Suaramuslim.net – Dalam sejarah penyebaran risalah kenabian, senantiasa diiringi dengan perlawanan sosial. Perlawanan itu dilakukan oleh elite atau pembesar yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat. Risalah kenabian, yang bersifat tunggal dan harus disampaikan kepada umatnya, adalah untuk mentauhidkan Allah dan menjauhkan diri dari ketergantungan pada taghut. Namun dalam penyampaian risalah itu terdapat penghalang, dan hal ini menjadi bibit perlawanan sosial secara massif.
Para penghalang dakwah itu memiliki kekayaan dan pengaruh. Dan kemudian menghimpun kekuatan sehingga berhasil merekrut dan memengaruhi massa. Massa ini didorong dan ditopang untuk bermaksiat dengan sokongan dan dukungan harta para elite itu. Massa inilah yang nantinya diajak untuk melakukan perlawanan terhadap dakwah rasul.
Rasul : Misi Pentauhidan
Semua nabi dan rasul memiliki misi yang sama yakni menegakkan kalimat tauhid. Meski mereka hidup di waktu dan tempat yang berbeda, tetapi mereka memiliki misi tunggal. Misi yang sama dan paling utama, yang harus disampaikan oleh rasul adalah mengajak umatnya untuk melakukan penyembahan hanya kepada Allah. Dengan tegaknya kalimat tauhid, maka manusia akan melahirkan dua perilaku yang menonjol. Satu, pengagungan terhadap Allah, Sang Maha Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Dua, pembebasan dari tradisi pengkultusan terhadap ciptaan Allah. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu. Dan di antara umat ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan.” (QS. An Nahl : 36)
Beban berat di pundak para nabi dan rasul adalah menegakkan kalimat tauhid dan mengajak umat untuk menyembah hanya kepada Allah. Menyadarkan manusia untuk mengingat jati diri dan asal muasalnya, peran Allah dalam menentukan rizki dan kematian tidak mudah bagi manusia untuk mau melakukan penyembahan kepada Allah.
Dakwah yang disampaikan oleh nabi yang memiliki sifat amanah, terpercaya, dan berbudi pekerti yang luhur, tidak membuat manusia percaya begitu saja. Para nabi dan rasul memiliki akhlak yang tinggi, sehingga masyarakat mengenalnya sebagai pribadi yang agung. Sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad, yang dikenal sebagai orang yang terpercaya (al amin) dan masyarakat Quraisy mempercayakan urusan muamalah dan perdagangan kepadanya. Namun ketika diajak untuk mentauhidkan Allah, maka secara spontan mereka menolak dan mengadakan perlawanan.
Hal yang sama juga dialami oleh para nabi dan rasul sebelumnya. Dimana pribadi yang agung itu digadang-gadang untuk dijadikan tokoh dan pemuka masyarakat. Begitu mendakwahkan dan mengajak untuk bertauhid, maka spontan masyarakat tidak mau menerima ajakannya. Bahkan, mereka menuduh nabi dan rasul itu sebagai pendusta dan pembohong. Tuduhan keji muncul terhadap utusan Allah, seperti dikatakan gila, tukang sihir hingga dikatakan sebagai orang yang haus kekuasaan.
Membebaskan dari Pengkultusan Dunia
Dakwah nabi dan rasul yang demikian gigih dengan berbagai argumen yang rasional dan meyakinkan, tidak mampu meredam penolakan dan perlawanan para penentangnya. Nabi mengajak kepada umatnya untuk membebaskan diri dari pengkultusan terhadap apapun yang melupakan Allah dan jauh dari tauhid. Argumen yang dibangun oleh para nabi dan rasul sedemikian kuat, tetapi kesombongan menjadi penghalang untuk mempercayai dan mengikuti ajakan nabi.
Para penentang itu umumnya adalah tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh kuat. Mereka ditokohkan karena harta dan kekayaaan yang melimpah. Mereka menolak ajakan utusan Allah itu karena khawatir nasibnya, secara ekonomi, sosial, dan politik, akan menurun. Mereka umumnya mengira bahwa ketika mengikuti nabi itu, maka kehidupan sosial mereka tidak terjamin akan lebih baik. Bahkan mereka mengira dengan menerima ajakan agama baru itu akan menghancurkan tatanan sosial dan tatanan ekonomi yang selama ini menguntungkan mereka.
Terlebih lagi, para pengikut nabi kebanyakan dari kalangan orang miskin, baik secara sosial maupun ekonomi. Dalam pandangan mereka, agama yang dibawa oleh nabi itu hanya cocok untuk orang yang bodoh dan terpinggirkan secara ekonomi. Oleh karena itu, benar ketika Allah mensinyalir bahwa orang yang menghalangi tersebarnya risalah kenabian dikendalikan oleh orang-orang kaya dan berpengaruh. Yang senantiasa melakukan kemaksiatan sosial di masyarakat. Hal ini selaras dengan firman Allah yang berbunyi:
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadari.” (QS. Al An’am: 123)
Allah menunjukkan bahwa penentang risalah kenabian, dan yang menolak ajakan nabi adalah orang-orang kaya dan berpengaruh. Orang-orang ini menggerakkan massa yang miskin untuk masuk ke dalam barisannya guna untuk menentang perintah nabi. Orang yang berpengaruh dan kaya ini dengan sengaja menentang dengan melakukan tindakan yang dilarang nabi. Ketika nabi memerintahkan untuk menjauhi zina, maka mereka justru menyemarakkan pelacuran. Ketika nabi melarang perbuatan perkawinan sesama jenis, maka mereka membanggakan perkawinan sejenis. Demikian pula ketika nabi memerintahkan untuk mengagungkan Allah, mereka justru melecehkan dan menghinakan Allah.
Perlawanan terhadap para nabi dan rasul ini dilakukan oleh kelompok elite (orang-orang kaya dan berpengaruh). Mereka benar-benar terbelenggu dan mengkultuskan dunia dengan menumbuhsuburkan dengan menebar bibit ketergantungan pada dunia dan membebaskan ketergantungan mereka kepada Allah. Bahkan tokoh-tokoh penentang kebenaran ini berani secara terbuka untuk menghancurkan jalan dakwah, baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Namun upaya ini berakhir pada kehancuran pada diri mereka sendiri. *
Kontributor: Dr. Slamet Muliono
Editor: Oki Aryono
*Ditulis di Surabaya, 26 September 2018