Suaramuslim.net – Kita tentu tidak asing dengan budaya barat yang menambahkan nama suami di belakang nama istri. Termasuk memanggilnya dengan Mrs. atau Nyonya nama suami. Nah, sebagai muslim yang selalu ingin lebih baik, mari kita simak bagaimana agama Islam mengajarkan untuk menyandarkan setiap nama kepada nama ayahnya. Jika kita telanjur keliru, semoga tidak demikian dengan anak–anak kita.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Aku memiliki seorang saudara laki–laki yang digelari beliau dengan Abu Umair. Jika beliau bertemu dengannnya, beliau bertanya, “Hai Abu Umair, sedang apa si Nughair (nama seeokor burung yang sedang bersama saudara anas itu)?”
Dr Abdullah Nashih Ulwan menyampaikan dalam bukunya “Tarbiyatul Aulad: Pendidikan Anak dalam Islam”, di antara prinsip pendidikan Islam adalah menyandarkan nama anak pada ayahnya ( kun – yah Abu Fulan). Pemberian gelar seperti yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadis di atas, mampu memberikan pengaruh positif kepada jiwa sang anak serta pendidikannya.
Adapun manfaaatnya antara lain:
- Mengembangkan perasaan mulia dan terhormat pada jiwa sang anak.
- Mengembangkan kepribadian sosialnya, agar ia merasa telah mencapai kedudukan orang dewasa dan merasa dihormati.
- Memberi keramahan dan rasa senang pada anak dengan nama panggilan yang ia sukai.
- Membiasakan tata krama berbicara di kalangan orang dewasa dan anak–anak yang sebaya.
Anjuran memberi nama panggilan (gelar)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan Aisyah radhiyallahu ‘anha menggunakan gelar Ummu Abdillah. Gelar ini atas nama keponakan Aisyah ra. yang bernama Abdullah, putra Zubair bin Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar ra.
Sebelum punya anak, Anas bin Malik dipanggil dengan nama Abu Hamzah. Begitu juga dengan Abu Hurairah yang dipanggil dengan gelarnya Abu Hurairah dari sebelum memiliki anak.
Namun Islam juga membolehkan menggelari seseorang yang sudah punya anak dengan nama selain nama anaknya. Seperti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, padahal ia tidak punya anak yang bernama Bakar. Juga Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anha yang digelari Abu Hafsh, padahal ia tidak memiliki anak perempuan bernama Hafsh, begitu pula dengan Khalid bin Walid yang dipanggil dengan Abu Sulaiman, padahal tidak memiliki putra bernama Sulaiman, serta banyak lagi contoh seperti ini.
Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian nama dan panggilan (penyandaran)
Pertama, jika tidak terjadi kesepakatan dari kedua orang tua tentang penentuan nama atau gelar, maka penamaan menjadi hak ayah. Al Quran menjelaskan bahwa keturunan seorang anak disandarkan kepada ayahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
“Panggilah mereka (anak–anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak–bapak mereka: Itulah yang lebih adil pada sisi Allah.” ( QS Al Ahzab: 5)
Kedua, tidak boleh menjuluki anak dengan julukan yang buruk, seperti: qashir (si pendek), a’war (si mata satu), akhras ( si bisu), khansa’ (si bencong) dan lain sebagainya.
Ketiga, aturan tentang memberi nama panggilan dengan nama Abdul Qasim (gelar Nabi saw.). Para ulama sepakat bahwa boleh menggunakan nama Nabi saw. untuk nama anak–anak, dengan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anha.
Di mana ia berkata, “Telah lahir anak seseorang, lalu ia menamakannya Muhammad. Kemudian kaumnya berkata kepadanya, ‘Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama anakmu dengan nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Lalu ia pergi (menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) sambil menggendong anaknya. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, anakku telah lahir, lalu aku namakan Muhammad. Kemudian kaumku berkata: Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama anakmu dengan nama Rasulullah saw..
Maka lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Namakan anak kalian dengan namaku, namun jangan gelari anakmu dengan gelarku. Karena aku adalah Qasim (pembagi), yang membagi kalian.”
Nah, begitulah aturan Islam dalam pemberian nama dan gelar kepada anak, yang sejatinya juga berkaitan erat dengan proses mendidik anak. Semoga Allah memudahkan kita dalam menaati ajaran Islam dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.