Suaramuslim.net – Dua puluh tahun sudah reformasi, agenda reformasi yang dielu-elukan saat itu gegap gempita seakan negara ini akan menuju negara yang lebih baik.
Dengan garang para mahasiswa itu mengagendakan enam agenda Reformasi.
Agenda-agenda itu dirumuskan dalam isu;
1. Adili Suharto dan kroni-kroninya.
2. Amandemen UUD 45.
3. Otonomi daerah seluas-luasnya.
4. Hapuskan dwifungsi ABRI
5. Hapuskan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
6. Tegakkan supremasi hukum.
Setelah dua puluh tahun agenda itu justru menjadi perusak dan malapetaka bagi bangsa ini.
1. Adili Soeharto justru kita melihat korupsi luar biasa bahkan pengemplang BLBI tidak tersentuh hukum.
2. Amandemen UUD 1945 kenyataannya menjungkir balikan negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Amandemen dengan mengubah UUD 1945 300% artinya NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 dengan dasar negara Pancasila sudah dikubur.
Bukannya negara proklamasi itu desainnya ada di alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan para pendiri negeri ini sudah membentuk negara berdasarkan Pancasila yang diuraikan di dalam batang tubuh UUD 1945.
Jadi yang diamandemen itu negara berdasarkan Pancasila.
Yang mempunyai ciri:
1. Adanya lembaga tertinggi negara yang disebut MPR. Sistemnya sistem sendiri bukan parlementer atau presidensil dan anggota MPR adalah utusan golongan.
Jadi sistem MPR adalah keterwakilan bukan keterpilihan banyak-banyakan suara, kalah menang, kuat-kuatan.
Sistem MPR adalah implementasi dari Bhinneka Tunggal Ika maka anggota MPR disebut utusan golongan.
2. Adanya politik rakyat yang disebut GBHN.
3. Presiden adalah mandataris MPR bukan petugas partai politik.
Oleh sebab itu Presiden tidak boleh menjalankan politiknya sendiri atau politik kelompok nya.
Presiden menjalankan politik rakyat yang disebut GBHN.
3. Otonomi Daerah seluas-luasnya, akibatnya banyak pemekaran daerah yang hanya dikuasai raja-raja kecil. Otonomi tidak untuk mensejahterakan rakyat tetapi untuk nafsu politik segelintir manusia.
4. Dwi fungsi ABRI dihapuskan padahal sekarang ini justru jaman proxy war, perang bukan lagi mengandalkan senjata tetapi fungsi sosial sebagai medan pertempuran bisa pangan, ekonomi, sosial masyarakat, informasi, justru setelah TNI dipisah dengan Polri maka semua peran ditangani polisi. Polisi menjadi super multi fungsi termasuk peran pemberantas teroris yang tidak melibatkan TNI.
Akibat Dwi Fungsi dicabut, negara dengan 17 ribu pulau semakin lemah pertahanan dan keamanannya sebab alat pertahanan dan keamanan yang paling unggul; sishankamrata juga dikubur.
Narkoba, teroris meraja lela dan tidak jelas apa berhasil pemberantasannya kecuali semakin mencekam.
5.Hapuskan KKN; Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Tetapi apa yang terjadi? Korupsi menjadi budaya yang semakin berbelit dan tidak ada ujung pangkalnya.
Korupsi berjamaah semakin luas tumbuh bak jamur di musim hujan, korupsi menjadi budaya.
Kolusi sudah tidak ada rasa segan pada rakyat. Partai politik menjadi perusahaan keluarga yang menjadikan bapak, ibu, anak, om, tante, menjadi dinasti politik.
6.Tegaknya supermasi hukum. Hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, ketidak adilan semakin jauh panggang dari api.
Reformasi ternyata menjadikan negeri ini semakin karut marut sistem Liberalisme. Kapitalisme melahirkan kesenjangan sosial semakin lebar. Bagaimana mungkin keadilan sosial diletakkan pada sistem Liberal, Kapitalis? Jelas tidak mungkin terwujud.
Reformasi justru menjadi negara gagal, apakah kaum reformis masih ngotot melihat keadaan bangsanya yang semakin terjerembab dalam hutang gali lubang tutup lubang, siapa yang bertanggung jawab terhadap rusak negara ini? Kaum reformis kah?
Penulis: Prihandoyo Kuswanto*
*Ketua Rumah Pancasila
*Ditulis di Wiyung, Surabaya 18.05.2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net