Omnibus Law Lanjut di Tengah Pandemi, Demi Siapa?

Omnibus Law Lanjut di Tengah Pandemi, Demi Siapa?

Omnibus Law Lanjut di Tengah Pandemi, Demi Siapa
Suasana rapat paripurna ke-4 masa persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/10/2019). Anggota dewan baru menetapkan pimpinan komisi 1 dan 3. (Foto: Katadata.co.id)

Suaramuslim.net – Cari kesempatan dalam kesempitan, di tengah pandemi Covid-19 Pemerintah dan DPR terus membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cilaka atau Cipta Lapangan Kerja) yang disusun dengan metode omnibus. Dalam rapat kerja Selasa (15/4/2020), hanya dua partai yang menyatakan menolak melanjutkan pembahasan. Sisanya, dengan berbagai alasan, memilih sebaliknya.

Sungguh miris nasib rakyat di tengah pandemi Covid-19, para penguasa dan wakil rakyat sama sekali tidak berpihak kepada mereka “seolah buta dan tuli” demikian yang dikatakan oleh Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos kepada DPR dan pemerintah yang melanjutkan pembahasan omnibus law.

Seharusnya yang menjadi prioritas pemerintah saat ini adalah bagaimana memberikan jaminan pangan dan keamanan di tengah wabah, terlebih dengan diberlakukannya PSBB di beberapa daerah. Membuat banyak orang kehilangan mata pencariannya. Belum lagi morat maritnya penanganan pandemi Covid-19, data masih amburadul, jumlah alat pelindung diri untuk petugas medis tak bisa disebut cukup, para pekerja di-PHK, sampai respons buruk masyarakat terhadap jenazah pasien.

Ketimbang omnibus law cipta kerja harusnya ini yang menjadi prioritas fokus pembahasan pemerintah.

Tidak dapat dipungkiri sejak awal dirancang pemerintah, omnibus law ciptaker telah mendapat penolakan tegas dari masyarakat, terutama serikat buruh. Bagaimana tidak? Omnibus law tersebut dianggap menghapus banyak hak buruh yang tertuang dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu pembahasannya tidak transparan. Pihak yang lebih banyak didengar sekaligus diakomodasi kepentingannya adalah pengusaha. Hal ini semakin menegaskan bahwa memang pemerintah saat ini hanya berpihak kepada para pengusaha, sedangkan rakyatnya di nomor sekian.

Keberpihakan pemerintah kepada pengusaha nampak jelas ketika pemerintah ngotot tetap melanjutkan pembahasan omnibus law ciptaker, terlebih di tengah pandemi Covid-19. Maka tanpa sadar sebenarnya pemerintah sedang mengundang masalah baru, karena keberpihakan tersebut akan menimbulkan protes dari rakyat, sehingga membuat pemerintah kesulitan membendung dampaknya. Yakni rakyat akan tidak ikuti aturan pemerintah dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akan semakin lemah.

Rakyat dan pemerintah tidak lagi sejalan. Hal ini tentu bisa berpotensi memperkeruh keadaan dan menimbulkan kekacauan.

Padahal sejatinya rakyat dan penguasa adalah satu bagian, pemerintah tanpa rakyat tidak akan ada artinya begitu pun sebaliknya rakyat tanpa pemerintah bagaikan anak ayam tanpa induknya. Maka dalam Islam telah dijelaskan dengan gamblang bahwa pemimpin atau khalifah merupakan perisai dan ayah bagi rakyatnya.

Khalifah yang akan menjadi tameng terdepan dalam melindungi rakyatnya, sekaligus memastikan dan mengusahakan kesejahteraan untuk seluruh rakyatnya. Khalifah yang akan pertama kali merasakan lapar ketika rakyatnya kelaparan dan menjadi yang terakhir merasakan kenyang ketika rakyatnya makan.

Dengan ketaatan pada hukum Allah yang diterapkan pada seluruh aspek kehidupan, rakyat dan khalifah akan memiliki perasaan dan pemikiran yang sama, satu tujuan yakni menggapai rida. Maka penguasa tidak akan berani menghianati rakyatnya. Tidak akan abai pada urusan rakyatnya apalagi sampai menzalimi.

Dengan penuh kesadaran akan pengawasan Allah, khalifah akan senantiasa mengusahakan yang terbaik bagi rakyatnya. Memastikan seluruh kesejahteraan, keamanan, pendidikan serta kesehatan rakyatnya. Karena khalifah paham bahwa kepemimpinannya dan seluruh kebijakannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban serta penghisaban.

Begitupun dengan rakyatnya, berlandaskan ketakwaan kepada Allah akan senantiasa patuh terhadap atauran dan juga kepada khalifah sebagai ulil amri selama menjalankan hukum Allah dan tidak melanggar syariat-Nya. Mereka tidak merasa takut atau pun khawatir akan kebijakan khalifah yang mungkin menyelisihi mereka.

Rakyat bisa menyampaikan pendapat atau memberi masukan kepada majelis umat yang senantiasa siap sedia mendengarkan dan menyampaikannya pada penguasa.

Selain itu apabila ada perselisihan antara rakyat dan penguasa ada qadhi madzalim yang akan menengahi mereka.

Qadhi madzalim bertugas menyelesaikan persengketaan antara rakyat dan penguasa. Ia merupakan lembaga tersendiri yang tidak terpengaruh oleh penguasa, bertindak adil tanpa memihak salah satu baik rakyat maupun penguasa. Sebagaimana yang tercantum dalam sejarah kisah khalifah Ali bin Abi Thalib yang merelakan baju zirahnya kepada seorang yahudi karena tidak dapat membuktikan kepemilikannya, padahal baju tersebut miliknya hingga pada akhirnya Yahudi tersebut memeluk Islam karena terpesona oleh keadilan dan keindahan sistem Islam.

Begitulah Islam dengan aturan sempurna dari Sang Maha Pencipta. Diterapkannya aturan Islam secara komprehensif mampu menghasilkan ketaatan rakyat pada peraturan dan juga ulil amri. Pemimpin mencintai rakyatnya dan rakyat mencintai pemimpinnya, mereka pun saling mendokan. Sehingga terbukalah berkah dari langit dan bumi, Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu a’lam bisshowab

Khusnul Aini S.E

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment