Suaramuslim.net – Wanita adalah makhluk yang istimewa. Setiap wanita dibekali Allah kecantikan dan kecanggihan sistem reproduksi. Sebagai respons penggerak utama motivasi kehidupan, berketurunan adalah sebuah mekanisme Ilahiah yang teramat indah.
Dia dianugerahi kekuatan sekaligus kelembutan hati untuk tangguh merawat keluarganya dalam kelelahan terus menerus tanpa kesudahan dan keluhan. Maka wanita adalah istimewa. MasyaAllah. Setiap wanita itu istimewa dengan segala peran yang disandangnya.
Setiap muslimah itu istimewa harus selalu kita yakini karena kita ini diberi Allah keistimewaan disebut oleh Rasulullah dalam sebuah hadis sebanyak tiga kali.
Ketika seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah kepada siapakah aku harus berbakti?” Lalu Rasulullah menjawab “Ibumu.” Sahabat bertanya lagi kepada Rasulullah “Lalu siapa lagi ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab “Ibumu.” Dan sahabat pun masih bertanya lagi, “Lalu siapa lagi ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab “Ibumu.” Kemudian Rasulullah melanjutkan “Dan kemudian ayahmu.”
Itulah Islam. Seperti itulah cara Allah memuliakan wanita dengan sebuah penghargaan yang luar biasa. Kita diminta sebagai anak untuk berbakti kepada ibu kita sebanyak tiga kali. Di Al-Quran pun juga disebutkan.
Kita ini mengandung dalam keadaan lemah. Betapa seorang ibu yang sedang hamil dia harus bisa mengendalikan emosinya, harus bisa membuat dirinya tetap bahagia dan sehat supaya bayi yang besamanya dalam rahim juga bahagia. Dan itu semua luar biasa. Padahal kita tahu dinamika manusia itu tidak selamanya bahagia. Terkadang ada dinamika yang membuat sedih, ada hal yang membuat kecewa, tapi kita harus tetap bertahan. Ini bukan berbicara tentang diri sendiri, tapi kepada penerusnya, yaitu anak.
Betapa istimewa wanita ini. Banyak hadis yang menyebutkan betapa mulianya wanita. Surga itu di bawah telapak kaki ibu. Betapa istimewanya wanita.
Nah, jika sudah sedemikian tinggi Allah mengangkat derajat kaum wanita, sedemikian Rasulullah memberikan i’tibar yang luar biasa, lalu mengapa seringkali kita mengonsep diri yang negatif. Seringkali kita merasa “apa sih aku ini. Nggak seperti dia. Suamiku nggak sekaya dia. Anakku nggak sekaya dia.”
Akhirnya seringkali kita bertemu dengan wanita-wanita yang minder dengan alasan yang menurut saya terlalu sepele.
Mengapa kita tidak mensyukuri bahwa seseorang itu ditetapkan bukan oleh berapa kali dia berganti baju dalam satu hari, tetapi berapa kali dia bersujud kepada Allah dalam satu hari. Berapa kali dia mengucapkan kebaikan kepada orang lain, berapa kali lisannya menyejukkan hati suaminya, itu yang paling penting.
Dalam beberapa kasus pendampingan klien saya mengatakan bahwa sering marah-marah kepada anaknya, sering jutek dengan dirinya sendiri, itu semua karena beliau sendiri belum menemukan intisari kebahagiaan dalam dirinya, sehingga seringkali pepatah mengatakan cahaya rumah adalah ibu. Kalau cahaya itu redup, maka reduplah seluruh rumah. Dan pijar cahaya yang paling utama dari seorang ibu atau istri adalah suami.
Seorang istri atau ibu yang bahagia, maka akan membuat seluruh rumah bersuka cita. Dan itu berawal dari bagaimana suami dan istri membangun komunikasi yang sehat.
Artikel ini dikutip dari siaran Mozaik Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM pada hari Senin, 27 Januari 2020 pukul 13.00-14.00 bersama Ustazah Siti Fauziah S.Pd. CBHC, Eduparenting Coach Founder dan Owner Open Mind Coaching & Consulting.