Suaramuslim.net – Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan dalam orasi dan sosialisasi Pilar-pilar MPR RI di kegiatan Halal bi Halal dan Silaturahim Spirit 212 mengatakan dengan tegas bahwa Islam bukan agama intoleran.
“Takbir itu bukan Radikal,” ungkap Zulkifli Hasan dalam orasinya di kegiatan yang digelar di PP. Al-Ishlah, Bondowoso, Ahad (23/07). Ia justru menganggap bahwa sikap tersebut adalah sikap pancasilais.
Ia membantah anggapan bahwa umat Islam adalah umat intoleran, radikal dan anti pancasila. Menurutnya, umat Islam adalah umat yang paling toleran. Ia menambahkan, umat Islam justru tidak perlu diajarkan lagi mengenai toleransi karena sudah paham benar bagaimanana cara menerapkannya. “Umat Islam itu sudah khatam tentang toleransi,” tegasnya.
Konflik penistaan agama yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu adalah bukti bahwa umat Islam adalah umat yang pancasilais karena menjalankan sila pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa.”
Ia menambahkan, bahwa jika masyarakat ingin memiliki gubernur muslim, itu merupakan pelaksanaan pancasila dengan baik. “Bukankah itu sila pertama?” tanyanya kepada audience.
Menurutnya, jika umat Islam berkeinginan dipimpin oleh pemimpin muslim, itu adalah hak, karena sebagian besar rakyat beragama Islam.
Ia menjelaskan, jika umat Islam kompak, maka umat Islam akan mampu memenuhi hak-hak yang terbengkalai selama ini. Aksi 212 adalah bukti bahwa kekompakan umat Islam akan menghasilkan kekuatan yang besar.
Tiga Pilar dalam Memajukan Bangsa
Dalam orasinya, Zulkifli Hasan juga mengungkapkan beberapa hal yang dapat menjadi pilar-pilar kemajuan bangsa.
Pertama, menguasai ilmu pengetahuan. Menurutnya, jika menginginkan bangsa yang maju umat Islam harus menguasai berbagai aspek ilmu pengetahuan. Dengan menguasai ilmu pengetahuan, maka akan dapat menguasai berbagai sektor.
Kedua, meluruskan nilai-nilai berkehidupan. “Jangan mudah melakukan segala sesuatu karena uang,” ungkapnya tegas. Jika itu terus dilakukan maka nilai-nilai kehidupan umat akan hancur dan kesenjangan pun akan muncul.
Ketiga, kepercayaan satu sama lain. Dalam hal ini ia mengungkapkan bahwa, ini membutuhkan sinergi dari berbagai elemen. “Kepercayaan akan timbul jika kebijakan berpihak pada masyarakat,” ungkapnya.
Namun, kepercayaan tidak akan terbangun apabila pemerintah justru malah mengadu domba masyarakat dengan ulama, mengkriminalisasikan ulama. “Stop Perbedaan, Stop timbulkan perpecahan!” tegasnya dengan suara lantang.
Ia menegaskan bahwa jika kekompakan dan persatuan diutamakan dalam hal berbangsa dan bernegara. Dengan menjadi umat yang kompak, tidak berpecah belah, dan mencintai persatuan akan membentuk umat yang kuat.
“Kalau kompak, jumlah mayoritas sebanyak 85% bisa dikonversi menjadi kekuatan ekonomi dan umat Islam mampu menguasai berbagai sektor,” tegasnya lagi.
Dengan begitu, umat Islam dapat mengelola segala sumber daya dengan maksimal. “Umat Islam bisa menjadi ‘tuan rumah’ di negerinya sendiri,” tutupnya. (muf/smn)