Suaramuslim.net – Akhir tahun 2017 lalu, warga di sekitar Pulau Bali dibuat khawatir dengan aktivitas vulkanik Gunung Agung. Lebih-lebih status di daerah sekitar Gunung Agung sempat meningkat hingga status awas. Melihat sejarah Gunung Agung yang pernah meletus pada tahun 1963, ada fenomena yang menarik untuk dibahas. Lahar Gunung Agung kala itu diprediksi akan mengalir menuju Pura Besakih, pura terbesar di Pulau Bali. Namun, tiba-tiba lahar tersebut berbelok dan tidak mengenai Pura Besakih.
Ada dua pendapat mengenai beloknya aliran lahar Gunung Agung tersebut. Umat Hindu berpendapat bahwa hal tersebut merupakan kuasa Sang Hyang Widi dalam menjaga tempat ibadah umat Hindu. Sedangkan ilmuwan sekuler menyatakan bahwa fenomena tersebut dikarenakan dinamika topografi. Lantas, pendapat manakah yang benar?
Pada zaman peradaban Islam, tidak jarang dijumpai ilmuwan yang akrab dengan teks-teks Islam begitu juga ulama yang akrab dengan sains. Para ilmuwan ini terdorong untuk mempelajari fenomena alam karena terinspirasi dengan ayat-ayat Al-Quran yang seringkali melukiskan keadaan alam seperti gunung, sungai, laut, dan sebagainya.
Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar menuliskan dalam tabloid Media Umat, salah satu ayat Al Quran yang menginspirasi munculnya teori kebumian terdapat pada Surat An-Naml ayat 88. Allah berfirman, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan”. Untuk membuktikannya, ilmuwan menentukan titik-titik pada batuan yang dianggap stabil di beberapa tempat di seluruh dunia. Kemudian dipasangkan alat ukur posisi di atasnya. Beberapa tahun kemudian, dilakukan pengukuran di titik-titik tersebut dan diperoleh data pergerakan lempeng benua. Kemudian berdasarkan arah dan kecepatan gerakan lempeng maka dihasilkanlah peta gerakan lempeng dunia.
Ternyata, lempeng benua bergerak beserta seluruh makhluk di atasnya, termasuk pula gunung-gunung. Dengan tebal lempeng sekitar 20 km, dibutuhkan energi yang sangat dahsyat untuk menggerakkannya. Energi dahsyat tersebut menyebabkan lempeng ini bergeser sekitar 5-10 cm tiap tahunnya. Namun terkadang pergerakan lempeng melambat atau bahkan terhenti, energinya pun tertahan. Apabila elastisitas material tidak mampu menampung energi yang tertahan, maka terjadilah gempa atau muntahan gunung berapi di perbatasan lempeng.
Fenomena alam gempa bumi dan gunung meletus memang sengaja didesain untuk menjaga stabilitas energi geodinamika. Hal ini ternyata juga telah dituliskan Allah dalam firmanNya, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu …” (An-Nahl [16]: 15). Fenomena aliran lahar Gunung Agung pada tahun 1963 bisa terjawab dengan fakta sains dan firman Allah di atas.
Bagi seorang Muslim, di balik sebuah bencana terdapat ilmu dan hikmah yang dapat diambil. Sebuah bencana tidak bisa pula hanya dihadapi dengan doa serta pertaubatan. Butuh ikhtiar seperti pengembangan dan penerapan teknologi untuk mendeteksi atau menanggulangi bencana. Namun, teknologi yang canggih pun seharusnya tidak membuat manusia takabbur dan melupakan tawakkal kepada Allah karena semua hal tidak terjadi kecuali dengan izin Allah.
Kontributor: Dinda Sarihati Sutejo
Editor: Muhammad Nashir