Suaramuslim.net – Setelah melihat perpecahan di kalangan internal umat Islam, muncul pertanyaan apakah yang dapat diusahakan sekarang ini, untuk mencapai harapan kesatuan itu?
Kita harus sederhana dalam menentukan apa yang hendak kita capai dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Kalau kita belum bisa mengerjakan semua jangan kita tinggalkan semua.
1. Para pemimpin Islam tua dan muda, harus memulai masing-masing dengan introspeksi, meninjau diri pribadi sendiri, meninjau lubuk hati diri sendiri dengan kejujuran. Masing-masing berusaha memberantas segala bibit tafarruq (perpecahan) yakni antara lain penyakit ananiyah (individualisme) dalam bermacam bentuknya sebagaimana yang diperingatkan dalam hadis Rasul: Ibda bi nafsika! (mulai dari dirimu sendiri).
2. Masing-masing mengambil inisiatif dan aktif untuk mengikatkan kembali tali ukhuwah yang sudah putus selama ini antara pribadi para pemimpin ini. Semua harus dapat diperbaiki kembali dan dipelihara seterusnya, terlepas dari kemungkinan-kemungkinan adanya perbedaan pendapat secara jujur dalam satu dua persoalan yang belum dapat diatasi.
3. Tali ukhuwah Islamiyah yang sudah diperbaiki itu, membuka kesempatan bagi pertukaran pikiran secara informal pula dalam berbagai masalah umat, dalam usaha tenang dan lebih jernih, bersih dari segala macam prasangka. Dari mereka yang dianggap pemimpin-pemimpin Islam harus dapat diharapkan bahwa, sekurang-kurangnya mereka mampu mengenakan pada diri masing-masing akhlakul karimah, seperti yang diisyaratkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Sunnah Rasulullah SAW.
Sekurang-kurangnya mereka harus mampu memberi contoh yang baik pula kepada para pengikut mereka, bagaimana caranya melaksanakan ajaran Islam itu dalam hidup pribadi perseorangan dalam rangka hidup bermasyarakat yang berbagai bagai coraknya seperti di zaman sekarang ini.
4. Tali ukhuwah Islamiyah, bila sudah dipulihkan antara pribadi-pribadi zu’ama dan ulama Islam tua dan muda itu serta percakapan-percakapan mereka secara informal dari hati ke hati, dapat mengikhlaskan pertentangan-pertentangan yang tidak sehat, yang terdapat di kalangan pengikut masing-masing.
Bukan itu saja, dapat pula merintis jalan bagi musyawarah informal (tanpa gembar-gembor) antara pemimpin-pemimpin organisasi Islam, dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mengenai kepentingan bersama dari umat Islam sebagai keseluruhan. Apabila kekakuan sudah dapat dihilangkan secara berangsur-angsur, maka permusyawaratan seluruh organisasi Islam secara insidental, untuk menyesuaikan sikap, dan dalam menghadapi persoalan bersama, berdasarkan “kalimatus sawa”, titik-titik pertemuan antara semuanya.
Dari sini bisa meningkat kepada pembinaan satu badan semacam konfederasi yang bersangkutan organisasi-organisasi Islam, yang ikatannya tidak tegang dan kaku, tetapi cukup supel (fleksibel). Kekuatannya justru terletak pada kesupelannya.
Sumber: Buku Mempersatukan Ummat – M. Natsir