Suaramuslim.net – Apa yang Anda pikirkan jika mendengar kata Pekalongan? Pasti tak jauh dari masalah busana, yaitu kain batik. Ya, memang. Batik Pekalongan telah menjadi salah satu ikon budaya di negeri kita. Sejajar dengan Solo dan Yogyakarta. Banyak orang yang sengaja datang ke Pekalongan untuk sekadar berburu batik. Selain batik, Pekalongan banyak dihubungkan dengan hasil laut berupa ikan, konveksi, dan teh wangi yang juga berpusat di sana.
Konon, nama Pekalongan berasal dari kata “kalong” yang berarti kelelawar. Alkisah, putra Ki Ageng Cempanuk yang bernama Raden Bahu, atau sering dikenal Bahurekso melakukan semedi seperti kalong. Yaitu menggantungkan dirinya di dahan pohon. Itu ia lakukan agar ia berhasil mengamankan tugas dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram, untuk menyerang VOC di Batavia. Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa nama Pekalongan berasal dari kata ‘apek’ yang berarti ‘mencari’, dan ‘alang’ yang berarti ‘banyak’. Jadi, bila digabung menjadi ‘mencari banyak’. Maksudnya, masyarakat Pekalongan banyak mencari hasil laut berupa ikan yang melimpah di wilayah sekitar Pekalongan.
Lepas dari citra batik yang melekat erat kala kita mendengar kata Pekalongan, sesungguhnya dalam hal kuliner, Pekalongan juga punya ikon tersendiri, yaitu nasi megono. Nasi megono menjadi menu harian masyarakat Pekalongan. Megono menjadi teman makan nasi yang selalu tersedia dalam makanan sehari-hari. Orang Pekalongan asli selalu menyediakan makanan ini. Kebanyakan mereka mendapatkannya dengan cara membeli. Megono dapat dibeli di pasar, warung, penjajah sayur keliling, atau di warung makan. Biasanya, penjualnya adalah orang Pekalongan asli. Namun, ada juga warung atau tempat makan milik etnis Tionghoa yang menyediakan menu ini. Maklum, di Pekalongan juga terdapat etnis pendatang, seperti Arab dan Cina.
Nasi megono tak hanya menjadi menu harian, namun kerap hadir dalam hidangan jamuan acara di masyarakat. Pada masyarakat menengah ke bawah misalnya, disajikan nasi megono komplit dilengkapi dengan lauk ikan asin, telur, ikan laut, dan ayam. Sedangkan pada masyarakat menengah ke atas, biasanya menghidangkan sajian dengan lauk daging kambing, sapi, kerbau, dan ikan laut.
Namun, bukan berarti kuliner khas Pekalongan hanya nasi megono. Selain megono, ada banyak lagi kuliner khas yang biasa menjadi menu sehari-hari. Antara lain pindang tetel, lontong tahu, lupis, jongkong, gamblang cetot, keciput, dan ondal-andil.
Dikutip dari buku Pekalongan: Dendam Rindu Riuhnya Sari Bumbu karya Murdijati Gardjito dkk, siapa pun bisa membuat nasi komplit megono. Berikut ini disajikan petunjuk pembuatannya.
Susunan menu:
Nasi Putih, megono, ikan asin, lembaran tempe, sambal goreng daging, irisan timun.
Bahan:
300 g nangka muda, potong 3cm
1/2 ikat kacang panjang, potong 3 cm
1/2 btr kelapa setengah tua, diparut memanjang
1 papan petai, belah 2 bagian
Bumbu:
5 btr bawang merah
4 siung bawang putih
2 buah cabai merah
2 lbr daun salam
1 1/2 sdt garam
4 btr kemiri
5 ruas kencur
1/2 ruas lengkuas. dimemarkan
2 btg serai, dimemarkan
Cara Pembuatan:
- Kelapa, petai, nangka, dan kacang panjang dikukus hingga matang.
- Kencur, kemiri, bawang putih. bawang merah, dan cabai merah dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam campuran kelapa kukus.
- Daun salam, lengkuas, serai, dan garam dimasukkan.
- Diaduk rata, kemudian dikukus lagi sampai matang.
- Bila akan disajikan kelapa bumbu dicampur dengan rebusan nangka, kacang panjang, dan petai.
Sambal goreng daging
Bahan:
500 gr daging dipotong dadu
20 bh cabai merah, dibuang isinya dan diiris halus
500 ml santan
1 ruas lengkuas, dimemarkan
2 lbr daun salam
3 sdt air asam
minyak goreng secukupnya
gula kelapa
Bumbu yang dihaluskan:
5 btr bawang merah
3 siung bawah putih
30 buah cabai merah
garam secukupnya
Cara pembuatan:
- Bumbu halus ditumis hingga harum.
- Daging, daun salam, lengkuas, gula kelapa, dan santan dimasukkan lalu dimasak dengan api kecil sambil diaduk-aduk.
- Bila bumbu telah meresap, irisan cabai dan air asam dimasukkan.
- Dimasak sebentar dan diangkat.
- Siap disajikan.
Nah, resep ini bisa dicoba di rumah. Atau bila ada waktu, mari kita kunjungi Pekalongan. Setelah kita lelah berburu batik, kita bisa mampir ke warung untuk menikmati nasi megono.
Kontributor: Mohammad Efendi*
Editor: Oki Aryono
*Pendidik di SD Al Hikmah Full Day School Surabaya