Suaramuslim.net – Gampangnya, mental block adalah hambatan mental yang menghalangi seseorang untuk mencapai tujuan.
Hal ini bisa terjadi karena trauma di masa lalu, atau karena adanya pendidikan (pembinaan), atau nasihat (taujih) yang keliru yang terus diulang secara terus menerus sehingga menjadi semacam program bawah sadar sistem hidup yang terbawa hingga terbentuk pada diri seseorang, lalu menjadi semacam sabotase terhadap dirinya.
Terkait dengan kondisi seperti ini, ada satu untaian syi’ir Imam Syafi’i yang sangat cocok untuk menghancurkan mental block seperti ini.
Selamat menyimak!
Pada baris pertama dari syi’ir Imam Syafi’i, beliau menjelaskan bahwa bertahan terus menerus pada zona aman itu tidak cocok bagi mereka yang berakal dan beradab. Beliau berkata:
مَا فِي الْمَقَامِ لِذِيْ عَقْلٍ وَذِيْ أَدَبِ مِنْ رَاحَةٍ فَدَعِ الْأَوْطَانَ وَاغْتَرِبِ
“Tidak ada tempat bagi setiap orang yang mempunyai akal dan adab untuk berleha-leha (bersantai), menikmati zona amannya. Oleh karena itu, hendaklah ia meninggalkan kampung halamannya dan hidup mengembara!”
Selanjutnya beliau berkata:
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضًا عَمَّنْ تُفَارِقُهُ ÷ وَانْصَبْ فَإِنَّ لَذِيْذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
“Maka pergilah! Niscaya engkau akan mendapatkan pengganti orang yang engkau berpisah dengannya.”
Memang, pergi mengembara, meninggalkan kampung halaman dan berpisah dengan orang-orang yang dicintai, adalah sesuatu yang berat dan melelahkan, baik secara raga, maupun secara psikologis.
Namun demikian, Imam Syafi’i berargumen, “Dan bercapek-capeklah, sebab, rahasia kelezatan hidup itu terletak pada capek”!!
Selanjutnya, Imam Syafi’i menjelaskan argumen-argumen kauni terkait dengan “mazhabnya” ini.
1. Argumen Pertama
Beliau berkata:
إِنِّيْ رَأَيْتُ وُقُوْفَ الْمَاءِ يُفْسِدُهُ ÷ إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
“Sesungguhnya, aku melihat diamnya air di suatu tempat, justru menjadikan air itu rusak. Namun, jika air itu bergerak ke sana kemari, niscaya air itu menjadi baik. Sebaliknya, jika air itu tidak mengalir, maka air itu tidak menjadi baik.”
2. Argumen Kedua
وَالْأُسْدُ لَوْلَا فِرَاقُ الْأَرْضِ مَا افْتَرَسَتْ ÷ وَالسَّهْمُ لَوْلَا فِرَاقُ الْقَوْسِ لَمْ يُصِبِ
“Dan singa, kalau saja dia tidak mau meninggalkan kampung halamannya, niscaya ia tidak akan dapat mangsa untuk dia makan.”
“Dan anak panah, kalau ia tidak mau berpisah dengan busurnya, niscaya ia tidak akan mengenai sasaran”!!
3. Argumen Ketiga
وَالشَّمْسُ لَوْ وَقَفَتْ فِي الْفُلْكِ دَائِمَةً ÷ لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عَرَبٍ وَمِنْ عَجَمِ
“Dan matahari, seandainya berdiam di angkasa pada satu titik, niscaya orang akan bosan, baik dari kalangan Arab maupun non Arab.”
4. Argumen Keempat
وَالتِّبْرُ كَالتُّرَابَ مُلْقىًى فِيْ أَمَاكِنِهِ ÷ وُالْعُوْدُ فِيْ أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنَ الْحَطَبِ
فَإِنْ تَغَرَّبْ هَذَا عَزَّ مَطْلَبُهُ ÷ وَإِنْ تَغَرَّبْ ذَاكَ عَزَّ كَالذَّهَبِ
Bahan baku emas yang masih ada di alam, ia tidaklah berbeda dengan debu lainnya. Kayu harum yang masih hidup di alamnya, dia tidak lebih dari satu kayu biasa.
Namun, saat si kayu harum mati dan meninggalkan hutan, ia menjadi sesuatu yang dicari-cari.
Dan saat bahan baku emas mau mengembara meniggalkan tempat asalnya, ia pun menjadi mulia dan mahal sebagai perhiasan emas.
Disadur dari artikel Musyafa Ahmad Rahim, Lc, MA