Suaramuslim.net – “Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.” HR. Muslim (II/37 an-Nawawi) dan lainnya dari Hadits Tamim ad-dari radhiyallahu ‘anhu.
Dalam hadist di atas dapat kita simpulkan bahwa Rasulullah melarang kita mencintai atau membenci sesuatu secara berlebihan. Karena apa? Karena berlebihan itu tidak sesuai porsi. Semua yang tidak sesuai porsi akan mendatangkan mudharat. Kita ibaratkan sebuah sungai yang penuh sampah. Saat hujan, debit air sungai akan bertambah, namun tempatnya berkurang karena sampah yang berlebihan. Apa yang terjadi? Tentu saja air sungai tersebut akan meluap dan menyebabkan banjir, yang mana banjir akan mendatangkan banyak kerugian daripada manfaat. Mungkin seperti itu gambaran jika kita membenci atau mencintai sesuatu secara berlebihan. Pada akhirnya, akan mendatangkan kerugian baik kecil maupun besar.
Mencintai sesuatu memang wajar, namun kita harus bisa mengontrol porsi dari kadar cinta itu. Contohnya ketika kita mengidolakan suatu kaum. Entah artis, penyanyi, tokoh penting, atau yang lainnya, kita harus tahu di posisi mana kita berpijak. Kita boleh mengagumi mereka karena prestasinya, besar kontribusinya, ketampanan/kecantikannya, atau bahkan kepopulerannya, asalkan kadar kagum itu sewajarnya saja. Bisa jadi orang yang Anda kagumi tidak tahu siapa Anda. Hal itulah yang akan menyebabkan Anda merasa terluka.
Jika kadar kekaguman itu terus berkembang, akan mendatangkan yang namanya kefavoritan/idola. Perilaku manusia yang mengidolakan sesuatu, ditandai dengan mengetahui segala hal yang dimiliki idolanya. Mulai dari biodata, prestasi, makanan favorit, bahkan kegiatan sehari-harinya. Apabila hal ini dibiarakan dan tidak terkontrol, akan menyebabkan sang pengidola menjadi terobsesi oleh idolanya sendiri. Obsesi/fanatik itu cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh idolanya. Seperti cara berpakaian, cara berperilaku, bahkan ada yang sampai merombak penampilannya agar mirip dengan sang idola.
Sungguh, yang demikian itu sangat dibenci Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka,” (HR Abu Dawud, hasan).
Jangan sampai kita menjadi manusia yang seperti itu. Jika memang sudah terlanjur mengidolakan, cobalah Anda tanya kepada diri Anda sendiri, apa manfaat yang bisa Anda dapat dari mengidolakan suatu kaum? Apabila tidak ada manfaat yang didapat, atau malah menjerumuskan Anda ke jalan yang dilarang Allah, maka tinggalkanlah idola tersebut.
Kejadian mengidolakan sesuatu secara berlebihan dapat kita lihat pada berita beberapa hari yang lalu. Kejadian menyedihkan dan mengerikan dari dunia sepakbola, yaitu tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirila, jelang pertandingan Maung Bandung vs Macan Kemayoran di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Minggu (23/9/2018).
Haringga tewas mengenaskan setelah dikeroyok para pendukung Persib dengan menggunakan sejumlah barang seperti balok kayu, piring dan besi. Menurut Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP, M. Yoris Maulana, Haringga menjadi bulan-bulanan oknum Bobotoh karena mereka melihat identitas Haringga yang berasal dari Jakarta.
Tentu saja semua kalangan akan mengecam tindakan keji itu. Pertandingan sepakbola yang seharusnya menjunjung tinggi nilai sportivitas, malah menghadirkan nilai kefanatikkan yang berujung maut. Naudzubillah. Jangan sampai rasa fanatik terhadap sesuatu menjadikan Anda menghalalkan segala cara untuk terus mendukung idola. Apalagi sampai merugikan orang lain.
Mari renungkan kejadian Haringga sebagai pengingat kita semua, bahwa mencintai sesuatu secara berlebihan itu akan mendatangkan bahaya terhadap diri sendiri maupun orang lain, atau bahkan kepada idola Anda sendiri. Hilangkan rasa fanatik terhadap sesuatu, karena akan mendatangkan penyakit fisik, hati, ataupun mental.*
Kontributor: Anggun Hapsari
Editor: Oki Aryono
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net