Suaramuslim.net – Mulai tahun 2020 ada aturan baru terkait syarat menikah yang tak bisa hanya modal cinta. Aturan baru di era Jokowi – Maruf Amin adalah sertifikasi perkawinan atau pernikahan. Program sertifikasi perkawinan ini sendiri bakal dicanangkan oleh Kemenrterian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dn Kebudayaan (PMK).
“Jadi sebetulnya setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga,” kata Menko PMK Muhadjir Effendy, Rabu (13/11/2019).
Muhadjir menyebut, program sertifikasi perkawinan ini baru akan dimulai tahun 2020. Lamanya kelas bimbingan untuk setiap calon suami istri hingga akhirnya mendapat sertifikat yaitu tiga bulan. Nantinya, Kemenko PMK juga akan menggandeng Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan program ini. Kementerian Kesehatan akan menjadi pihak yang memberi informasi soal kesehatan dan penyakit seputar orang tua dan keluarga, sementara Kementerian Agama berkaitan dengan urusan pernikahan.
Dilansir dari hipwee.com, memang sih, kalau melihat pembekalan yang sudah lebih dulu dilakukan KUA, selama ini ya cuma sebatas diberi nasihat-nasihat aja. Biasanya juga informasinya itu-itu aja, jarang ada yang memberi wejangan soal masalah keluarga yang lebih spesifik dan kompleks, bagaimana mencegahnya, dan lain-lain. Setelah menikah juga rasanya belum ada program untuk mengukur apakah pelatihan pranikah itu efektif atau terbukti menggagalkan perceraian misalnya.
Komnas Perempuan mendukung adanya usulan soal sertifikat perkawinan ini, namun dengan catatan dalam implementasinya nggak cuma sebatas sertifikat semata. Mereka ingin agar pemerintah justru fokus ke praktiknya pasca menikah. Takutnya, pasangan yang mau menikah nanti cuma berpikir gimana mendapatkan sertifikat doang, tapi ogah menerapkan ilmu yang diperoleh dari kursus pranikah.
Hertanto, seorang narasumber yang diwawancara CNN mengaku kalau sertifikasi nikah ini nggak perlu. Malah menurutnya akan semakin membebani pasangan yang akan menikah, padahal mengurus pernikahan itu sudah sebegitu ribetnya. Lagipula, katanya sudah banyak pasangan yang paham seluk-beluk hingga tujuan menikah. Apalagi selama ini setiap agama sudah mewajibkannya, mungkin menurutnya cuma tinggal diperbaiki yang sudah ada saja, nggak perlu bikin kursus baru terlebih kalau sifatnya sampai wajib.
Sejujurnya, upaya pemerintah ini patut mendapat apresiasi lo. Soalnya kalau melihat banyak sekali kejadian miris yang dialami pasangan setelah menikah, sebut saja KDRT, baby blues yang berujung pembunuhan anak, pemaksaan hubungan seks, penyakit menular seksual, hingga perceraian, rasanya memang nggak sedikit pasangan yang saat menikah belum begitu paham berbagai problematika dalam pernikahan. Tapi mungkin memang penerapannya butuh digodok dengan sangat matang dengan melibatkan banyak pihak terkait.