Meneladani Kesetiaan Cinta Abi al-Ash bin Rabi’

Meneladani Kesetiaan Cinta Abi al-Ash bin Rabi’

Meneladani Kesetiaan Cinta Abi al-Ash bin Rabi’

Suaramuslim.net – Sosok yang akan diulas dalam tulisan ini dikenal selalu menepati janji dan setia. Selain itu, beliau adalah belahan jiwa Zainab radhiyallahu ‘anha binti Muhammad shallalahu `alaihi wasallam. Sahabat agung tersebut bernama Abu al-Ash bin Rabi’ radhiyallahu ‘anhu.

Keponakan Khadijah radhiyallahu ‘anhu yang merupakan niagawan kaya ini, merupakan tipikal lelaki yang setia sekaligus sangat mencintai isterinya. Saat fajar Islam sudah terbit di Makkah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama istri dan anak-anaknya dengan lekas masuk Islam. Namun, pada waktu itu, sahabat yang biasa dipanggil “Jarwul Baṭha” ini masih bertahan memegang teguh agama nenek moyang.

Menariknya meski ada perbedaan agama, cintanya pada Zainab tak pernah padam. Bahkan ketika ia diprovokasi oleh Abu Lahab dan teman-tamannya agar menceraikan Zainab, dan akan dinikahkan dengan gadis lain yang lebih jelita, anak Halah binti Khuwailid ini tak mau menerimanya (Ibnu Hisyam, 1375: I/652). Kalbunya dipenuhi oleh cinta Zainab yang menyala-nyala.

Demikian pula Zainab radhiyallahu ‘anha sangat mencintai Abu al-Ash radhiyallahu ‘anhu. Cintanya yang tulus terbukti ketika Abu al-Ash menjadi tawanan pada perang Badar. Dengan tulus Zainab radhiyallahu ‘anha mau menebusnya dengan kalung pemberian mendiang ibunya, Khadijah (HR Thabrani).

Di lain kesempatan, yang cukup mengharukan, ketika kafilah dagangnya terjaring patroli pasukan sariyyah (ekspedisi militer yang dipimpin sahabat) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia bisa meloloskan diri kemudian di malam hari menemui Zainab radhiyallahu ‘anha. Buah hati Rasulullah ini pun rela memberikan suaka padanya (HR Thabrani). Ini adalah suatu gambaran cinta tulus yang tak pernah putus.

Abu al-Ash radhiyallahu ‘anhu juga dikenal sebagai orang yang memenuhi janji. Ketika dia dibebaskan dari tawanan Perang Badar Kubra (2H), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi syarat padanya agar sesampainya di Makkah, putrinya segera dikirim ke Madinah.

Saat itu juga, sahabat yang berasal dari Bani Abdis Syams ini berjanji untuk memenuhinya. Janjinya pun bukan omong kosong belaka. Pada akhirnya janji itu ditepati, meski sebenarnya berat meninggalkan istri tercinta. Tapi menurutnya, janji tetaplah janji. Betapapun getirnya, ia wajib menunaikannya. Di sisi lain, ia juga merupakan orang yang amanah. Ketika semua harta dagangan yang dibawa dari negeri Syam dikembalikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya, ada tawaran menarik dari sahabat Rasulullah, yaitu, memeluk Islam. Ketika sudah masuk Islam, nanti harta yang terkena patroli akan menjadi miliknya.

Namun dengan tegas Ia menolaknya. Memang benar hatinya sudah tertarik memeluk Islam, tetapi amanah tetaplah amanah. Sebelum masuk Islam dengan tenang, Ayah Umamah ini harus menunaikan amanah dagangan yang diembankan orang Makkah kepadanya. Setelah diserahkan, baru kemudian menantu Rasulullah ini masuk Islam (Adz-Dzahabi, 1427: II/18).

Suatu saat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memujinya, “Ia telah bercerita kepadaku, lalu ia membenarkanku, berjanji kepadaku, lalu menepati janjinya,” (HR Bukhari).

Dari Abu al-Ash bin Rabi’, pembaca bisa meneladani keharmonisan  cinta, kesetiaan, penepatan janji dan amanah.

Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment