JAKARTA (Suaramuslim.net) – Kondisi 60 korban tsunami Banten yang tinggal di bukit di dusun Lebak Apus, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten sangat memprihatinkan. Para pengungsi ini awalnya datang dari dusun di bawahnya untuk mencari tempat yang lebih tinggi karena takut air naik kembali.
“Para pengungsi ini tinggal di rumah-rumah penduduk asli dengan kondisi yang memprihatinkan. Rumah-rumah mereka hanya terbuat dari bilik dan beralas tanah, sementara hujan dan gerimis terus mengguyur,” kata Komandan Lapangan BAZNAS Tanggap Bencana, Dede Nurjaman dalam rilisnya yang diterima Suaramuslimdotnet, Rabu (26/12).
Dengan kondisi yang terbatas, mereka membutuhkan makananan, obat-obatan, selimut, alas tidur dan pakaian layak pakai.
Belum tersentuhnya kampung ini karena minimnya informasi dan akses menuju ke lokasi yang sulit ditempuh. Jalan perbukitan sempit ditambah tekstur tanah licin karena terus menerus diguyur hujan.
“Tim menempuh perjalanan sekitar satu jam hingga ke lokasi dengan kondisi jalan naik turun bukit dan sangat licin,” katanya.
Dede mengatakan, awalnya timnya membantu kampung di kaki bukit, namun akhirnya memutuskan untuk naik ke atas bukit karena melihat seorang warga yang naik.
“Saya awalnya lihat ada warga yang naik ke bukit dengan menggendong sekarung pakaian. Lalu kami menyusuri jalan menuju bukit itu dan betul di sana ada 60 warga mengungsi dan kondisinya memprihatinkan,” katanya.
Masja’i (55 tahun), salah satu pengungsi hingga saat ini belum mendapatkan penanganan medis untuk mengobati luka-luka yang didapatnya saat tsunami menerjang.
“Kini Pak Masja’i merasakan sesak di dada,” katanya.
Selama tiga hari ia hanya tergolek di atas tempat, belum mampu melakukan aktivitas apa pun. Apalagi jika ingat isteri dan anak perempuannya meninggal akibat peristiwa ini, rumah tempat tinggalnya pun sudah tak bersisa.
Ia mengisahkan, tsunami tiba-tiba datang menghantam rumahnya, saat ia dan keluarganya sedang berkumpul di rumah. Usai terbawa arus, jenazah istrinya ditemukan di tepi pantai, sementara anak perempuannya menyusul ditemukan di tumpukan sampah yang menyangkut di pohon kelapa.
Jenazah anaknya diantar oleh tim Baznas Tanggap Bencana dengan tandu berjalan kaki ke atas bukit itu. Beberapa kali tergelincir karena kondisi jalanan tanah yang licin, akhirnya tim sampai ke tempat pengungsian Masja’i.
“Buka pak, saya kuat, saya kuat. Saya mau lihat wajah anak saya,” kata Deden menirukan Masja’i yang memohon kepada Tim Baznas Tanggap Bencana untuk membuka kantong jenazah.
Sejak Selasa (25/12) sore, BAZNAS menyiapkan dapur umum di kawasan kaki bukit sekitar 2 kilometer dari lokasi pengungsian. Dari dapur umum ini makanan untuk para pengungsi nantinya akan didistribusikan. BAZNAS mengerahkan Tim BAZNAS Tanggap Bencana dan Tim Layanan Aktif BAZNAS untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar pengungsi di kawasan ini.
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir