Suaramuslim.net – Kita perlu bersyukur kepada Allah SWT, karena telah dijadikan sebagai bangsa yang besar yang memiliki populasi kurang lebih 270 juta jiwa dengan multi talenta, anugerah istimewa berupa wilayah yang luas dan sangat strategis baik daratan maupun lautan, dengan berbagai kekayaan alam yang melimpah, salah satu dari bagian wilayah ekuator di planet bumi.
Bangsa yang besar dalam situasi yang normal saja, dituntut secara aktif, agresif dan dinamis dalam menghadapi berbagai masalah, terlebih dalam situasi dan kondisi yang tidak normal seperti ancaman Covid-19 yang telah melanda bangsa besar ini. Dengan status data ODP, PDP maupun yang positif apalagi tidak sedikit yang telah gugur, semoga semua kebaikannya diterima dan segala kekhilafannya diampuni oleh Allah, terutama para syuhada yang dengan tulus dan ikhlas mempersiapkan jiwa dan raganya untuk menyelamatkan bangsa dan mempertahankan negara sebagai tim medis baik yang resmi maupun tidak, yang terekspose oleh media maupun tidak.
Dengan wabah yang melanda dunia ini kita tetap husnudzon (berbaik sangka) kepada Allah bahkan yakin di baliknya ada hikmah yang sangat besar dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Dalam kondisi seperti ini manusia akan merasa tidak bisa apa-apa tidak memiliki apa-apa bahkan bukan apa-apa. Hanya keesaan Allah lah yang dapat membuat ketenangan dan ketentraman dalam keheningan physical distancing atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang harus kita patuhi secara total.
Pentingnya menyiapkan ketahanan pangan
Sambil instrospeksi diri, evaluasi dan mencari solusi, kiranya apa yang dapat dilakukan oleh bangsa yang besar ini dengan anugerah alamnya yang kaya raya, sebagai langkah persiapan menghadapi berakhirnya musibah yang melanda, baik cepat maupun lambat yang tentu akan menjadi tantangan yang tidak ringan.
Maka dari itu, untuk menggali multi potensi yang dimiliki bangsa dan menyinergikannya dalam menata kehidupan yang tentunya berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain, kita perlu menelaah dari pasca krisis ke krisis, lagi-lagi yang menjadi masalah kesulitan bangsa adalah terkait dengan masalah pangan.
Oleh karenanya di samping alokasi dana yang besar dalam penanganan bencana ini, kiranya perlu dipersiapkan juga dana, guna mengajak bangsa yang saat ini sedang mengalami proses pola baru dalam kehidupan, untuk menengok dan memperhatikan anugerah sekaligus amanah wilayah Indonesia yang luas dan kaya potensi alam yang masih perlu pengelolaan secara nyata bersama masyarakat, para urban dan imigran, bahkan TNI dan tidak ketinggalan putra-putri bangsa yang telah menginjak dewasa dari berbagai kampus dan pesantren dengan program yang konkret oleh pemerintah.
Sebagai bangsa yang besar akan terus besar bahkan makin besar apabila selalu dibarengi dengan solidaritas yang tinggi. Keharusan physical distancing bukan untuk memisahkan antara manusia dengan manusia baik secara pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akan tetapi hal ini justru akan meningkatkan rasa solidaritas antar jiwa mereka untuk bersama-sama dalam menghadapi satu tantangan yang sedang dialami.
Dengan tanpa mengesampingkan anjuran PSBB dan aturan protokoler penanganan wabah corona (Covid-19) perlu kita jaga bersama benteng-benteng komunikasi antar sesama dan Sang Pencipta melalui salat berjamaah, salat Jumat, tarawih, tadarus Al-Qur’an dan beriktikaf di masjid untuk menjemput datangnya lailatul qadar sambil menunggu akhir proses penataan dari Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
إن الله إذا أنزل عاهة من السماء على أهل الأرض صرّفها عن عمار المساجد
“Sesungguhnya Allah jika menurunkan wabah penyakit dari langit kepada ahli bumi, maka Allah akan menghindarkannya dari orang yang banyak memakmurkan masjid.”
Situasi ini telah membuka lebar-lebar terhadap semua pihak untuk mawas diri, dan mempersiapkan sikap dalam menghadapi situasi yang lebih dahsyat. Mungkin tidak berlebihan jika kita dapat menelaah tentang ahwalul qiyamah (fenomena hari akhir) sebagaimana Allah ungkapan dalam QS. Al Hajj: 2.
يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُم بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ
“(Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (goncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.”
Sementara itu hal tersebut belum terjadi, hingga saat ini kita masih dapat bercengkrama dengan keluarga dan berkomunikasi dengan sesama. Kesempatan inilah yang perlu kita manfaatkan seoptimal mungkin, baik dalam ubudiyah, muamalah dan muasyarah kita masih berada dalam suasana yang dikenal dengan istilah Jawa “mumpung padang rembulane mumpung jembar kalangane” artinya daya pandang kita masih terang, kesempatan kita masih lengang dan jangan lupa! Marilah bersama kita pekikkan
أسْتَغْفِرُ الله العَظِيْمَ سُبْحَانَ الله وَالـحَمْدُ لله وَلآ إلهَ إلّا الله وَالله أكْبَر لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلّا بالله العَلِيِّ العَظِيْمِ
Mahfudz Syaubari, M.A.
Pengasuh PP. Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto Jawa Timur