Suaramuslim.net – Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumadil Akhir 1404 H atau Maret 1984 memfatwakan tentang hukum adopsi sebagai berikut:
- Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan).
- Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syariah Islam.
- Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh yang dianjurkan oleh agama Islam.
- Pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing selain bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa.
Dalil-Dalil Tentang Adopsi
- Al-Quran Surat Al-Ahzab Ayat 4
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
“Dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri) yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menujukkan jalan yang benar.”
- Al-Quran Surat Al-Ahzab Ayat 5
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ
“Panggilah mereka (anak angkat) itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang paling adil di hadapan Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudaramu seagama dan maula-maula (hamba sahaya yang dimerdekakan).”
- Surat Al-Ahzab Ayat 40
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
- Sabda Nabi Muhammad
“Tidak seorang pun mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur.” (Al-Bukhari dan Muslim).
- Sabda Nabi Muhammad
“Barang siapa yang mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayahnya padahal ia tahu bahwa bukan ayah kandungnya, haram baginya surga.” (Al-Bukhari dan Muslim).
- Perkataan Sahabat
“Dari Abdullah bin Umar bin Khattab, ia berkata: “Kami tidak memanggil Zaid bin Haritsah melainkan (kami panggil) Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat Al-Quran: Panggilah mereka dengan nama ayah (kandung mereka), itulah yang lebih adil di sisi Allah.” (Al-Bukhari).
- Dalam tafsir ayat Al-Ahkam, halaman 263, jilid 2 oleh Muhammad Ali-As-Sabuni dijelaskan sebagai berikut
“Sebagaimana Islam telah membatalkan Zihar: demikian pula halnya dengan tabanni (mengangkat anak), syariat Islam telah mengharamkannya, karena tabanni itu menisbahkan seorang anak kepada yang bukan bapaknya, dan itu termasuk dosa besar yang mewajibkan pelakunya mendapat murka dan kutukan Tuhan.”
“Sesungguhnya Imam Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadis dari Sa’ad bin Abi Waqqas, bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mengakui (membanggakan) diri kepada yang bukan ayahnya, maka wajiblah ia mendapat kutukan Allah, Malaikat-Malaikat, dan sekalian manusia, serta Allah tidak menerima dari padanya tasarruf dan kesaksiannya.”
- Mahmud Syaltut dalam bukunya al-Fatawa, halaman 292 menulis
Untuk mengetahui hukum Islam dalam masalah “tabanni” perlu dipahami bahwa “tabanni” itu dua bentuk. Salah satu di antaranya bahwa seseorang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri, dalam rangka memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya, dan secara hukum anak itu bukan
“Tabanni” seperti ini adalah perbuatan yang pantas dikerjakan oleh mereka orang-orang yang luas rezekinya, namun ia tidak dikaruniai anak. Baik sekali jika mengambil anak orang lain yang memang kekayaannya perlu, mendapat rasa kasih sayang ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan kesempatan belajar kepadanya. Karena orang tua kandung anak yang bersangkutan tidak mampu (fakir miskin). Tidak diragukan lagi bahwa usaha semacam merupakan perbuatan yang terpuji dan dianjurkan oleh agama serta diberi pahala.
Bagi ayah angkat, boleh mewasiatkan sebagian dari peninggalannya untuk anak angkatnya, sebagai persiapan masa depannya, agar ia merasakan ketenangan hidup.