Suaramuslim.Net – Hati manusia menyimpan segudang misteri. Tanpa hati, manusia hanya bertindak dengan akal tanpa nurani. Islam mengajarkan empati, agar akal tak semena-mena menguasai. Menundukkan hati dan juga menggugah nurani.
Akhir-akhir ini Indonesia banyak dilanda bencana. Gempa berkekuatan agung, telah melanda dan meninggalkan trauma. Masyarakat Palu dan sekitarnya sontak berduka. Empati sesama mengusir duka menghilangkan lara. Empati memunculkan rasa saling memahami, menolong dan menanggung sesamanya. Mengobati luka, membuahkan cinta.
Empati, ditilik dari bahasa berasal dari kata empatheia yang berarti ikut merasakan. Istilah kata ini sering dipakai oleh teoritikus estetika untuk mendefinisikan pengalaman subjektif orang lain.
E.B. Tichener, seorang ahli psikologi dari Amerika, mengistilahkan empati dengan mimikri motor. Yang ia maksud adalah empati berasal dari peniruan fisik atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang.
Sedangkan menurut M. Umar dan Ahmadi Ali dalam buku Psikologi Umum, empati adalah suatu kecenderungan yang dirasakan seseorang untuk merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain andaikan ia berada dalam situasi orang lain. Menarik kesimpulan dari definisi para ahli tersebut, empati adalah rasa seperjuangan, sependeritaan yang dapat dialami siapa saja ketika melihat orang lain mengalami suatu peristiwa baik menyedihkan maupun membahagiakan.
Tolong Menolong, Menggugah Kepekaan Mengundang Keberkahan
Meski demikian, bencana alam yang terjadi di Indonesia menjadikan semua pihak dan lembaga kemanusiaan saling bahu membahu membantu meringankan beban penderitaan warga Lombok. Ini membuktikan bahwa semua pihak tergugah nuraninya dan berempati terhadap warga Lombok yang sedang ditimpa bencana.
Dalam Al Quran, dijelaskan bahwa setiap muslim wajib tolong menolong dalam hal takwa dan kebaikan. Dalam surat Al Maidah: 2 berbunyi, “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” Karenanya, tiap muslim sangat wajib untuk bahu membahu membantu saudaranya.
Demikian bukan hanya Al Quran yang memaparkan tentang tolong menolong, dalam hadits pun dipaparkan. Di dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa melapangkan satu kesusahan di dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat.”
Karenanya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam memandang empati dan tolong menolong sebagai suatu satu kesatuan. Seketika nurani tergugah, seketika itu pula tolong menolong menjadi bentuk riil dari nurani.
KH Abdullah Gymnastiar atau yang akrab disapa Aa’ Gym menjelaskan dalam tulisannya bahwa sebenarnya kesuksesan sejati adalah ketika kita bisa menjadi manfaat bagi orang lain, meringankan bebannya, menutupi kekurangannya, meski keadaan kita pun sederhana saja.
“Andaikata ada seseorang yang merasa sukses, padahal baru dirinya sendiri yang sukses, maka sebenarnya dia belum sukses,” tambah Pengasuh Pondok Pesantren Daarut Tauhid Geger Kalong, Bandung tersebut.
Karenanya, membantu atau tolong menolong sesama saudara merupakan kesuksesan bersama. Bukan hanya sukses untuk diri sendiri namun juga untuk orang lain. “Jangan sampai kita sekali makan ratusan ribu, punya mobil seharga ratusan juta, tapi ada saudara atau tetangga kita yang tak bisa makan, tak bisa membayar uang sekolah, apalagi membeli rumah,” ia mencontohkan.
Meringankan beban orang lain dapat dilakukan dengan saling tolong menolong di antara saudara yang membutuhkan. Contoh nyata yang bisa dilakukan terkait dengan bencana di Lombok yang baru saja terjadi adalah dengan berbagi materi, berbagi waktu dan tenaga, menghapuskan trauma korban bencana.
Kita tentu saja sangat ingat dengan peristiwa saling dipersaudarakannya antara kaum Mujahirin dan Anshor. Kedua golongan yang tidak mengenal satu dengan lainnya menjadi satu dalam ukhuwah. Empati yang melahirkan saling memahami satu dengan lainnya. Yang kemudian berubah menjadi saling tolong menolong bahkan saling menanggung satu dengan lainnya.
Tolong menolong menjadi sebuah keniscayaan. Saling membantu menjadi kewajiban. Ia menggugah kepekaan menumbuhkan kasih sayang. Jika hal tersebut terus dilakukan, tentu saja bukan hanya mempererat persaudaraan, namun memberikan harapan dan tentu saja juga mengundang keberkahan.
Kontributor: Ilham Prahardani
Editor: Oki Aryono