JAKARTA (Suaramuslim.net) – Fenomena dakwah memang menjadi tren di Indonesia, metode dan cara baru untuk menarik agar masyarakat mau mendengarkan di lakukan para Ustaz/Ustazah, salah satunya yang dilakukan Gus Miftah dari Jawa Tengah. Baginya untuk mengajak kembali Pemandu Karaoke, Pekerja Seks Komersial (PSK), kembali menemukan Allah SWT yakni dengan mendatanginya langsung dan mengajak dzikir bersama.
“Dakwah di orang-orang yang rajin ke pengajian dan masjid kan itu biasa. Namun mendatangi mereka yang tidak mau atau belum mau ke pengajian dan masjid bagi saya adalah luar biasa,” kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, seperti keterangan yang diterima Suaramuslimdotnet, Kamis (13/9).
Menurutnya Gus Miftah punya semangat dakwah berkemajuan. Gus Miftah juga diyakini telah menguasai kaidah-kaidah dakwah berikut metodologi yang tepat untuk berdakwah di keremangan klub malam hingga prostitusi.
“Dan itu hanya mau dikerjakan oleh dai-dai yang punya semangat dakwah progresif, dan saya yakin yang bersangkutan paham kaidah-kaidah dakwah,” tutur Dahnil.
Aksi Gus Miftah atau KH Miftah Maulana Habiburrahman menjadi viral setelah video kajian keagamaannnya di sebuah klub malam di Bali beredar di internet. Gus Miftah adalah pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji di Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Dia sudah delapan tahun menekuni dakwah di klub malam, 14 tahun berdakwah di kawasan prostitusi Yogyakarta, Pasar Kembang (Sarkem) dan 8 tahun kajian agama di Bali.
“Kalau di Bali itu saya setiap tahun di Boshe Bali ada aniversarry seperti di Jogja yang satu manajemen dengan mereka. Kalau di Jogja dua minggu sekali (pengajian) kalau di Bali itu seluangnya atau pas ada acara. itu rutin sudah tahun ke delapan saya disana,” kisah Gus Miftah yang diterima Suaramuslimdotnet, Kamis (13/9)
Selama 8 tahun tersebut, Gus Miftah mengaku jarang mengunggah kegiatan tersebut di media sosial. Atas seizin manajemen baru tempat itu ia mengunggah rekaman dakwahnya.
Kemudian banyak netizen yang beranggapan Gus Miftah cari sensasi, padahal selama 14 tahun sudah ia mengisi pengajian di sejumlah tempat hiburan malam, termasuk Pasar Kembang (Sarkem), salah satu tempat prostitusi di Yogya.
“Shalawat itu masih biasa, di sana saya pernah Azan dan menggelar salat berjemaah. Kalau muncul kontroversi ini tempat maksiat begini-begini saya memahami. Maka komentarnya itu kalau yang tidak seneng ngeri banget (mencaci) Dajal lah, setan lah kafir lah, dan lain sebagainya. Saya tidak apa-apa,” kata Gus Miftah, pengasuh pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY.
“Makanya kemarin saya bilang ‘Ini caraku, ini jalanku ini metodeku. Boleh kau mengkafir-kafirkan aku, boleh menyalahkan aku, tapi jangan halangi mereka untuk bermesraan dengan Allah dengan Rasul,’. Kalau dianggap cari sensasi, harusnya cari sensasi sudah dari dahulu 14 tahun (lalu). Kalau dikira cari sensasi lho ya,” cetusnya.
Dari sederet komentar negatif di media sosial, bagi Gus Miftah ada satu komentar yang benar-benar menyakiti hatinya yaitu ketika ada yang menyebut langkah yang dilakukannya semata-mata untuk kepentingan ekonomi. Faktanya, Gus Miftah tidak menerima sepeser pun untuk mengisi pengajian. Bahkan ia juga mengeluarkan biaya tiket pesawat dan hotel dari uang sakunya sendiri.
“Saya ke Bali beli tiket sendiri, cari hotel sendiri. Kalau saya ngaji di Sarkem saya bawa konsumsi sendiri untuk mbak-mbak’e di Sarkem. Saya bawain mukena, ruku, Al-Quran,” ujar Gus Miftah.
“Di tempat-tempat itu tidak ada masalah tentang uang, benar-benar saya murni. Karena saya tahu, kalau suatu saat orang tahu (pengajian agama saya) nanti yang dipermasalahkan pasti (dibilang) amplopnya kandel (tebal). Bisa ditanyakan ke sana apakah Miftah pernah menerima sesuatu. Saya tidak punya kepentingan apapun soal uang,” tegasnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Ali Hasibuan