SENTANI (Suaramuslim.net) – Fuad tengah duduk sambil mengobrol dengan sesama pengungsi korban tragedi Wamena di posko pengungsian Masjid Al-Aqso, Sentani, Jayapura, Sabtu (5/10). Tak banyak aktivitas yang dapat dilakukan, ia tak lagi bekerja akibat harus mengungsi di Sentani. Saat itu ia hanya berharap bisa pulang ke kampung kelahirannya di Jember, Jawa Timur.
Fuad merupakan salah satu dari ratusan orang yang saat ini menempati pengungsian di Masjid Al-Aqso. Mereka menempati ruangan seadanya untuk istirahat. Sementara untuk pemenuhan makan, mereka menggantungkan pada makanan siap santap dari dapur umum yang disiapkan berbagai pihak.
“Untuk sekarang saya hanya ingin pulang ke Jember, belum mau ke Wamena masih trauma,” ungkap Fuad kala itu.
Walau keinginannya hanya kembali ke kampung kelahirannya, namun Fuad tetap akan kembali ke Wamena ketika kondisi dapat dipastikan telah kembali aman. Sejak 2003 lalu, ia memboyong keluarganya ke Wamena untuk merantau dan mencari nafkah.
Hal yang sama dilakukan Herman, warga Wamena asal Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Belasan tahun ia merantau ke Wamena bersama keluarganya, namun untuk saat ini ia membawa pulang istri dan anaknya kembali ke kampung kelahiran. Herman, keluarganya, serta puluhan orang lainnya menumpang Pesawat Garuda Indonesia yang difasilitasi ACT, pasca tragedi Wamena, Sabtu (5/10).
Fuad dan Herman merupakan dua di antara korban tragedi Wamena yang masih ingin kembali ke Wamena. Untuk saat ini mereka hendak kembali ke kampung kelahiran dan berencana akan kembali ke Wamena tanpa keluarga terlebih dahulu.
“Kalau kembali ke sana (Wamena) lagi itu pasti, tapi tanpa keluarga dulu dan belum tahu kapan. Mungkin dua atau tiga bulan lagi menunggu kondisi aman,” ungkap Herman yang bekerja sebagai pedagang di Wamena.
Kini keadaan di Wamena berangsur kembali kondusif. Kegiatan belajar mengajar pun mulai masuk per Senin (7/10) ini. Walau begitu, kegiatan sekolah masih belum maksimal karena sebagian besar guru dan murid masih mengungsi di luar Wamena. Begitu pula dengan kerusakan-kerusakan bangunan, sebagai dampak kerusuhan yang pecah selama beberapa hari.
Sumber: ACT Jatim
Editor: Muhammad Nashir