Suaramuslim.net – Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai di Madinah setelah berhijrah dari Makkah, maka di tempat berhentinya unta Rasulullah didirikanlah Masjid Nabawi. Pada saat itu masjid berbentuk persegi dengan luas kira-kira 1.060 meter persegi.
Pada tahun ketujuh Hijriah (628 M), seiring bertambahnya jumlah kaum muslimin maka masjid Nabawi terasa sempit. Melihat kondisi tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk memperluas bangunan masjid. Kemudian masjid diperluas dari tiga sisinya, yaitu timur, barat dan utara, hingga luas keseluruhan mencapai 2.475 M2.
Perluasan kedua terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab tahun 17 H (638 M). Masjid dibangun ulang dan dilakukan penambahan dari tiga sisinya yaitu selatan, barat dan utara, hingga luasnya mencapai 3.575 M2.
Pada tahun 29 H (649 M), Utsman bin Affan membangun ulang masjid dengan menggunakan batu dan memperluas dari tiga sisinya yaitu selatan, barat dan utara hingga luasnya mencapai 4.071 M2.
Pada tahun 88 H (707 M), Khalifah Umawiyyah yang bernama Walid bin Abdul Malik memerintahkan Gubernur Madinah ketika itu; Umar Bin Abdul Aziz; untuk merekonstruksi dan memperluas masjid dari tiga sisinya yaitu barat, utara dan timur.
Kamar-kamar suci dimasukkan ke dalam masjid (sebelumnya di luar area masjid) dengan tetap mempertahankan kamar Ummul Mukminin Aisyah yang di dalamnya terdapat makam Rasulullah dan kedua sahabat beliau yaitu Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab. Pada saat ini luas masjid menjadi 6.440 M2.
Pada tahun 161 H (777 M), Khalifah Abbasiyyah yang bernama Al-Mahdi memerintahkan untuk diadakan renovasi sekaligus perluasan masjid. Pada masa ini yang diperluas adalah sisi utara, hingga luas keseluruhan mencapai 8.890 M2.
Tahun 654 H (1256 M), ketika terjadi kebakaran besar, bangunan masjid dipugar ulang tanpa adanya perluasan.
Karena sebagian areal masjid rapuh, maka atas perintah Sultan Dinasti Mamalik yang bernama Al-Asyraf Qaitbay tahun 879 H (1474 M), masjid dibangun ulang tanpa diperluas. Kemudian ada petir yang menyambar sebuah menara utama masjid, sehingga menyebabkan kebakaran besar, maka pada tahun 886 H (1481 M), Sultan Al-Asyraf memerintahkan untuk membangun ulang keseluruhan masjid dan di sisi timur diperluas hingga luas keseluruhan menjadi 9.010 M2 dan dibangun pula menara kelima di atas pintu Rahmah.
Dari informasi di atas, dapat dikatakan bahwa hampir setiap masa pemerintahan yang berkuasa di Madinah, menjadikan Masjid Nabawi sebagai salah satu prioritas utama dalam masalah pembangunan. Karena para kepala pemerintahan melihat perkembangan kaum muslimin yang luar biasa. Maka kehadiran masjid yang nyaman, tenang sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah mutlak diperlukan. Oleh karena itu, pembangunan dan pemeliharaan masjid selalu menjadi bagian utama dari program kepala pemerintahan di Madinah.
Washil Bahalwan
Ketua Lazis Yamas Surabaya dan pemerhati sosial
Sumber: Madinah Al-Munawwarah Sejarah dan Tempat-Tempat Istimewa. Al-Madinah Al-Munawwarah Research & Studies Center 2013, King Fahd National Library Cataloging In Publication Data.
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net