Suaramuslim.net – Korban jiwa dari wabah virus Corona di daratan Cina mencapai setidaknya 1.868 pada akhir Senin (17/2), dengan tambahan 93 kematian dari Hubei dan lima lainnya di bagian lain negara itu, menurut komisi kesehatan negara itu pada hari Selasa.
Pemerintah Cina juga melaporkan tambahan 1.886 infeksi baru di seluruh negeri, tetapi sebagian besar dari Hubei, menjadikan total nasional setidaknya 72.436.
Sampai saat ini, di Indonesia belum ada yang terserang virus Corona. Yang mengejutkan, guru besar Biologi Molekuler di Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Choirul Anwar Nidom disebut bisa menemukan penangkal efek virus Corona pada manusia. Seperti apa penjelasannya? Berikut kami hadirkan cuplikan dari wawancara Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM bersama beliau pada hari Senin (17/2).
Pada waktu virus masuk dalam tubuh inang ada dua konsep yang bisa dilakukan yaitu yang pertama vaksinasi dan yang kedua dengan memblok. Vaksinasi sendiri sangat tergantung pada aspek-aspek perhitungan yang banyak sekali termasuk salah satunya yaitu ekonomi. Kedua perihal memblok, ketika saya menyebutkan tentang kuman yang masuk ke dalam paru-paru, maka bukan kuman itu yang menjadi fokusnya, tetapi efek dari kuman itu terhadap sel-sel berikutnya, yaitu pada waktu dia masuk dalam satu sel, dia akan memproduksi sitokin.
Ketika sitokin diproduksi kemudian menjalar ke sel-sel berikutnya dan memproduksi sitokin lagi menjadi banjir sitokin. Nah dari itu semua berarti perlu untuk mencegah banjir sitokin yaitu dengan diblok.
Indonesia sebenarnya secara tidak sengaja mempunyai formula yang pada dasarnya mencegah banjir sitokin yaitu yang biasa orang Jawa sebut empon-empon. Empon-empon itu sebagian besar isinya yaitu curcumin terdiri dari jahe, temulawak, keluarga rimpang.
Curcumin ini kami pernah mencoba mengaplikasikannya saat flu burung. Jadi pada saat flu burung menginfeksi paru-paru, lalu kita blok dengan curcumin. Ternyata ada beberapa sitokin yang bisa terblok agar tidak terjadi “banjir.”
Nah, saat ini sudah dideteksi sitokin apa saja yang muncul akibat Corona. Lalu saya padukan itu dengan penelitian tadi ternyata jenis rimpang ini bisa juga untuk mengatasi virus Corona ini.
Kami akan memfokuskan rimpang apa saja yang perlu dinaikkan atau diturunkan untuk menghadapi suatu virus. Dan itu diuji melalui laboratorium. Semisal untuk menghadapi virus flu burung, kira-kira berapa jumlah dosis jahe yang dinaikkan dan berapa jumlah temulawak yang diturunkan.
Nah, itu formulasi yang akan kita teliti dengan menggunakan hewan sebagai percobaannya. Jadi nanti komposisi dari jenis rimpang itu mana yang lebih baik dan diaplikasikan ke dalam berbagai keperluan seperti obat cacing, obat malaria, dan sebagainya.
Permasalahannya virusnya kan belum ada. Jadi belum bisa dicoba. Kalau masyarakat khawatir virus ini ada di sekitar kita dalam jumlah kecil, gunakan cara ini, minum jenis rimpang-rimpangan karena itu lebih efekif.
Jadi semisal saat minum teh bisa dicampur dengan jahe, dicampur dengan serai. Apa yang sudah ada di alam sekitar kita harus kita manfaatkan. Dulu ada gerakan Tanaman Obat Keluarga (Toga), itu bisa dijadikan referensi dengan membuat sistem hidroponik toga di kota-kota besar. Sehingga kebutuhan rimpang sehari-hari bisa terpenuhi.
Ketika saya ditanya oleh teman-teman mengapa Indonesia belum ada yang terserang virus Corona? Saya jawab pertama memang karena genetik, yang kedua minuman yang biasa kita konsumsi secara tidak disadari bisa menghambat. Tidak hanya minuman, makanan yang biasa kita olah juga sering kita beri campuran jenis rimpang-rimpangan ini.