdoa. (Riwayat An-Nasai, No. 3011).
Dari hadis Usamah itu dapat dipahami bahwa Nabi Muhammad berdoa sepanjang waktu sejak selesai khutbah hingga waktu Maghrib tiba.
Memang seperti itulah semestinya para hujjaj untuk terus wuquf berhenti sejenak dari ramainya kehidupan duniawi untuk diisi dengan doa.
Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَيْرُ الدُّعاءِ دُعاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَناَ وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir.” (Riwayat At-Tirmidzi, No. 3585).
Maksudnya, inilah doa yang paling cepat dipenuhi atau terkabulkan (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 10: 33).
5. Iblis dan para setan hari itu bersedih, kecewa, rendah dan hina
Imam Mâlik rahimahullah meriwayatkan dalam al-Muwatha’ No. 944 dengan sanad yang lemah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadits berikut:
مَا رُئِيَ الشَّيْطَانُ يَوْمًا هُوَ فِيهِ أَصْغَرُ وَلاَ أَدْحَرُ وَلاَ أَحْقَرُ وَلاَ أَغْيَظُ مِنْهُ فِي يَوْمِ عَرَفَةَ وَمَا ذَاكَ إِلاَّ لِمَا رَأَى مِنْ تَنَزُّلِ الرَّحْمَةِ وَتَجَاوُزِ اللَّهِ عَنْ الذُّنُوبِ الْعِظَامِ إِلَّا مَا أُرِيَ يَوْمَ بَدْرٍ
“Tidaklah setan pernah terlihat lebih kerdil, terjauhkan, hina dan marah daripada saat hari Arafah, dan itu tidak lain karena ia melihat turunnya rahmat dan pengampunan Allah atas dosa-dosa besar, kecuali apa yang ia lihat saat Perang Badar.”
Saudaraku…
Bagaimana dengan yang tidak berhaji?
Maka lakukan wuquf istilahi yaitu berhenti sejenak dari urusan pekerjaan di hari Arafah baik itu di saat malam Arafah, atau sehabis subuh di hari Arafah atau saat-saat selesai sholat, lakukan ‘Arafah/ i’tiraf’ pengakuan dan pengenalan diri untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah, dengan puasa Arafah, banyak berdoa. Doakan saudara kita di Gaza, agar terbebas dari kezaliman musuh Islam. Banyak bertakbir dan beristighfar. Wallahu a’lam.
M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
29 Mei 2025/ 2 Dzulhijjah 1446