Suaramuslim.net – Juara adalah pemenang dalam sebuah pertandingan. Tentu saja juga dibutuhkan prasyarat tidak hanya menang tapi cara yang dilakukan betul-betul cara juara, cara yang mencurangi dan menghalalkan segala cara.
Untuk menjadi pemenang bukanlah sesuatu yang mudah diraih, dibutuhkan perjuangan. Untuk bisa menjadi juara diperlukan sebuah mental juara.
Kadang ada juara tapi cara mendapatkan tidak dengan mental juara, melakukan kecurangan, upaya apapun dilakukan demi untuk memdapatkan kemenangan. Kemenangan yang dilakukan dengan cara-cara menghalalkan segala cara, tentu akan menjadikan dia sebagai pemenangnya, tapi mentalitasnya belum tentu mentalitas juara.
Mentalitas juara adalah mentalitas yang selalu berusaha menjalani proses-proses sebagai jalan menuju juara. Di dalam menjalani mentalitas juara akan cenderung melakukan dengan serius dan dengan tahapan-tahapan yang jelas dan terukur. Mentalitas juara itu mentalitas yang tangguh dan petarung, tak kenal menyerah, hari ini boleh kalah, tapi kekalahan bukanlah dianggap sebagai akhir dari perjuangan, tapi akan terus berjuang untuk merebut kemenangan.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang secara sejarah adalah bangsa yang bermental juara. Betapa tidak, penjajajahan yang dialami selama berabad abad tidak menyurutkan perjuangannya, silih berganti perlawanan dilakukan oleh para pejuang dan para pahlawan, gugur satu tumbuh seribu, perlawanan tak pernah berhenti. Sehingga sejatinya bangsa ini seharusnya ditakdirkan menjadi bangsa yang besar dan bermental juara.
Pendirian bangsa ini sejatinya dilakukan oleh para founding father yang bermental juara, mereka duduk bersama merumuskan Indonesia pasca kemerdekaan akan di bawah kemana. Mereka lepaskan kepentingan sempitnya, kepentingan kelompoknya demi kepentingan besar kepentingan Indonesia, inilah mental juara dan berjiwa besar. Sebut saja bagaimana Ki Bagus Hadi Kusumo bersedia melepaskan sila pertama dari tujuh kata yang berada di dalam Piagam Jakarta.
Sayangnya ketika Indonesia sedang dirawat oleh mereka-mereka yang bermental juara, ternyata ada sebagian kelompok masyarakat Indonesia yang mengingkari kesepakatan, mereka menjadi pecundang atas bangunan yang sedang dirawat ini. Kesepakatan ditelikung dengan kepentingan sempit golongan yang bermental pecundang.
Bangsa yang seharusnya dibangun dengan mental juara ini lambat laun kehilangan jati dirinya, dihuni oleh mereka yang kebanyakan bermental pecundang. Kekuasaan didapatkan dengan cara-cara culas yang menghalalkan segala cara. Juara seolah menjadi sesuatu yang sulit didapat, sesuatu yang langkah terjadi, karena memang cara merawat negara tidak dilakukan oleh mereka yang bermental juara. Tidak akan pernah mampu menghargai proses, apalagi melakukan sesuatu dengan tertib dan terukur.
Menjadikan Kembali Bermental Juara
Pendidikan adalah jalan memotong mata rantai menularnya mental pecundang. Pendidikan adalah lahan persemaian membentuk jiwa pemenang. Pendidikan seperti apa yang bisa menjadikan anak didik bermental juara? Tentu saja yang mengedepankan proses dan sikap jujur dan bertanggung jawab. Pendidikan yang membebaskan. Pendidikan yang dilakukan oleh mereka yang jujur dan bertanggung jawab, menghargai proses dan melakukan sesuatu aktifitas yang terukur.
Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang merupakan upaya membangun keberanian berpikir dan kemerdekaan bersikap, sehingga terbangun tanggung jawab. Nah bisakah sekolah kita diharapkan?
Sejarah penghianatan terhadap bangunan bangsa yang dibangun dengan jiwa besar mesti harus diakhiri, tidak bisa lagi mereka mereka yang menyuburkan penghianatan dan pengkaburan sejarah dibiarkan memaksakan keculasannya. Pendidikan sebagai jalan benar harus dikelola oleh para guru yang jujur dan berkomitmen serta bertanggun jawab, bukan hanya guru yang menitipkan dirinya pada pekerjaan guru agar bisa hidup.
Bagi kita sebagai masyarakat tentu juga mempunyai tanggung jawab mendidik diri dan keluarga agar menjadi manusia yang jujur dan bertanggung jawab. Nah dalam kaitan inilah mari kita sebagai masyarakat berjuang menanamkan pilihan kita kepada para pemimpin yang bermental juara, jangan berikan suara kita kepada calon pemimpin yang bermental pecundang dan mencurangi kita sebagai masyarakat.
Akhirnya hanya dengan mendidik diri dan keluarga sebagai manusia yang jujur dan bertanggung jawab, maka akan didapatkan sebuah sikap memperjuangkan kemenangan dengan cara-cara yang beradab dan bertanggung jawab dan inilah yang disebut dengan juara sejati.
Jangan sekali kali melupakan sejarah, telah nyata siapa yang pecundang dan siapa yang pejuang ketika bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya.
“Dan Janganlah sekali kali kamu campur adukkan antara kebenaran dan kebathilan, karena sesungguhnya kebenaran itu terlihat terang benderang “. ( QS. Al Baqarah: 42 )
*Ditulis di Surabaya, 16 Juli 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net