Suaramuslim.net – Kisah cerita pertempuran terakhir ini saya coba mengingat kembali beberapa cerita fiksi dan legendaris, seperti pada cerita “Avengers & Guardians of the Galaxy”. Setelah Thanos mendapatkan keenam infinity stones, terjadi hal yang aneh pada Avengers, Guardians of the Galaxy dan Wakandans. Sebagian dari mereka tiba-tiba berubah menjadi seperti debu dan menghilang. Ternyata bukan hanya mereka aja! Sebagian dari populasi bumi bahkan alam semesta pun turut menghilang. Apa yang sebenarnya terjadi?
Sebelum Thanos mengumpulkan keenam infinity stones, ia berkelakar jika dia akan menciptakan dunia yang lebih baik dengan kekuatan dari infinity stones. Di mana di sana akan terjadi keseimbangan, keadilan dan kemakmuran.
Thanos pun mengatakan jika dia tidak memilih-milih orang saat akan dimusnahkan, melainkan secara acak. Jadi bisa disimpulkan jika Avengers, Guardians of the Galaxy dan Wakandans yang hilang tidak dipilih secara khusus melainkan secara acak dan Thanos telah berhasil menciptakan dunia yang menurutnya ideal.
Hal lain yang bisa menjadi bahan kita melakukan pisau analisa terhadap kejadian bencana dan gempa akhir-akhir ini adalah dengan membuka kembali sejarah kejatuhan dinasti Tiongkok.
Bercermin dari pemberontakan Taiping, pihak kerajaan sadar betul bahwa kekuatan mereka sangatlah ringkih. Oleh karena itu, sejak tahun 1861, istilah “penguatan diri” mulai muncul dalam dokumen-dokumen negara. Satu catatan penting dari pemberontak Taiping adalah kelemahan militer kerajaan. Oleh karena itu, mulai muncul gerakan pemerintah untuk memperbaharui militer, yang berkiblat pada militer modern Eropa seperti Inggris dan Perancis.
Di antara para pejabat Qing yang bersemangat melakukan modernisasi adalah salah satu jenderal penakluk Taiping Tianguo yang bernama Li Hongzhang. Hongzhang bukan hanya menginginkan modernisasi militer, tetapi juga reformasi pendidikan dan perekrutan pegawai sipil (PNS).
Ia berpikir, bahwa kelemahan dinasti Qing bukan hanya pada sisi militernya saja, tapi juga sisi manusianya. Apa gunanya senjata canggih kalau tentaranya tidak terlatih untuk menggunakannya? Apa gunanya senjata canggih kalau pejabatnya masih korupsi? Karena itulah, Hongzhang juga menginginkan reformasi pendidikan dan perekrutan PNS. Menurut Hongzhang, PNS Tiongkok tak boleh hanya menguasai sastra dan filsafat Konfusianisme, tetapi juga mempelajari Matematika, Fisika, dan bahasa asing.
Di bidang militer, Li Hongzhang juga mendirikan “Tentara Huai” dan “Armada Beiyang” yang berbasiskan teknologi dan pelatihan Eropa. Keduanya menjadi tentara dan armada terbaik milik kekaisaran Qing. Hongzhang dan beberapa jenderal lainnya juga menjadi penggagas berdirinya pabrik-pabrik senjata lokal seperti Jiangnan Arsenal, dan pabrik kapal di Port Arthur; yang diharapkan mengakhiri ketergantungan militer Qing terhadap senjata-senjata impor.
Sayangnya, gerakan “penguatan diri” ini bukannya tanpa hambatan. Praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sudah mengakar kuat di birokrasi Dinasti Qing. Begitu banyak pejabat yang mencuri dana negara. Begitu banyak pejabat yang mendapatkan kekuasaan karena kolusi dan nepotisme, bukan atas dasar kemampuan yang baik. Hal ini semakin diperparah oleh sikap konservatif dari sosok yang paling dominan di Tiongkok sejak tahun 1861, yaitu ibu suri Cixi (Ibu dari Kaisar Tongzhi, ia memegang tampuk pemerintahan selama 47 tahun).
Sepanjang hidupnya, sang ibu suri memiliki satu tujuan: mempertahankan kekuasaannya. Modernisasi dan reformasi, tak pernah menjadi prioritas utama Cixi. Dia hanya mendukung reformasi ketika reformasi memperkuat kekuasaannya. Tentu saja, kepentingan politik pribadi ini akan menjadi hambatan utama dari reformasi militer dan pendidikan yang diperjuangkan oleh Li Hongzhang.
Untuk mempertahankan kekuasaannya, Cixi mendukung dan mempromosikan banyak sekali pejabat yang paling setia kepada dirinya. Para pejabat ini banyak yang berasal dari generasi tua, yang kebanyakan bersifat terlalu konservatif, yang menolak segala buah pemikiran yang dianggap kebarat-baratan (asing), termasuk modernisasi dan reformasi. Mereka tahu, reformasi seperti itu cuma akan membuat mereka yang tak memiliki kemampuan yang relevan menjadi tersingkir.
Tak heran di antara pemberontakan Taiping sampai tahun 1890-an modernisasi yang dicita-citakan oleh Hongzhang tidak berjalan dengan merata, melainkan timpang. Reformasi bisa dikatakan cukup berhasil hanya pada bidang militer, sementara korupsi di kalangan pejabat tinggi hingga rendahan masih terus mengakar.
Belajar dari dua legenda penghunjung kehancuran tersebut adalah setiap kekuasaan tak akan membiarkan kekuasaannya direbut pihak lawan. Untuk mempertahankannya biasanya mereka akan melakukan berbagai cara. Mereka akan mencoba membangun kembali simpati dan kepercayaan rakyat. Kalau itu tak mampu didapatkan maka jalan pertempuran akan menjadi pilihan. Membumi hanguskan basis lawan akan menjadi pilihan terakhir.
Menjadi sebuah perenungan saya setelah mendalami dua legenda tersebut, benarkah gempa yang terjadi akhir-akhir ini adalah takdir Yang Kuasa ataukah sebuah konspirasi dan operasi yang memanipulasi atas nama takdir dalam sebuah pertarungan kekuasaan?
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Terjemah QS. Ali Imran: 190).
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Terjemah QS. Ali Imran: 191).*
*Surabaya, 13 Oktober 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net