Suaramuslim.net – Siapa pun yang akan membangun iman harus melalui proses bertahap sehingga secara akumulatif akan mencapai iman yang sebenarnya. Sudah disampaikan pada materi sebelumnya bahwa harga dan nilai iman yang sebenarnya ditentukan dengan ilmu/ajaran/paham yang mendukungnya. Sudah kita pahami bahwa ilmu yang ada di dunia ini terbagi dua yakni ilmu ilmiah (bil haq) dan ilmu non ilmiah, jeruk makan jeruk (bil batil).
Di bawah ini dijelaskan proses mencapai iman menurut ilmu ilmiah (Al Quran), Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا يُحَرِّفُوْنَ الْـكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖ وَ يَقُوْلُوْنَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَّرَاعِنَا لَـيًّۢا بِاَ لْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِيْ الدِّيْنِ ۗ وَلَوْ اَنَّهُمْ قَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَـكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَقْوَمَ ۙ وَ لٰـكِنْ لَّعَنَهُمُ اللّٰهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
“(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, Kami mendengar (memahami ajaran Allah) tetapi kami tidak mau menurutinya (mentaati pembentukan kepribadian). Dan (mereka mengatakan pula), Dengarlah, sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Ra‘ina”, dengan memutarbalikkan lidahnya dan mencela agama (old and new testament). Sekiranya mereka mengatakan, kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman (berpandangan dan bersikap hidup dengan Al Qur`an) kecuali sedikit sekali.” (Q.S. An-Nisa: 46).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Yahudi sangat mengetahui ajaran hidup yang benar (ilmiah), tetapi mereka memutarbalikkan fakta dengan mengubah yang benar jadi salah dan yang salah dibenarkan. Ingat ajaran New Testament dan Old Testament yakni memutar balikkan ajaran Rasul Musa dan Rasul Isa.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰٓئِكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖ ۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
“Rasul (Muhammad) beriman (berpandangan dan bersikap hidup) kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman (berpandangan dan bersikap hidup) kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya. Dan mereka berkata, Kami dengar (memahami) dan kami taat (pembentukan kepribadian). Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (Q.S. Al-Baqarah: 285).
Apa yang direkayasa oleh Yahudi dibantah tegas oleh Allah, yaitu tidak ada perbedaan ajaran Allah yang diwahyukan kepada para Rasul tentang iman.
Catatan: bagian dari definisi iman adalah memahami, ikrar, dan melaksanakan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَکُمُ الطُّوْرَ ۗ خُذُوْا مَاۤ اٰتَيْنٰکُمْ بِقُوَّةٍ وَّاسْمَعُوْا ۗ قَالُوْا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِکُفْرِهِمْ ۗ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُکُمْ بِهٖۤ اِيْمَانُكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat Gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu (Kitab Taurat kepada Rasul Musa) dan dengarkanlah! Mereka menjawab, Kami mendengarkan (memahami) tetapi kami tidak menaati (sebagai pendirian). Dan diresapkanlah ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah patung; ajaran Naturalisme) anak sapi karena kekafiran mereka. Katakanlah, sangat buruk apa yang diperintahkan oleh kepercayaanmu kepadamu jika kamu orang-orang beriman!” (Q.S. Al Baqarah: 93).
Dari tiga ayat tersebut menjadi jelas bahwa proses membangun iman terdiri dari dua tahap yakni:
- “Sami’na” (memahami) disebut revolusi ilmu diselesaikan nabi 13 tahun di Makkah. Periode ini paling berat karena harus menguasai ilmu secara prinsip dalam arti “pure scientific” atau masih dalam “problem what to be everything objective” yaitu prinsip-prinsip ilmiah menurut apa adanya secara obyektif.
- Menaati (membentuk pribadi) yaitu tingkat penguasaan Al Quran dalam arti memindahkan (scaning) nilai-nilai ilmiah yang ada pada Al Quran sehingga menjadi pendirian seseorang. Tahap ini disebut penataan (technical scientific) atau pada tahap “how to be everything objective” dilakukan Rasul di Madinah, belum pelaksanaan iman, karena pelaksanaan iman lebih bersifat operasional, amar ma’ruf nahi munkar, strategi, politik dan jihad (bersungguh-sungguh).
Kesimpulan
1). Proses pembentukan persiapan iman bil haq harus melalui dua proses penting yakni “sami’na wa atha’na”. “Sami’na yakni proses pemahaman (tadarus/tadabbur) atau penguasaan Al Qur`an, disebut revolusi pemahaman ilmu ilmiah dalam arti “pure scientific” dan tahap “atha’na” penguasaan pemindahan nilai-nilai ilmiah Al Qur`an menjadi pendirian (kepribadian).
2) Struktur hirarki iman menurut Al Qur`an menjadi semakin jelas yaitu terdiri dari,
- “Sami’na wa atha’na”, tahu yang ilmiah dan mau menaati (Mukmin: para Rasul, Anbiya, mukminin, muslimin, muttaqien dst).
- “Sami’na wa ashaina”, tahu yang ilmiah tapi tidak menaati (Kafir al. Yahudi, Nashara, Musyrikin, Munafikin, Sekularisme, Liberalisme, Kapitalisme dst).
- “Wasma’ ghaira Musma’. Jahiliyah tidak paham yang ilmiah (Kafir al. Majusi, Hindu, Budha, Komunisme, Konghucu dll).
Penulis: Dr. H. Miftahul Huda*
Editor: Muhammad Nashir
*Pengasuh Kajian Iman Menurut Alquran Surabaya
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net