JAKARTA (Suaramuslim.net) – Kepolisian RI (Polri) memperingati hari ulang tahun ke-73 hari ini yang juga sering disebut Hari Bhayangkara, Senin (1/7).
Saat ini kepolisian sudah berusia 73 tahun yang berdiri sendiri terpisah dari TNI, namun fakta itu belum mampu membuat kepolisian terbebas dari masalah netralitas, terutama di tahun-tahun politik.
Dalam pemilu 2019, pihak kepolisian ditengarai kehilangan netralitas dalam menangani beberapa ujaran kebencian dan kasus makar. Pihak kepolisian seringkali sangat cepat menindak kasus ujaran kebencian apabila merugikan pihak pemerintah.
“Ada bagian-bagian kritis, kepolisian terseret dalam ketidaknetralan. Seperti penanganan ujaran kebencian dan kasus makar sangat cepat ditangani apabila dilakukan kubu opisisi,” ujar Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andrayani dalam konferensi Pers KontraS, Senin (1/7), di Kantor KontraS, Jakarta Pusat.
Netralitas kepolisian, lanjutnya, juga sangat buruk dalam kasus kebebasan berkumpul dan bersyarikat sebagaimana yang dijamin UU.
Menurut KontraS seringkali kebebasan berkumpul dilanggar oleh kepolisian apabila diadakan oleh pihak oposisi.
“Tuduhan-tuduhan keberpihakan sepertinya mendapatkan pembenaran kalau kita lihat pembatasan berkumpul. Seperti 2019 ganti presiden, atau aksi massa yang dianggap menganggu stabilitas politik.” Katanya.
“Penggunaa UU ITE, tuduhan makar. Itu juga dilakukan oleh pihak kepolisian. Netalitas kepolisian banyak dipertanyakan masyarakat. Ada motif penegakan hukum yang berpihak kepada pemerintah,” tambahnya.
Sementara itu beberapa waktu yang lalu, Amnesty International Indonesia (AII) menyatakan Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri melakukan pelanggaran HAM serius terhadap warga tak berdaya saat melakukan penyisiran di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, usai kerusuhan 22 Mei.
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir