Suaramuslim.net – Secara bahasa (etimologis), seperti yang telah sama-sama kita tahu. Kata dakwah berasal dari bahasa Arab:
(دَعَا – يَدْعُو – دُعَاءً وَدَعْوَةً)
yang berarti: memanggil, menyeru, mengundang, mengajak dan lain-lain yang semakna. Sehingga, dakwah itu mengajak, bukan memaki atau menuduh.
Jika mengacu pada arti bahasa ini, maka bisa disimpulkan bahwa, segala cara, pola, gaya, bahasa, bentuk, model, sikap, prilaku, tindakan dan lain-lain di bidang dakwah, yang tidak sesuai dan tidak selaras dengan cakupan makna etimologis tersebut, berarti telah keluar dari ruang lingkup dakwah itu sendiri. Sehingga, dakwah itu mengajak, bukan memaki atau menuduh.
Sedangkan secara istilah (terminologis), dakwah didefinisikan dengan banyak dan beragam definisi, seperti misalnya:
الدَّعْوَةُ هِيَ: «تَبْلِيْغُ الإِسْلاَمِ لِلنَّاسِ، وَتَعْلِيْمُهُ
إِيَّاهُمْ، وَتَطْبِيْقُهُ فِي وَاقِعِ الحَيَاةِ» (المدخل إلى علم الدعوة للشيخ الدكتور أبي الفتح البيانوني).
Dakwah ialah: “(Aktivitas dalam rangka) menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia, mengajarkan dan mendidikkannya pada mereka, serta menerapkannya di dalam realita kehidupan”. (Pengantar Ilmu Dakwah oleh DR. Abul Fath Al-Bayanuni). Sehingga, dakwah itu mengajak, bukan memaki atau menuduh.
Coba perhatikan QS. Al Baqarah 2:151, “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. Atau juga perhatikan surat Ali ‘Imran ayat 164 dan surat Al Jumu’ah ayat 2.
Dakwah itu bukanlah ceramah, khutbah, tausiah, pidato, orasi, presentasi dan sejenisnya. Itu semua hanyalah bagian saja dari sarana dakwah. Sebagaimana masih sangat banyak pula sarana yang lain lagi.
Berdakwah juga bukan berarti berdalil, berhujjah, berargumen, membaca ayat, mengutip hadits, dan semacamnya. Meskipun itu semua tentu tetap penting sekali di dalam dakwah. Namun tidak mutlak dakwah selalu harus dengan itu.
Di dalam dakwah, yang terpenting adalah kesadaran, kepedulian, kesiapan, semangat mengambil peran dan komitmen berkontribusi riil dengan kontribusi apapun, kecil atau besar, langsung atau tidak langsung, yang berefek manfaat positif tertentu terhadap tujuan-tujuan dakwah.
Jadi inti dan substansi dari seluruh aktivitas dakwah itu adalah MENGAJAK, tidak lebih! Sehingga, dakwah itu mengajak, bukan memaki atau menuduh.
Dan tujuan dari aktivitas dakwah adalah “ila sabili Rabbika” (ke jalan Tuhan-mu) atau “ilal khair” (kepada kebaikan). Hal ini selaras dengan ayat 125 surat An Nahl, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Yakni agar yang diajak akhirnya mau, sedia dan bisa ikut bersama-sama menempuh jalan Allah dan jalan kebaikan. Jadi proses perjalanan itu sendirilah yang menjadi tujuan dari seluruh aktivitas dakwah.
Berdasar paparan singkat di atas tentang arti dakwah, bisa digarisbawahi bahwa semua bentuk pola pikir dan pola sikap yang bersifat serta bercirikan memaksa-maksa, mengancam-ngancam, menvonis, menghakimi, menyesat-nyesatkan, membid’ah-bid’ahkan, menfasik-fasikkan, memunafik-munafikkan, mensyirik-syirikkan, mengkafir-kafirkan, menfaksionalisasi, mempersonalisasi, mempersekusi, mengkriminalisasi, menggunjing, menyebarkan hoaks dan fitnah, mencari-cari aib, mengumpul-ngumpulkan kesalahan, memata-matai, mentakwil-takwilkan secara serba negatif, menebar kebencian, permusuhan, cacian, makian, umpatan, tuduhan dan semacamnya di antara sesama kaum beriman ‘hanya’ gegara perselisihan kelompok, dan seterusnya dan lain sebagainya yang searti. Ya itu semua berarti tidaklah termasuk dalam cakupan dan ruang lingkup makna dakwah!
Wallahu a’lam.
Sumber: Facebook Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA, Dewan Syariah Radio Suara Muslim