JAKARTA (Suaramuslim.net) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta pemerintah Indonesia tidak tinggal diam terhadap tragedi yang terjadi atas muslim Uighur yang diduga mendapat kekerasan HAM dari pemerintah Tiongkok.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu PKS Al Muzammil Yusuf dalam acara diskusi dan konferensi pers bertajuk ‘Kesaksian dari Balik Tembok Penjara Uighur’, yang diinisiasi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1).
“Tidak boleh lembaga Indonesia baik pemerintah, eksekutif, legislatif, yudikatif, dan rakyat mendiamkan ini, pelanggaran HAM terbesar di dunia internasional. Kalau Tiongkok melalaikan itu, perintah konstitusi kita adalah kemerdekaan adalah hak segala bangsa, perjuangan Uighur untuk merdeka harus didukung dunia internasional,” kata Muzammil.
Menurut Muzammil, Pemerintahan Indonesia harus meminta kejelasan dari pemerintahan Tiongkok atas apa yang terjadi di Uighur.
Indonesia, lanjutnya, atas perintah konstitusi di Pembukaan Undang-undang Dasar 45 harus berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia.
“Harus menyuarakan, pemerintah tempatnya di PBB, DPR tempatnya di IPU (Inter-Parliamentary Union). Di negara Asean tempat pemerintah, tempat DPR di IPA,” tambahnya.
Muzammil menilai suara Indonesia dirasa penting, layaknya RI memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
“Kita mendukung Palestina untuk merdeka. Karena tanah mereka dijajah oleh Israel. Uighur tahun ’44-’49 adalah negara merdeka, sekarang dijajah, dan bentuk jajahannya terhadap 35 juta, lebih besar dari penduduk Palestina. 1 juta kata International Human Right dalam konsentrasi. Bahkan sampai 3-5 juta yang diduga berada di sana,” kata dia.
Selain Muzammil, diskusi ini dihadiri oleh Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur (Uighur) Seyit Tumturk, mantan tahanan Uighur di Kamp Reedukasi Xinjiang, Gulbahar, Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur dan Juru Bicara Amnesty International Indonesia Haeril Halim.
Terakhir, Muzammil berencana mengajak mantan tahanan kamp penyiksaan ke DPR RI Senin (14/1/19).
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammas Nashir