Suaramuslim.net – Melantunkan ayat-ayat suci dengan indah nan merdu adalah salah satu impian yang dimiliki setiap muslim. Meski demikian, ulama berselisih pendapat tentang bolehnya membaca merdu ayat-ayat Al-Qur’an. Berikut ulasannya.
Keindahan Al-Qur’an tak hanya terbatas indahnya nada-nada ketika dibaca. Lebih dari itu, Al-Qur’an menjadi begitu indah karena pada susunan huruf, kalimat, atau bahasa sastra tingkat tinggi yang digunakan. Lebih dari itu, keindahan makna yang terkandung di dalamnya, yang tidak bisa disangkal.
Kedahsyatan bacaan Al-Qur’an dapat meluluhkan hati Umar bin Khatab yang kemudian memeluk Islam. Karena, ayat-ayat Al-Qur’an tersebut bila dilantunkan niscaya akan menggetarkan hati bagi mereka yang beriman.
Ulama Berbeda Pendapat Tentang Bolehnya Membaca Merdu Al-Quran
Ternyata, menyikapi nada-nada merdu saat membaca Al-Qur’an, beberapa ulama berselisih pendapat. Dilansir dari laman republika.co.id, Basyar Awad Ma’ruf memiliki pendapat lain dalam bukunya yang berjudul al-Bayan fi Hukm at-Taghanni bi Al-Qur’an. Ia menjelaskan bahwa, “Para ulama tidak bersepakat menyikapi pembacaan Al-Qur’an dengan berbagai ragam nada dan lagu, seperti seni tilawah atau tartil Al-Qur’an yang banyak populer sepanjang sejarah,” jelasnya.
Argumentasi yang dikemukakan ialah berdasarkan sejumlah hadist. Dalil yang pertama ialah hadist dari Hudzaifah bin al-Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam memperingatkan di sabdanya tersebut agar hendaknya tidak membaca Al-Qur’an dengan nada (lahn), seperti ahlul kitab dan orang fasik.
Hadits kedua yang menjadi landasan adalah riwayat Abis bin Abas al-Ghifari yang dinukilkan oleh Ahmad dan Thabrani. Di riwayat itu, Rasulullah bersabda, “Salah satu tanda akan datangnya hari akhir, yaitu munculnya kalangan yang tidak berkompeten dengan Al-Qur’an, hanya pandai melagukannya.”
Berbeda dengan pendapat diatas, pandangan yang kedua menyatakan, membaca Al-Qur’an dengan tilawah atau tartil berikut macam-macam lagunya diperbolehkan. Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan komentar yang cukup proporsinonal. Menurut penulis Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhariitu, memperindah bacaan Al-Qur’an sangat dianjurkan, jika tidak mampu maka berusahalah semampunya. Pendapat ini juga didukung oleh Abu Hanifah, Syafi’i, Abdullah bin al-Mubarak, at-Thabari, Ibn Bathal, Abu Bakar Ibn al-Arabi, dan Ibn Qayyim al-Jauziyah. Deretan nama dari sahabat juga berpandangan yang sama, antara lain, Umar bin Khatab, Ibnu Abas, Abdullah bin Mas’ud, dan lainnya. Syekh Rasyid Ridha, Syekh Labib as-Sa’d, dan Dr Abd al-Mun’im al-Bahi, termasuk pendukung diperbolehkannya pembacaan Al-Qur’an dengan cara dilagukan dari kalangan ulama kontemporer.
Nabi Membaca Al Qur’an dengan Merdu
Hadits yang menjadi landasannya adalah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah tidak pernah mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan Nabi yang indah suaranya melantunkan Al-Qur’an dan mengeraskannya.” (HR. Bukhari no. 5024 dan Muslim no. 792).
Kemudian Dari Al Bara’ bin ‘Aazib, ia berkata,“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam surat isya surat Ath-Thiin (wath thiini waz zaituun), maka aku belum pernah mendengar suara yang paling indah daripada beliau atau yang paling bagus bacaannya dibanding beliau.” (HR. Bukhari no. 7546 dan Muslim no. 464)
Dari beberapa hadist tersebut di atas, dikutip dari rumaysho.com, ada beberapa faedah yang diambil dari beberapa hadits di atas:
- Dibolehkan memperindah suara bacaan Al Qur’an dan perbuatan seperti itu tidaklah makruh. Bahkan memperindah suara bacaan Al Qur’an itu disunnahkan.
- Memperbagus bacaan Al Quran memiliki pengaruh, yaitu hati semakin lembut, air mata mudah untuk menetes, anggota badan menjadi khusyu’, hati menyatu untuk menyimak, beda bila yang dibacakan yang lain. Itulah keadaan hati sangat suka dengan suara-suara yang indah. Hati pun jadi lari ketika mendengar suara yang tidak mengenakkan.
- Diharamkan Al Quran itu dilagukan sehingga keluar dari faedah dan aturan tajwid atau huruf yang dibaca tidak seperti yang diperintahkan. Pembacaan Al Quran pun tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan, bentuk seperti itu diharamkan.
- Termasuk bid’ah kala membaca Al Quran adalah membacanya dengan nada musik.
- Disunnahkan mendengarkan bacaan Al Quran yang sedang dibaca dan diam kala itu.
- Disunnahkan membaca pada shalat ‘Isya’ dengan surat qishorul mufashol seperti surat At Tiin.
Apa yang Dimaksud “Yataghonna bil Quran”?
Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan dengan,
يُحَسِّن صَوْته بِهِ
“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”
Namun bisa pula maknanya ‘yataghonna bil quran’ adalah mencukupkan diri dengan Al Quran, makna lain pula adalah men-jaher-kan Al Qur’an. Demikian keterangan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 6: 71. (muf/smn)