Istiqomah Bersedekah

Istiqomah Bersedekah

Istiqomah Bersedekah
Ilustrasi sedekah. (Ils: Dribbble/Steve Wolf)

Suaramuslim.net – Allah subhanahu wa ta’ala mencintai amalan yang konsisten. Dalam bahasa kerennya istiqomah. Kecil tidak masalah yang penting istiqomah. Itu perkataan sebagian orang dan bisa dibenarkan. Bersedekah termasuk amalan yang bisa mendatangkan kesehatan. Jika berkeinginan sehat yang istiqomah maka sedekah juga istiqomah.

Sedekah menjadi tanda ketakwaan. Di dalam sedekah melekat pelakunya disebut muttaqin. Maka orang bertakwa salah satu kebiasaannya adalah sedekah. Seorang dermawan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ”(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat senang dan pada saat susah dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

Dari ayat di atas disimpulkan ada tiga ciri takwa. Jika dikaitkan dengan puasa ramadan kemarin jadi instrumen sukses dalam puasa. Sehingga dalam keadaan demikian diharapkan takwa bisa didzahirkan.

1. Gemar sedekah baik dikala senang maupun susah

Sebagaimana pembahasan di atas sedekah menjadi ciri dari orang bertakwa. Saat ramadan di akhir ada zakat fitrah. Zakat fitrah sebagai simbol rapor kelulusan puasa dengan ditandai peduli kepada sesama.

Jika dikaitkan dengan QS Ali Imran pada kalimat “yunfiquuna” berbentuk fiil mudhori bermakna kegiatan yang terus berlangsung sehingga bisa dikatakan zakat fitrah sebagai pancingan awal untuk peduli kepada sesama. Tidak ada kata berhenti, tidak ada kata momen dalam satu bulan saja.

2. Mampu menahan amarah

Al Kadhim bermakna orang yang menahan dalam QS Ali Imran serumpun kata Al Kadhimah yang bermakna termos. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu berfungsi sebagai penahan. Satu penahan untuk amarah tidak keluar dari dada. Satunya lagi penahan untuk air panas agar hawa panas tidak keuar dari mulut termos.

Orang yang bertakwa mampu menjaga amarah dalam dada. Tidak diluapkan dengan mulut, tangan atau kaki. Tidak gila disebabkan amarah. Orang kuat dalam definisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan yang kuat bergulat tapi yang kuat menahan amarah meski dapat melampiaskan. Seorang atasan yang menemukan kesalahan bawahan pastinya mampu memarahi dengan kasar. Namun ia tahan dengan memberikan bimbingan yang pantas agar bekerja dengan baik.

3. Memaafkan kesalahan orang lain

Siapa manusia yang tidak punya salah. Baik salah dengan Allah sebagai Tuhan juga manusia sebagai saudara sesama makhluk. Memaafkan kesalahan orang lain mungkin berat. Apalagi kesalahan yang menyakitkan hati. Bisa berat. Momen lebaran merupakan pancingan awal untuk bermaaf-maafan. Tidak berhenti di bulan syawal saja.

Kembali kepada keistiqomahan dalam kaitan ketakwaan begitu erat. Maka selepas puasa tentu yang diharapkan bisa menjadi orang yang bertakwa. Dan memang itu tujuan dari berpuasa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah: 183).

Jangan sampai puasa yang didapat hanya lapar dan haus. Tidak mendapat apapun hanya fisik saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Betapa banyak orang berpuasa namun ia tak mendapatkan apapun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Ahmad). Alangkah merugi jika memang dapatnya seperti itu.

Sudahkah kita termasuk orang yang bertakwa nan istiqomah dengan bersedekah?

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment