SURABAYA (Suaramuslim.net) – Umumnya, suporter bola dikenal anarkis, berpenampilan sangar, dan membahayakan. Kesimpulan itu tak semuanya benar. Di antara suporter itu ada juga yang hafiz Al Qur’an yang juga menjadi pengajar Al Qur’an di Griya Al Qur’an. Dia bernama Muhammad Afifuddin. Ia bahkan ingin mengajikan para bonek, suporter Persebaya.
Tak banyak yang menyangka memang, bahwa pria yang aktif dalam kepengurusan masjid Al Amin dan TPQ Al Amin Dukuh Pakis Surabaya ini ternyata juga seorang suporter sepak bola yang mendukung Persebaya (Bonek).
Ustaz Afif mengaku sudah lama menyukai sepak bola, namun baru dua tahun terakhir ini memberanikan diri datang langsung ke stadion mendukung klub sepak bola kesayangannya.
“Sebenarnya sejak dulu sudah jadi suporter bola karena emang suka main bola dari kecil, tapi saya baru ngikutin sampai datang ke stadion itu baru dua tahun ini, soalnya dulu saya masih berpikir bonek itu anarkis, suka tawuran dan lain-lain,” terang pria yang aktif dalam yayasan sosial “Darul Faroh” Dukuh Pakis Surabaya ini.
Namun nyatanya, setelah Ustaz Afif datang dan membaur bersama bonek lainnya, pemikiran negatif tersebut pun terhapuskan, karena tidak semua suporter bola itu anarkis, masih banyak yang baik.
“Waktu saya memberanikan diri datang ke stadion, Alhamdulillah tak sesangar yang diberitakan. Suporter bola itu belum tentu negatif, banyak juga yang baik. Pemimpin suporter waktu sebelum main dan nyanyi lagu bonek justru meminta untuk baca Al Fatihah dan salawat bersama dulu,” jelasnya.
Melihat fenomena itu, terbesit harapan dan keinginan ke depannya mendirikan sebuah komunitas ‘Bonek Wani Ngaji’ yang bertujuan untuk menarik semua bonek yang belum bisa mengaji agar belajar bersama.
“Harapan saya ingin ada komunitas bonek ngaji atau bonek wani ngaji. Jadi teman-teman bonek yang belum bisa mengaji bisa belajar bersama. Jadi saya nanti kolaborasi atau kerja sama dengan teman-teman lainnya yang juga seorang hafiz, dan kalau bisa tidak perlu dipungut biaya,” harap pria alumni UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Tak hanya itu, Ustaz Afif juga berpesan, bukan hanya suporter bola tapi semua masyarakat agar senantiasa belajar Al Qur’an lebih dalam lagi. Karena menurutnya, di perkotaan ini masih banyak sekali yang belum bisa atau ahli dalam membaca Al Qur’an.
“Umumnya, banyak bisa membaca, tapi masih perlu pembenahan di sana-sini, khususnya di tajwid. Kapan lagi kalau tidak mulai sekarang belajar Al Qur’an, mumpung masih ada kesempatan,” pesannya.
Sekarang ini, ia menambahkan, sudah banyak tempat belajar Al Qur’an yang baik seperti Griya Al Qur’an, jadi tidak perlu khawatir dan tidak ada alasan untuk tidak belajar Al Qur’an, mumpung masih mampu untuk belajar Al Qur’an.
Menghafal Mulai SMP
Pria yang akrab dipanggil Ustaz Afif itu mulai menghafal Al Qur’an sejak duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kala itu, ia berkeinginan masuk ke Pondok Pesantren untuk mengenal agama Islam lebih dalam, juga menjadi penghafal Al Qur’an.
“Sebenarnya ingin (menghafal, red) sejak kelas 1 SMP, tapi orang tua nggak tega karena jarak antara pondok dan sekolah jauh. Saat itu pondok tidak ada sekolah formalnya. Pas kelas 2 SMP saya minta lagi, Alhamdulilah dibolehin,” aku Ustad Afif yang menjadi santri Pondok Pesantren Miftahul Hikmah Al Haruni, Mojokerto.
Meski harus bolak balik dari sekolah ke Pondok, hal itu tidak mematahkan semangatnya untuk menghafal Al Qur’an dengan giat. Walaupun sempat menjadi kendala, karena tidak bisa membagi waktu dengan baik, namun proses belajar menghafal Al Qur’an tetap berjalan lancar.
“Kendala yang sering itu ada di waktu karena tidak begitu banyak waktunya, dulu saya sekolah dan juga mondok, jadi harus pintar-pintar membagi waktu. Alhamdulillah selain kendala itu tidak ada, jadi proses menghafal tetap lancar,” ujar pria yang kini bekerja sebagai Manager ISQ di yayasan Griya Al Qur’an.
Untuk menghafal Al Qur’an waktu yang dibutuhkan Ustaz Afif 5,5 tahun, dan selama proses tersebut yang berperan besar dalam memotivasi dirinya untuk selalu semangat dalam menghafal Al Qur’an selain dirinya sendiri adalah keluarga.
“Yang berperan besar itu pastinya diri sendiri dan keluarga juga, karena kakak saya itu seorang hafiz dan istrinya mas saya itu hafizah jadi saya juga ingin menjadi hafiz seperti mereka,” tutur pria asal Jombang ini.
Sumber: Griya Al Qur’an
Editor: Muhammad Nashir