SURABAYA (Suaramuslim.net) – Potensi zakat di Indonesia sangatlah besar. Hal ini tercermin dari Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) dan Outlook Zakat Indonesia 2019 yang dikeluarkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Berdasarkan perhitungan komponen IPPZ, potensi zakat Rp233,8 triliun (setara 1,72 persen dari PDB tahun 2017) yang dibagi dalam lima obyek zakat, yaitu pertanian (Rp19,79 triliun), peternakan (Rp9,51 triliun), uang (Rp58,76 triliun), perusahaan (Rp6,71 triliun), dan penghasilan (Rp139,07 triliun).
Namun, sayangnya penghimpunan zakat yang tergarap masih sangat kecil dibandingkan potensi penghimpunan zakat yang dirumuskan. Di Jatim sendiri sekitar 60 miliar sekian, mengapa hal ini bisa terjadi?
Ada beberapa factor, di antaranya masih lemahnya kesadaran umat Islam menunaikan zakat secara menyeluruh. Mayoritas umat Islam umumnya masih belum memahami manfaat zakat untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, khususnya dalam menyejahterakan rakyat melalui program pengentasan fakir miskin.
Filantropi dalam Perspektif Islam
Wakil Ketua II Baznas Jawa Timur KH Abdurrahman Navis mengatakan kepada Suara Muslim, (13/9), dalam syariat Islam ada tujuan-tujuan yang harus dilaksanakan yaitu mencapai kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan manusia diwujudkan dengan memelihara lima bentuk maqashid syariah atau yang disebut dengan kulliyat al-khamsah.
Kelima maqashid itu antara lain, hifzu din (melindungi agama), hifzu nafs (melindungi jiwa), hifzu aql (melindungi pikiran), hifzu mal (melindungi harta), hifzu nasab (melindungi keturunan).
“Pertama, jangan sampai agama ini diselewengkan, jangan sampai agama ini punah. Kedua menjaga jiwa agar tidak hancur, selanjutnya, menjaga akal. Akal merupakan anugerah Allah, dalam ilmu mantiq disebutkan Al-Insanu Hayawanun Nathiq, artinya manusia adalah hewan yang berakal, makanya kita perlu menjaganya,” jelas Kiai Navis.
Abdurrahman Navis menjelaskan, hifzu mal atau melindungi harta yang berkaitan dengan zakat, dalam konteks distribusi zakat hari ini, maka konsep memelihara harta teraplikasikan pada model zakat produktif di bidang ekonomi yang dilakukan secara komprehensif melalui program modal usaha mustahik, ekonomi kreatif, pemberdayaan usaha tani, revitalisasi pasar desa, dan pemberdayaan usaha perikanan darat dan laut, serta beragam model penanganan dan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan mustahik.
“Menjaga harta ini juga bentuk pencegahan segala perbuatan yang menodai harta, misalnya penipuan, pencurian, monopoli, dan yang lainnya. Dalam sebuah hadis disebutkan, “tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba nanti pada hari kiamat, sehingga Allah akan menanyakan tentang 4 perkara: tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang ilmunya diamalkan atau tidak, tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan ke mana dia habiskan, tentang tubuhnya, capek/lelahnya untuk apa,” tambahnya.
Menurut Navis, ada sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Ada pula yang sebaliknya.
Sedangkan dalam Islam merupakan gabungan dari kedua itu, tujuannya untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan dalam kehidupan manusia, merealisasikan kesejahteraan mereka, dan menghapus kesenjangan dalam masyarakat Islam.
“Islam sendiri menyelesaikan berbagai problem kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, dan mengatur atau mengorganisir hubungan manusia dengan harta benda, memelihara dan menafkahkannya,” jelasnya.
Salah satu instrumen yang tidak dimiliki sistem lain kecuali Islam adalah zakat. Zakat merupakan suatu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi kemiskinan, memupuk kepedulian sosial, kesempatan untuk beramal jariyah serta menghilangkan kesenjangan ekonomi di masyarakat sebagai strategi pembangunan ekonomi umat yang sangat potensial.
Zakat itu dikeluarkan apabila telah mencapai syarat yang diatur sesuai aturan agama untuk diberikan kepada delapan golongan sesuai tuntunan.
“Dalam Baznas Jatim, 8 asnaf itu tergabung melalu program, di antaranya, Jatim Sehat, Jatim Makmur (ekonomi), Jatim Cerdas, Jatim Taqwa dan Jatim Peduli,” paparnya.
Abdurrahman Navis mengingatkan, yang tidak kalah pentingnya harus ada niat berzakat, terkadang ada ASN atau pegawai yang menjadi donator di lembaga sosial setiap bulan meski rutin tidak menggugurkan kewajiban berzakat jika yang dibayarkan itu sifatnya sedekah.
Tetapi jika diniatkan zakat melalui rekening zakat, jika ada kelebihan dana dari kewajiban zakat yang dikeluarkan sudah termasuk sedekah.
“Jika kewajiban zakat tidak dikeluarkan maka dikhawatirkan akan menggigit yang lain, ketika sudah susah payah mengumpulkan uang tetapi keberkahan harta itu diambil melalui sakit, setelah uangnya habis baru meninggal dunia, naudzubillah,” pungkasnya.
UPZ Berbasis Masjid
Kepala Bagian Pengembangan dan Pengumpulan Baznas Jatim Ustaz Abdul Kholik mengimbau, Unit Penghimpunan Zakat (UPZ) sudah bisa dibentuk di masjid-masjid Kabupaten/Kota yang bekerja sama dengan BAZ atau LAZ.
Itu berarti, imbuhnya, dana zakat di Indonesia sudah seharusnya bisa dihimpun lebih luas lagi. Tujuan dari pembentukan UPZ itu tentu bisa meminimalisasi penghimpunan-penghimpunan zakat, sehingga tidak lagi bersifat liar.
“Keberadaan UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dimaksudkan agar zakat dapat terkelola secara baik dan bermanfaat guna kepentingan yang semestinya. Sehingga, diharapkan zakat yang terkumpul dapat bermanfaat untuk kepentingan umat,” jelasnya.
Kholiq menambahkan, adanya kewajiban tersebut bukan berarti pemerintah mempersulit pengelolaan zakat oleh masyarakat. Namun sebaliknya justru sebagai wujud perhatian pemerintah agar zakat bisa terkelola sebaik mungkin sehingga pemanfaatannya sesuai dengan tujuan dan fungsi zakat. Bahkan, 100 persen zakat yang didapat UPZ nantinya akan disetorkan ke Baznas dan dikembalikan kepada warga sekitar masjid.
“Selain mengelola zakat, fungsi amil zakat antara lain, memberi penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat yang masih buta hukum zakat, menghitung kadar harta yang wajib dizakati, dan melakukan hisbah (fungsi nahi mungkar) terhadap pihak yang menolak membayar zakat,” tambahnya.
Syarat menjadi UPZ baznas, ada orang yang bisa mengumpulkan, mencatat dan mendistribusikan zakat, membentuk pengurus dan penasehat untuk UPZ. Jika sudah bergabung bukan berarti akan diserahkan ke BAZ seluruhnya, tetapi semua yang dikumpulkan melalui masjid, bisa dikeluarkan sepenuhnya untuk warga sekitar, bahkan bisa ditambah jika terjadi distribusi yang kurang.
Kholiq menjelaskan, Baznas se-Jatim sendiri dapat mengumpulkan sekitar 62. Jumlah ini diharapkan naik seiring dengan kemudahan akses berzakat menggunakan kartu nomor pokok wajib zakat (NPWZ). Sebagaimana nomor pokok wajib pajak (NPWP), Baznas Card ini merupakan kartu berkode sebagai identifikasi database penyetor zakat (muzaki).
“Pasca transaksi, lanjut Kholik, muzaki akan mendapat balasan otomatis yang memberitahukan bahwa uang zakat yang dibayarkan telah masuk ke rekening Baznas. Muzaki yang memiliki NPWZ juga akan memeroleh bukti setor zakat yang bisa digunakan sebagai pengurang penghasil kena pajak,” tandasnya.