Suaramuslim.net – Tiap tahun, jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkumpul di tanah suci untuk haji. Tidak sedikit dari mereka yang bersusah payah melaksanakan ibadah tersebut. Berikut ini ulasan tentang sejarah haji.
Haji dalam Islam bermula dari ribuan tahun yang lalu. Pada masa Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam (1861 – 1686 SM), yang merupakan keturunan Sam Bin Nuh AS (3900 – 2900 SM). Al Quran menjelaskan bahwa haji kembali ribuan tahun ke zaman Nabi Ibrahim. Allah memerintahkannya untuk meninggalkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail sendirian di padang pasir Makkah dengan sedikit makanan dan air.
Dan, ketika bekal air mulai habis, Hajar mulai mencari air dengan putus asa dengan berlari tujuh kali di antara dua bukit Al-Safa dan Al-Marwah. Namun meski sudah bolak-balik, air tetap tidak dapat ditemukan.
Di ujung keputusasaan mencari air untuk pada Ismail, Hajar melihat bayi itu menendang tanah dengan kakinya dan air pun kemudian muncul dari bawah kakinya. ‘‘Zamzam-Zamzam (berkumpul-berkumpul) air itu,” kata Hajar ketika menjumpai ke luarnya mata air dari bawah kaki Ismail. Maka mata air yang muncul itu kemudian dinamakan sumur Zam-zam.
Nabi Ibrahim Diperintahkan Membangun Ka’bah
Setelah peristiwa ditemukannya sumur Zam-zam, bertahun-tahun kemudian, Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk membangun kembali Ka’bah. Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail kemudian mengangkat batu untuk membangun Ka’bah.
Ulama Islam, Shibli Nomani, menyebutkan bahwa Ka’bah yang diangkat oleh Nabi Ibrahim setinggi 27 kaki, lebarnya 96 kaki, dan lebar 66 kaki. Dia meletakkan Batu Hitam yang kemudian kita menyebutnya Hajar Aswad di sudut timur Ka’bah. Pada saat itulah, Nabi Ibrahim kemudian menerima wahyu. Dalam wahyu itu, Allah memberitahunya bahwa dia harus mewartakan ziarah ke Ka’bah kepada umat manusia.
Allah berfirman, “Dan (sebutkan, wahai Muhammad), ketika Kami menunjuk Ibrahim ke rumah tersebut, (katakanlah), “Janganlah kamu bergaul dengan Aku dan sucikan rumah-Ku untuk mereka yang melakukan Tawaf dan orang-orang yang berdiri (dalam doa) dan orang-orang Yang sujud dan sujud.” (QS Al Hajj : 26)
Setelah membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim akan datang ke Makkah untuk melakukan haji setiap tahun. Setelah beliau wafat, anak keturunan bapak para nabi ini melanjutkan ritual ini. Namun, sering perjalanan waktu lambat laun baik bentuk maupun tujuan ritual haji pun berubah.
Ka’bah Masa Pra Islam Vs Kejayaan Islam
Selama periode pra-Islam, haji menjadi acara beberapa festival dan kegiatan seperti kompetisi puisi. Puisi-puisi yang paling terkenal yang digunakan dipajang di dinding Ka’bah. Kegiatan dan pertunjukan yang tidak dapat diterima lainnya juga berlangsung selama masa haji.
Pada saat itu, Ka’bah dikelilingi oleh berbagai berhala yang dipasang oleh orang-orang Makkah maupun pendatang yang berasal dari luar yang terbiasa mengunjungi Ka’bah selama musim ziarah tahunan ini.
Shibli Nomani menyebutkan bahwa orang-orang Arab saat itu tidak berjalan di antara perbukitan Al-Safa dan Al-Marwah atau berkumpul di Arafah. Tapi mereka biasa menghabiskan satu hari di daerah terpencil di luar Makkah dan kembali ke Makkah yang mengelilingi Ka’bah.
Keadaan menyedihkan ini berlanjut selama hampir dua setengah ribu tahun dan baru berubah setelah periode Rasulullah. Pada 630 M, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang Muslim kembali dari Madinah ke Makkah serta membebaskan Ka’bah dari ritual kaum pagan dan penyembah berhala dan menghancurkan semua berhala yang ada di dalamnya.
Tahun berikutnya, Abu Bakar, memimpin 300 Muslim untuk melakukan ibadah haji di Makkah. Ali ibn Abi Thalib berbicara kepada orang-orang, yang menentukan ritual haji yang baru. Dia menyatakan bahwa tidak ada orang kafir atau telanjang yang diizinkan untuk mengelilingi Ka’bah dari tahun berikutnya.
Hingga tahun kesepuluh setelah Hijrah (632 M), Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan haji terakhir dan terakhir dengan sejumlah besar umat Islam, dan dia mengajar mereka ritual haji dan tata krama untuk melakukan ibadah haji.
Di padang gurun Arafah, Nabi Muhammad menyampaikan pidatonya yang terkenal (Pidato Haji Wada) kepada mereka yang hadir di sana. Di situlah nabi menyampaikan firman Allah, bahwa pada hari ini Allah telah menyempurnakan agamamu dan melengkapi nikmat Allah atasmu dan telah menyetujui Islam sebagai agamamu. (muf/smn)