Suaramuslim.net – Panas terik di siang hari, namun tiba-tiba hujan di malam hari. Pergantian cuaca yang tiba-tiba dan tidak menentu seperti saat ini di sebagian daerah menjadi tanda sedang memasuki musim pancaroba, yaitu masa peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Karakteristiknya panas yang melebihi biasanya, turun hujan mendadak, disertai angin kencang.
Waspada Cuaca Ekstrem
Kepala Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya Mohammad Nur Huda, S.T. dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (05/11) mengatakan, secara umum wilayah Jawa Timur akan memasuki musim hujan pada November ini, namun di daerah tertentu ada yang lebih awal seperti, Bromo, Semeru, Lumajang, dan Malang. Sedangkan wilayah yang akan memasuki musim hujan terakhir pada Desember berada di Bondowoso dan Banyuwangi.
“Artinya, meskipun sekarang bulan November, namun musim hujan itu tidak di semua daerah terjadi. Menurut prediksi kami, Surabaya akan memasuki musim hujan pada minggu ke 2 atau ke 3,” sambungnya.
Nur Huda menyebut, Indonesia mulai memasuki musim pancaroba atau peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Salah satu karakter hujan di masa pancaroba adalah sangat lebat disertai petir dan angin kencang. Hujan di masa pancaroba berdurasi singkat dan biasanya turun pada siang hari dan menjelang malam hari.
“BMKG mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi terjadinya hujan lebat disertai kilat dan angin kencang, karena masa perubahan atau pancaroba akan banyak muncul kondisi cuaca ekstrem, pada awal-awal,” imbuhnya.
Nur Huda menyebut, cuaca ekstrem merupakan kondisi cuaca yang tidak normal. Dikatakan normal apabila ritme hujan tenang dan tidak disertai angin. Cuaca ekstrem akibat adanya sebuah angin puting beliung tandanya menimbulkan dampak kerusakan di suatu tempat tidak merata.
“Daerah yang berpeluang terjadi angin kencang, puting beliung di antaranya Surabaya, Bojonegoro, Sidoarjo, Pasuruan, Lumajang, dan Gresik.
Perlunya Mitigasi Perubahan Iklim
Ketua Kelompok Kajian Perubahan Iklim LPPM ITS Surabaya Dr.rer.pol Heri Kuswanto dalam talkshow yang sama hari ini (05/11) mengatakan, saat ini terdapat fenomena perubahan iklim yang sudah dianggap biasa di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari statistik rata-rata kenaikan suhu sejumlah 1 derajat celcius pada tahun 2010-2015, dibandingkan 2016 kenaikan mencapai 1,5 derajat celcius.
“Melihat dari tren setiap tahunnya dikhawatirkan akan semakin meningkat, maka dari itu perlu mengedukasi masyarakat agar dapat mengantisipasi hal ini. Sebetulnya pemerintah Indonesia berkomitmen dalam Persetujuan Paris bahwasanya setiap negara harus berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca, bagaimana Indonesia menjalankan program adaptasi dalam konteks pembangunan rendah emisi dan berketangguhan iklim,” jelasnya.
Menurut Heri, penyebab utama dari perubahan iklim adalah peran manusia, salah satu penyumbang pemanasan global emisi co2 dari aktivitas pembakaran batu bara dan pembakaran lain-lain.
“Makanya salah satu program antisipasi yaitu save energy, diharapkan jika kita sadar tidak mengunakan energi secara boros maka proses pembakan hasil energi listrik dapat berkurang, karena ini penyumbang terbesar. Selain itu, penyebab global warming lainnya gas buang kendaraan bermotor, asap kendaraan bermotor yang menghasilkan co2 dapat berdampak buruk,” ungkapnya.
Nur Huda menambahkan, memang dalam konteks peduli terhadap cuaca ini perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat, misalnya para nelayan saat ini mulai terbuka dengan adanya informasi iklim.
“Seperti di tempat kami ada sekolah lapang iklim (SLI) untuk para petani. Sekarang sudah terasa dampaknya. Iklim semakin sulit diprediksi, makin banyak iklim ekstrem. Kalau tidak dikelola dengan baik, petani yang akan kena duluan, misal ketika kemarau panjang tapi petani tetap tanam maka akan rugi,” ceritanya.
Nur Huda mengimbau untuk berhati-hati terhadap kondisi ekstrem seperti hujan lebat disertai petir dan puting beliung, dan hujan es.
“Jika melihat suatu awan yang gelap dan pekat, itu adalah awan cumolonimbus, kita harus memperhatikan jika berada di sekitar awan itu, minimal matikan telepon genggam dan matikan listrik sementara, karena awan ini penyebab adanya angin kencang hingga puting beliung,” pungkasnya.
Reporter: Dani Rohmati
Editor: Muhammad Nashir