Suaramuslim.net – Semangat mencari harta untuk bekal di dunia. Perlu untuk eksis. Bagi pebisnis maka itu sudah biasa dilakukan selainnya tentu juga.
Ada guru yang mencari harta dengan mengajar. Sehingga bisa punya rumah dan mobil. Apakah ada? Tentu ada. Ada juga pengacara yang mencari harta dengan jalan advokasi. Dan semua ini manusiawi. Sekali dapat klien dengan bayaran puluhan juta sampai ratusan. Bahkan milyaran juga ada. Tergantung kasus yang ditangani.
Kecondongan manusia terhadap harta sebuah keniscayaan. Sudah ada yang menggaris keadaan manusia demikian itu. Tidak dipungkiri jika keadaan ini menjadi lumrah.
Allah swt. dalam firman-Nya,”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran:14)
Menjadi pertanyaan mendasar, untuk siapa kita mencari harta tersebut? Tentu jawaban dari pertanyaan ini bisa beragam. Untuk sebuah gengsi. Untuk mendapat massa. Untuk kebutuhan diri dan keluarga. Yang terakhir ini yang mendekati kebenaran. Yang terakhir ini pula yang punya nilai sedekah. Satu suapan untuk istri sudah bernilai sedekah. Itu contoh dari hadits yang paling kecil. Apalagi memberi istri atau anggota keluarga yang lain lebih besar dari itu. Rumah, pendidikan, jaminan kesehatan dan kendaraan. Alangkah besar sedekah tersebut. Selama memberikan semata-mata karena Allah. Ini menjadi catatan mendasar.
Meskipun semangat mencari harta terus dipupuk, juga harus tahu diri. Jika harta tersebut juga sebuah pinjaman. Jadi jika sudah mendapat tidak terbesit dalam hati jika ini hasil kerja kerasnya sendiri. Atau datang dari kehebatannya. Dan terjatuh pada sombong. Mengingat keakuan di hadapan Allah tidak ada guna sama sekali.
Prof. Yunahar Ilyas dalam Cakrawala Al Quran menyatakan hakikat harta mutlak milik-Nya. Baik yang ada di langit maupun di bumi. Manusia hanya sekedar pinjam.
Tergambar jelas dalam ayat berikut,”Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang diantara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah”. (QS. Thaha: 6)
Dipertegas lagi dengan ayat yang lain diharap manusia tidak lagi jumowo saat menggenggam harta berlebih.
“Katakanlah: ”Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?” Katakanlah: ”Kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas dirinya-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman”. (QS. Al An’am:12)
Ayat di atas dimulai dengan sebuah pertanyaan yang menjadi penekanan tersendiri. Seakan Allah hendak mengiterogasi hamba-Nya. Dan ini sudah menjadi hukuman bagi yang sudah menyimpang dalam penggunaan pemberian Allah.
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah: 29)
Prof Yunahar Ilyas dalam bukunya yang sama juga menyatakan jikalau manusia diberi hak atas kepemilikan harta maka sifatnya nisbi (relatif). Sedang kemutlakan tetap di tangan Allah. Artinya manusia tidak semaunya sendiri dalam penggunaan dari harta tersebut. Harus mengikuti rel Allah.
Sifat kenisbian ini menjadi lebih berguna jika tahu untuk siapa nanti harta tersebut jika dirinya sudah tiada. Sebagian untuk Allah yang kembali kepada dirinya. Sebagian yang lain diwariskan kepada keturunan.
Terus mawas diri mengingat harta itu seperti air hangat yang terus naik suhunya. Hingga akhirnya katak yang berendam jadi swike rebus.
Amanah harta ini menjadi problem jika dipergunakan dengan tidak mawas. Sembarangan penggunaan dan dia tidak mengerti benar dan salah. Bisa tersindir oleh ayat berikut.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikillah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al Ahzab: 72)
Untuk siapa kita mencari harta selalu menjadi semangat dan mawas diri.
Kontributor: Muslih Marju*
Editor: Oki Aryono
*Guru di SD Inovatif Aisyiyah Kedungwaru dan anggota LSBO PDM Tulungagung