Suaramuslim.net – Kiai Luqman menasihati kami di sebuah meja makan. Mejanya bundar. Di lantai 3 hotel Selyca Mulia Samarinda. Milik Haji Alung, penyokong dakwah di Kalimantan Timur. Kami memang menginap di sini.
Tangannya tegas mengarah ke kami.
“PENDUSTA KALIAN!!!”
Lalu ia melanjutkan.
“Apa yang teman-teman rasakan jika seorang ibu yang teman-teman cintai, menyebut teman-teman pendusta. Atau ada sahabat yang disegani tiba-tiba berkata demikian, apa yang kita rasakan? Pasti sakit…”
Bahasan lalu mengalir ke surah Al Ma’un,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”– Ayat 1
فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
“Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,” – Ayat 2
وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
“dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” – Ayat 3
Di situlah Allah dengan tegas menyebut kaum beragama sebagai pendusta agama. Terlihat beragama tetapi sebenarnya mendustakan agamanya. Terlihat beragama tetapi sebenarnya berpura-pura.
Siapa mereka?
Yang parameternya 2: tidak peduli dengan dengan anak yatim, dan juga tidak pernah mengajak apalagi memberikan makan orang miskin.
Inilah nilai Islam yang mendalam. Seorang muslim dituntut bermanfaat bagi lingkungan sesamanya. Kehadiran seorang muslim haruslah bermakna bagi sesamanya. Terutama kepada anak-anak yang lemah tanpa orang tua dan juga saudara-saudara yang terjerat dalam kemiskinan.
Masjid tersebut berada di perkampungan. Bukan di area kompleks. Untuk mengaksesnya Anda harus jalan kaki. Akses motor terakhir ada di bawah kaki tangga di bawah. Namanya juga masjid di perkampungan. Masuk gang.
Saya menyimak tulisan spidol di papan tulisnya. Saldo masjid Rp 456 juta. Iya, 456 juta. Kas masjid. Yang tertimbun.
Di sekitaran masjid nampaknya masih ada keluarga miskin yang sulit makan. Kemungkinan hanya makan 2x sehari. Bisa jadi nasi dengan kecap. Karena harga lauk mahal. Lokasinya juga gak jauh dari masjid. Tebakan saya rumah bedeng itu hanya 150 meter dari masjid.
Pertanyaannya? Sudahkah masjid itu membantu? Sudahkah masjid itu hadir ke rumah bedeng tersebut? Sudahkah kita sebagai jemaah masjid yang mengaku beriman bergerak mendata para dhuafa di sekitar masjid, menyediakan sembako, mendata anak yatim? Menyekolahkan anak yatim?
Inilah yang menjadi kegelisahan para barisan reformis masjid. Mengapa ada masjid yang tega menumpuk kas masjid ratusan juta bahkan miliran rupiah, padahal kemiskinan merajalela di sekitaran masjid.
Jangan bicara pembentukan karakter. Kemiskinan membutuhkan bantuan asupan langsung, barulah bisa bergerak ke pembinaan. Jangan bilang kemiskinan lahir karena karakter yang bersangkutan, jika kemiskinannya sudah terjadi 7 turunan, nampaknya itu sistem masyarakat yang gak mampu mengangkat kualitas hidup anggotanya, bukan lagi masalah karakter.
Beras 5 kg, kornet 1 pak, sarden 1 pak, minyak 1 liter, susu bubuk 200 gr, gula 1 kg dan beberapa bungkus mie instan. Nampaknya tidak lebih dari 150 ribu. Bisa untuk makan 4 orang selama sepekan. Logistik untuk 1 keluarga.
Bayangkan jika setiap masjid memiliki gerakan sembako Jumat. Setiap hari Jumat berbagi sembako. Penerimanya dipilih. Yang telah berhasil shalat Subuh berjemaah selama minimal 5 kali per pekan, baru boleh mendapatkan sembako.
Salurkan sembakonya. Setiap hari Jumat. Pasca shalat Jumat. Awali dengan taklim. Beri syarat shalat Subuh berjamaah minimal 5x sepekan. Itulah proses pembentukannya. Didik bangun sebelum adzan Subuh. Sediakan alat finger print di masjid. Cek absensi kehadirannya setiap pagi.
150 ribu rupiah. Sebuah keluarga dhuafa bisa makan selama sepekan. Berarti untuk membantu 100 keluarga terpilih hanya butuh 15 juta. Berarti sebulan masjid cukup menganggarkan.
15 juta sebulan, jemaah masjid yang mampu dan menengah ada 100 KK. Maka cukup 1 keluarga mampu, sedekah 150 ribu per pekan untuk 1 keluarga dhuafa. Maka 1 masjid bisa layani 100 keluarga dhuafa.
Bayangkan jika hal ini dilakukan di 100 ribu masjid, maka ada 10 juta keluarga miskin yang terbantu. Bayangkan jika terjadi di 200 masjid, maka akan ada 20 juta keluarga miskin yang dibantu kebutuhan dasar hidupnya.
Berapa masjid di Indonesia? Ada 1 juta masjid. Silakan hitung sendiri dampak sosialnya.
Sebuah program yang didorong langsung oleh Allah.
Sebuah program yang harus dilaksanakan, karena diawali dengan ancaman.
Sebuah program dari umat untuk umat, tanpa APBN, tanpa APBD, tetapi menjawab kebutuhan umat.
Semoga masjid-masjid dengan kas berlimpah insyaf. Menginsyafi ancaman Allah di surah Al Ma’un. Dan serius membelanjakan kasnya untuk memberantas kemiskinan di tubuh umat.
Kas masjid: kumpulkan – salurkan. Bukan diendapkan.**
Penulis: Rendy Saputra*
*Ketua Jejaring Masjid Titik Cahaya
**Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net