SURABAYA (Suaramuslim.net) – Peringatan Hari Pahlawan di Surabaya, menampilkan dengan jelas fragmen sejarah peran ulama dan laskar-laskar santri dalam pertempuran 10 November 1945. Hal ini terlihat dari narasi dan teatrikal Parade Juang yang diselenggarakan oleh Pemkot Surabaya di Tugu Pahlawan dan Taman Bungkul, Sabtu (9/11).
Juga pada hari Ahad (10/11) dalam apel Peringatan Hari Pahlawan di Balai Kota Surabaya. Untuk pertama kalinya lagu Mars “Syubbanul Wathan” dinyanyikan di acara resmi pemerintah kota.
“Lagu yang dikarang oleh KH. Wahab Hasbullah ini dulu digunakan untuk menyemai nasionalisme di kalangan santri. Syairnya berbahasa Arab supaya tidak dimengerti oleh Belanda maupun Nippon (Jepang). Ini adalah strategi cerdik para ulama saat itu untuk mengajarkan bahwa mencintai negeri merupakan sesuatu yang inheren dari keimanan,” ujar Ketua PCNU Surabaya, Dr Achmad Muhibbin Zuhri M.Ag dalam rilis yang diterima Suaramuslim.net, Ahad (10/11).
Dari sinilah, jelas Muhibbin, mudah dipahami mengapa saat AFNEI yang diboncengi NICA datang ke Surabaya pada September 1945, KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Fatwa Jihad dan konsul-konsul ulama se-Jawa dan Madura mengeluarkan Resolusi Jihad. Inilah yang membuat resonansi perlawanan rakyat secara masif. Puncaknya adalah pertempuran 10 November.
Muhibbin Zuhri mengapresiasi upaya Pemkot Surabaya yang sudah mengingatkan kembali peran kiai dan santri dalam perjuangan kemerdekaan tersebut.
“Saya atas nama PCNU dan warga nahdliyin se-Surabaya mengapresiasi pemkot atas terselenggaranya peringatan Hari Pahlawan tahun ini. Bagi kami, menyatakan fragmen sejarah yang sempat “hilang” dari historiografi perang kemerdekaan ini adalah hal yang sangat luar biasa. Sehingga generasi sekarang yang akan datang memperoleh narasi utuh sejarah bangsanya,” ujar Muhibbin dalam rilis yang diterima Suaramuslim.net, Ahad (10/11).
Alhamdulillah, lanjutnya, pada Hari Pahlawan tahun ini bertambah keberkahan dengan penetapan KH. Masjkur (Pimpinan Lasjkar Hisboellah, Mantan Ketua Umum PBNU) sebagai Pahlawan Nasional.
Editor: Muhammad Nashir