Suaramuslim.net – “Sebelum orang tua saya meninggal, malamnya tidak disangka saya kok bisa ikut mengubur jenazah orang hingga mengantarnya di kuburan. Nah, setelah di kuburan inilah saya melihat ibu saya. Di situ saya kaget, shock, baru kemudian besoknya saya mendapat kabar beliau sudah tidak ada,” Indra.
Setiap yang bernyawa pasti mengalami kematian. Nanti, besok, kapan pun, semuanya tinggal menunggu panggilan dari Yang Maha Kuasa. Tidak tergantung siapa yang muda atau pun tua, tidak terjebak siapa yang miskin atau siapa yang kaya. Semua pasti merasakannya.
Indra, salah satu pemuda yang melihat kematian sebagai proses jalan hidupnya untuk kembali kepada Yang Maha Kuasa. Apalagi yang dilihat saat meninggal adalah orang tuanya, orang yang melahirkan, membesarkan dengan segala jerih payah. Namun saat meninggal, ia masih belum jadi harapan yang diinginkan orang tuanya.
Indra masih ingat betul, detik-detik saat dirinya di telpon saudaranya dari Surabaya, saat dia sedang bekerja, bosnya memanggil, kemudian mengangkat telpon dari saudaranya dan mengabarkan bahwa ibunya sudah tiada.
“Saya kaget, shock, dan semua perasaan tercampur jadi satu. Kemudian saya pulang dari Bali, pergi ke Surabaya, dan melihat terakhir kali jenazah orang tua saya,” kenangnya sambil bersedih.
Saat itu Indra ingin mengulang semuanya, ingin kembali saat dia menjadi anak baik, membanggakan kedua orang tuanya. Menjadi pribadi yang santun, namun semuanya sudah terlambat, orang tuanya sudah meninggal. Namun nasi sudah menjadi bubur, penyesalan pun menghampiri dirinya.
Kehidupan Masa Kecil
“Saya dulu SD tidak sampai selesai, saya dulu pernah mondok namun kabur ke Bali, setelahnya saya disuruh sekolah lagi tidak mau. Saya di Bali jualan bakso,” terangnya.
“Saya ini dulunya sangat nakal sekali.” Cerita Indra saat mengenang semua masa lalunya. Dia ingat, saat kabur dari pondok dan merantau di Bali mengikuti kakak sepupunya untuk bekerja.
Bali yang menjadi kota serba bebas dan jauh dari keluarga, membuat Indra bebas melakukan apa pun sesukanya termasuk memasuki fase kenakalan remaja.
Waktu di Bali semua kenakalan sudah pernah ia lakukan. Menjadi preman, minum-minuman keras dan menato banyak bagian tubuhnya. Sambil bekerja apa pun, Indra melakukan ini semua.
Hingga suatu ketika, saat sedang berkeliling kerja menjajakan baksonya, Indra tiba-tiba menabrak bangunan, tak disangka gerobak yang ia bawa di atas motor tumpah semua sehingga menyebabkan air panas dari bakso itu terkena ke sekujur tubuhnya.
Indra masuk rumah sakit, dan mengerang kesakitan. Saat itu taubat ia kumandangkan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam hati dia berkata, “Ya Allah bila saya meninggal, khusnul khotimahkan saya, pulangkan jasad saya ke Surabaya,“ kenangnya.
Namun Tuhan berkata lain, Indra selamat dari peristiwa tragis tersebut. Akhirnya setelah sembuh, Indra bisa aktivitas lagi, dan bisa bekerja lagi.
Kata-kata yang dulu pernah dia ucapkan sewaktu sakit, tidak membekas lagi. Saat sembuh kata-kata taubat tersebut hilang bak tertelan bumi. Indra menjadi pemuda nakal seperti sedia kala dan tanpa aturan.
“Setelah sembuh saya nyari kerja lagi, tidak jualan bakso, saya ikut kakak sepupu saya, itu masih kerja, kerja apa saja, kerja alumunium, kerja bangunan,” ucapnya.
Kenakalannya semakin menjadi-jadi, selain itu tubuhnya penuh tato. Keseharian sebagai seorang preman sambil bekerja itu dia lakukan hingga lupa akan semuanya, sekaligus lupa akan dirinya termasuk sangat durhaka kepada orang tua.
Menemukan Jalan Hijrah
“Sebelum orang tua saya meninggal, malamnya tidak disangka saya ikut mengubur jenazah orang lain hingga mengantarnya di kuburan. Nah, setelah di kuburan inilah saya melihat ibu saya. Di situ saya kaget, shock, dan kemudian besoknya saya mendapat kabar beliau sudah tidak ada,” cerita Indra.
Setelah mendengar kabar ibunya meninggal, Indra kembali ke Surabaya untuk memberikan penghormatan terakhir. Di tengah jalan pulang, Indra menangis, mengingat semua hal yang pernah dibuatnya termasuk kedurhakaannya kepada orang tua.
Akhirnya di dalam titik terjenuh hidupnya, Indra berdoa ke Allah SWT agar menurunkan hidayah. “Ya Allah turunkan hidayah-Mu, hamba ini sudah banyak dosa,” pintanya.
Harapan dalam doa tersebut, yang diinginkan Indra hanya ingin orang tuanya di akhirat diampuni segala dosanya oleh Allah dan ingin menjadi anak yang berbakti dan menebus seluruh kesalahan yang pernah dia lakukan.
Setelah doa tersebut, beberapa waktu kemudian, Indra mendapat hidayah, dia datang ke pondok pesantrennya dahulu untuk meminta maaf dan tobat akan segala kesalahan.
“Saya sowan ke ustaz saya dulu, Alhamdulillah kesalahan-kesalahan saya dulu dimaafkan ustaz saya,” ujarnya.
Kepada ustaznya, Indra meminta izin untuk tinggal di pondok dan memperdalam ilmu agama. “Saya ingin belajar Islam, pingin lancar membaca Al-Qur’an, pingin mencari barokah,” tambahnya.
Untuk menambah ilmu agama, Indra juga menjadikan Youtube sebagai penunjang sarana belajar Islam.
“Saya sering lihat kajian-kajian di Youtube, terutama Gus Im Mojokerto. Saya sering lihat videonya, sering lihat syairnya, karena kajiannya sangat menggugah sekali, saya masuk channelnya dan subscribe. Karena di rumah tidak ada siapa-siapa, ya saya salah satunya belajar di Youtube,” pungkasnya.
Kini Indra ingin menghapus semua tato di tubuhnya, dia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Melalui acara yang diselenggarakan oleh hapus tato Surabaya, semua tato yang ada di tubuh Indra akan dihapusnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir