SURABAYA (Suaramuslim.net) – 212 Mart adalah salah satu produk dari peristiwa 212 pada 2 Desember 2016 lalu. Peristiwa yang spektakuler, berbagai elemen masyarakat berkumpul di momen itu. Mereka berasal dari berbagai daerah, berbagai golongan, lintas ormas, lintas partai, lintas suku dan budaya tanpa menonjolkan elemen-elemen tertentu. Peserta aksi datang dari segala penjuru kota di Indonesia. Gerakan aksi disinyalir menginspirasi sebagian kalangan untuk mempersatukan umat di segala bidang diawali dengan pemberdayaan ekonomi umat.
Dua tahun berlalu, bagaimana kelanjutan dari semangat 212 dalam ekonomi? Apakah sudah menciut di tengah modal besar yang menguasai negeri ini atau pelan-pelan bangkit? Apakah sudah berdiri berbagai “mart Islami” di daerah-daerah atau masih sekadar wacana yang tidak berujung?
Membangkitkan Ekonomi Umat
Ketua Komunitas 212 Mart Surabaya Eko Yudi Setiawan dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (30/11) mengatakan, perbedaan antara 212 Mart dengan minimarket konvensional adalah pendirian minimarket melalui dana kolektif umat. Mart pertama di Jawa Timur terletak di Jln. Wonorejo 2 Manukan Sambi Kerep Surabaya. Ada sekitar 250 orang lebih yang berpatungan dengan dana penyertaan kisaran Rp1 juta sampai Rp5 juta perorangnya untuk dapat mewujudkan ekonomi berjamaah.
“Saat ini kami (komunitas koperasi 212 Surabaya) sudah mempunyai 2 gerai, terakhir yang baru grand launching berada di Jl. Kendangsari, sudah mandiri dan mempunyai ukuran terluas di Jawa Timur,” ungkapnya.
Eko menyebut, gerai ritel 212 Mart yang mencetuskan diri sebagai toko modern berbasis syariah tentu ada perbedaan dibanding mini market lain, di antaranya tidak menjual minuman keras, rokok dan alat kontrasepsi.
“Banyak tantangan besar umat Islam dalam bidang usaha. Salah satunya, masih banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia. Dengan adanya ritel berbasis komunitas atau jamaah, dapat mengurangi barang impor dan berpindah mengkonsumsi produk nasional,” kata Eko.
Selain itu, Eko melanjutkan, dirinya menjamin di 212 Mart masyarakat tidak akan menemukan produk-produk yang tidak diakui halal oleh MUI. Hal itu sudah komitmen, bagian dari SOP dan bagian dari kesepakatan internal.
“Untuk kepemilikan gerai 212 mart merupakan kepemilikan bersama dan tidak bisa dimiliki perseorangan. Sehingga jika kita ingin membuka 212 Mart di daerah tertentu maka minimal terdaftar 100 anggota muslim,” jelasnya.
Untuk persoalan pembagian hasil, Eko menjelaskan, investasi 212 Mart yang dikelola menganut konsep portofolio. Penggalangan dana jalan terus, dan outlet yang akan dibuka berkelanjutan. Penghitungan bagi hasil/SHU dihitung secara keseluruhan, sehingga ketika ada satu outlet yang performanya lebih baik dibanding yang lain, semua investor akan menikmati untung bersama. Demikian pula sebaliknya, semua investor akan menanggung rugi bersama. Ada cross-subsidy (subsidi silang) antar outlet.
Eko menilai, toko ini milik jamaah, maka umat harus secara berjamaah membesarkannya untuk mewujudkan kebangkitan ekonomi umat. “Dengan belanja di toko sendiri bukan saja nilai ekonomi yang diharapkan meningkat, tetapi yang terpenting adalah kekuatan ibadah memberikan pahala yang diridhai oleh Allah SWT,” tuturnya.
Contoh Nyata Ekonomi Berjamaah
Senada dengan Eko, Ketua 212 Mart Gresik Bambang Suhermanto dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (30/11) menambahkan, perbedaan lain dari 212 Mart dengan gerai ritel modern lainnya ialah saat masuk waktu salat. Saat tiba waktu salat, gerai tersebut akan berhenti beraktivitas sejenak.
“Jadi pas lagi Maghrib break dulu 15-20 menit untuk salat, sehingga pada saat break salat itu tidak ada transaksi dilakukan. Jadi kita ini ingin mencoba lebih dekat dengan aspek syariah, bukan hanya satu waktu melainkan 5 waktu,” ungkapnya.
Bambang menceritakan, banyak yang bertanya saat 212 Mart Gresik menerapkan tutup saat waktu salat, apakah tidak takut merugi? Apa pelanggan akan menghilang?
“Kami percaya bahwa yang menggerakkan orang belanja itu bukan manusia tetapi Allah SWT, buktinya suatu waktu ada pelanggan yang sudah menunggu toko buka saat usai salat,” tuturnya.
Bambang menyebut, 212 Mart turut merangkul usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan warung-warung kecil, guna meningkatkan ekonomi masyarakat. 212 Mart memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk memasarkan produknya di gerai dengan syarat produk merupakan produk halal dan memiliki kemasan yang menarik.
“Kami (212 Mart Gresik) sudah memasarkan produk hasil UMKM untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Seperti, beras, kecap, dsb. Jadi adanya 212 Mart sebagai kemitraan koperasi dengan warung ini dapat mendorong pemberdayaan ekonomi umat yang selama ini tersisihkan oleh jaringan waralaba dan mini market,” ungkapnya.
Selain itu, Bambang menilai inovasi tetap dibutuhkan untuk mengenalkan 212 Mart memalui berbagai macam program yang berlangsung, di antaranya Jumat berkah, bekerjasama dengan mandiri e-money, dan alternatif sedekah melalui kembalian yang nantinya akan disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
Karena menurutnya, jika ekonomi dan ibadah kuat menjadi pondasi untuk kebangkitan ekonomi umat muslim Indonesia. Sehingga diharapkan bisa membantu meningkatkan kesejahteraan saudara-saudara muslim yang ekonominya lemah.
Saat ini terdapat 10 gerai 212 Mart di Jawa Timur, 2 di Surabaya, 2 di Pasuruan, dan sisanya masing-masing satu gerai di Gresik, Malang, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan Probolinggo.
Kontributor: Dani Rohmati
Editor: Muhammad Nashir