Suaramuslim.net – Sukses memiliki berbagai macam jalan. Ada jalan yang bersih ada pula yang kotor. Pebisnis kadang tak sadar melakukan risywah. Hal ini yang dapat membuat bisnis tak berkah, kerugian pun acapkali menyertai.
Menurut bahasa, risywah adalah pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau sesuai kehendaknya. Secara istilah sendiri, risywah artinya pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar dan membenarkan yang salah. Pemberinya disebut rasyi, dan penerima disebut murtasyi, objek penghubungnya disebut ra’isy.
Risywah ini tanpa sadar bisa dilakukan oleh para pebisnis. Misal ketika mereka ingin melakukan tender. Seorang pebisnis yang profesional akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya saat melakukan negosiasi, berbeda dengan yang tidak. Menghalalkan segala cara untuk memenangkan suatu proyek. Sikap inilah yang dilarang dalam Islam, melakukan risywah demi keuntungannya sendiri.
Di sisi lain, dikisahkan oleh Al Qurthubi dalam karyanya Al Jami’ li Ahkam al Quran bahwa Ratu Balqis penguasa kerajaan Saba’ pernah memberikan hadiah termahal dan terbaik kepada Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Namun, Nabi menolaknya.
Hadiah yang diberikan Ratu tersebut untuk menguji Nabi. Jika Nabi adalah raja duniawi dia pasti suka dengan kemewahan dunia. Namun jika bukan, dia pasti tidak suka dengan harta dan gemerlapnya dunia. Bahkan ketika Nabi menolak percakapannya dicatat oleh Allah dalam Al Quran surat An Naml: 36 yang berbunyi, “Sulaiman berkata: ‘Apakah patut kamu menolongku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikanNya padamu. Tetapi, kamu merasa bangga dengan hadiahmu.’”
Sikap Nabi Sulaiman dalam menolak risywah dari Ratu Balqis dapat dicontoh. Karena, para Nabi-lah sebaik-baik teladan.
Lalu, Allah subhanahu wa ta’ala juga telah melarang hal yang berkaitan dengan risywah. Seperti berbunyi dalam surat Al Baqarah: 188, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Sementara itu berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), memberi risywah maupun menerimanya dihukumi haram. Karenanya, risywah perlu menjadi perhatian bersama. Larangan melakukan risywah ini juga terdapat dalam surat Al Maidah: 42 yang berbunyi, “Mereka (orang-orang Yahudi) itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang suht (haram).
Maka dari itu, risywah dihukumi haram baik bagi pemberi maupun penerima. Harta ataupun obyek dari penghubung antara pemberi dan penerima ini-pun menjadi haram meski asal mulanya halal.
Kemudian, orang-orang yang melakukan risywah ini tergolong orang-orang yang dilaknat oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Merekalah orang-orang yang suka memakan harta yang haram seperti orang-orang Yahudi.
“Dari Abdullah bin ‘Amr dia berkata, ‘Rasulullah melaknat pemberi suap dan penerima suap.’” (HR. Ahmad).
Karenanya, menghindari risywah ini dapat menghindarkan kita dari azab-Nya. Menjadi hamba yang terbaik di mata Allah, bukan dipandang terbaik hanya di mata ciptaanNya.
Kontributor: Ilham Prahardani