SURABAYA (Suaramuslim.net) – Istilah unicorn menjadi ramai dibincangkan oleh warga net setelah kata ini muncul dalam debat capres putaran kedua pada Ahad (17/2) malam lalu.
Capres petahana Joko Widodo menanyakan perihal unicorn kepada capres penantang, Prabowo Subianto. Prabowo menyebut bahwa hal mendasar dalam perekonomian di Indonesia adanya disparitas ekonomi. Segelintir orang menguasai setengah kekayaan di Indonesia. Sehingga, menurut Prabowo kalau ada unicorn, ia khawatir akan mempercepat uang negara kita lari ke luar negeri.
Prabowo menyebutkan hal itu bukan karena pesimistis. Cuma kekhawatiran karena sistem e-commerce dan yang lainnya itu memungkinkan arus uang ke luar negeri semakin tidak terkontrol.
“Kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia. Menteri mengakui ada 11.400-an triliun rupiah uang Indonesia di luar negeri. Uang yang ada di bank-bank di Indonesia hanya 5 ribu sampai 6 ribu triliun. Berarti lebih banyak uang kita di luar negeri,” kata Prabowo.
Menanggapi hal tersebut, redaksi SMNET menanyakan langsung kepada ekonom Universitas Airlangga Surabaya, Dr Imron Mawardi dalam talkshow Ranah Publik di radio Suara Muslim Surabaya, Senin (18/2) pagi.
Imron menyebut unicorn adalah istilah untuk menyebut start-up yang nilainya sudah di atas 1 miliar dolar AS. Namun ironisnya kebanyakan investor justru bukan dari pengusaha lokal.
“Kalau kita lihat kenyataannya start-up yang muncul ini pada akhirnya diakuisisi pihak asing. Kita lihat misalnya Go-Jek. Siapa yang masuk di sana? Begitu juga yang lain. Khususnya yang berbasis teknologi.” Ujar Imron yang juga sebagai Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Jatim.
Karena start-up ini memberikan harapan yang besar, lanjut Imron, banyak investor yang masuk berinvestasi dan kebetulan mayoritasnya investor asing.
“Menurut saya yang mereka pentingkan adalah data base. Jadi ada benarnya kalau Prabowo itu mengkhawatirkan ketika tidak ada pengusaha Indonesia yang menguasai unicorn,” ucapnya.
Imron pun memberikan solusi agar unicorn tidak dikuasai asing.
“Sebenarnya bisa dengan model crowd funding. Ini kekuatannya luar biasa. Misalnya ada platform yang bagus dan didorong oleh pemerintah untuk dimiliki banyak orang melalui crowd funding. Mestinya begini. Tidak dengan cara ketika ada yang bagus dan kemudian yang masuk adalah investor besar dari luar negeri,” katanya memberi solusi.
Imron juga khawatir, ketika ada investor besar dari Tiongkok yang mendanai unicorn di Indonesia dan sudah memiliki data base pelanggan yang jumlahnya jutaan orang.
Di sisi lain, lanjutnya, pengawasannya tidak mudah. Menteri Keuangan merasa transaksi banyak sekali tetapi pendapatan pajak dari sektor ini masih belum terkumpul dengan baik.
“Ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah. Harus ada regulasi yang mencegah uang transaksi di negeri kita terus mengalir ke negeri orang,” pungkasnya.
Editor: Muhammad Nashir