Suaramuslim.net – Salah satu keistimewaan dari umat Muhammad adalah dijadikannya setiap tanah dan bumi ini sebagai tempat sujud. Artinya di mana pun seseorang berpijak dapat dijadikan sebagai tempat untuk bersujud taqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hal ini tentu berbeda dengan umat agama lain, tempat ibadahnya telah ditentukan misal agama Nasrani, beribadah haruslah di gereja yang telah ditentukan. Begitu pula dengan umat agama Hindu Budha, mereka beribadah harus dilaksanakan di tempat yang telah ditetapkan, yaitu di Pura dan Wihara yang juga telah ditentukan tempatnya.
Namun tidak demikian dengan Islam, seorang muslim dapat beribadah di mana pun saja tempatnya, karena setiap tanah yang dipijak dapat dijadikan sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah. Bahkan disebutkan oleh Rasulullah bahwa sebaik-baiknya tempat di muka bumi ini adalah masjid.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, Negeri (tempat) yang paling dicintai Allah adalah pada masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dimurkai Allah adalah pasar-pasarnya.” (Muslim).
Makna masjid sebagai tempat yang paling dicintai Allah dikarenakan perilaku orang-orang yang ada di dalamnya, yaitu mereka banyak melakukan zikir mengingat Allah, ibadah dan taqarrub kepada-Nya.
Lisan-lisan mereka dipergunakan untuk mengingatkan pada kebaikan, banyak membaca Al-Qur’an, salawat dan zikir lainnya. Bahkan secara fisik pun mereka telah membersihkan dan menyucikan diri sebelum memasuki masjid. Kemudian masjid dan orang-orangnya ini disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
الْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ، وَقَدْ ضَمِنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِمَنْ كَانَ الْمَسَاجِدُ بُيُوتَهُ الرَّوْحَ، وَالرَّحْمَةَ، وَالْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ
”Masjid adalah rumah bagi setiap orang yang bertakwa. Dan Allah menjamin orang-orang yang menjadikan masjid sebagai rumahnya dengan kegembiraan, rahmat, dan kemudahan melintasi sirat.” (At-Thabrani dan Al-Bazaar).
Sementara disebutkannya pasar sebagai seburuk-buruknya tempat, disebabkan juga karena perilaku orang-orang yang ada di dalamnya. Kita banyak menjumpai di pasar mereka melakukan tindakan tipu-tipu, kebohongan dalam usaha, riba, janji-janji palsu, dan mengabaikan Allah, serta hal serupa lainnya.
Artinya kemuliaan masjid dan buruknya pasar bukan disebabkan faktor fisik (bangunan tempat) dari keduanya, melainkan karena perilaku orang-orang yang ada di dalamnya.
Pada masa pandemi yang seperti ini, di saat semua tempat berkumpul ditutup dengan alasan untuk mencegah penularan penyakit dan virus, maka sejatinya masjid adalah tempat paling bersih di muka bumi dibandingkan tempat-tempat lainnya, karena di sana berkumpul orang-orang yang pada saat sebelum masuk ke dalam masjid, mereka telah bersuci dengan air wudhu, suatu amalan yang tidak hanya sekadar mencuci tangan, namun membersihkan seluruh anggota badan pada bagian-bagian tertentu yang tampak dan tidak tertutup dari luar.
Bahkan tidak jarang para takmir pengelola masjid, setiap hari dan setiap saat selalu membersihkan masjid untuk menerima kehadiran para jamaah. Artinya masjid adalah tempat bersih dan suci.
Pada saat kampanye kehidupan new normal tentu merupakan suatu ketidakadilan manakala mall-mall mulai dibuka sementara masjid tetap saja ditutup.
Hanya orang cerdas saja yang akan membuka masjid untuk beribadah dan meminta kepada Allah segala perlindungan di saat terjadi pandemi, bahkan tidak ada dalam sejarah pandemi, seperti saat terjadi wabah tha’un semenjak masa para sahabat yang masjid-masjidnya ditutup dan dilarang untuk dipergunakan beribadah dan munajat untuk meminta perlindungan kepada Allah swt, karena di sanalah berkumpul orang-orang yang secara fisik dan batin telah membersihkan dirinya, sehingga manakala mereka berkumpul, maka tentu akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah daripada mereka yang berkumpul di mall-mall dan tempat perbelanjaan (pasar).
Adalah suatu keanehan dan abnormal, pada saat pemerintah memaksakan diri membuka mall-mall dengan alasan persiapan new normal, namun membiarkan masjid-masjid tetap tertutup, sementara definisi dan pemahaman atas new normal itu sendiri masih ambigu.
Pemahaman new normal adalah suatu kehidupan normal baru atas keadaan yang tidak sama dengan kehidupan normal sebelumnya. Artinya jika dahulu sebelum terjadinya wabah covid-19, kita berada dalam keadaan garis normal atau kehidupan normal dengan segala aktivitas normal pada biasanya, kemudian terjadilah wabah covid-19, yang dari hari ke hari secara eksponensial terus terjadi peningkatan penularan virus dengan kurva yang terus naik hingga mencapai titik klimaksnya, dan kemudian dengan berbagai penanganan maksimal atas penanggulangan wabah tersebut, terjadilah kurva menurun hingga titik kasus penularan yang landai dan secara konsisten berada pada garis lantai tersebut, namun tidak berada kembali pada garis normal sebagaimana sebelum terjadinya wabah covid ini.
Dengan kondisi yang demikian, maka merupakan tindakan yang gegabah, manakala memaksakan diri membuka mall-mall dengan alasan kehidupan yang new normal, sementara penyebaran wabah virus Corona ini di Indonesia belum dapat disebut telah mencapai puncak penyebarannya, alih-alih turun melandai tanpa penyebaran yang berarti, serta pula belum adanya usaha maksimal dalam penanganan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah.
Oleh karena itu dalam kondisi yang demikian, membuka masjid sebagai tempat beribadah dan meminta perlindungan kepada Allah swt, tentu merupakan tindakan yang perlu lebih diutamakan, sekaligus sebagai bagian memaksimalkan ikhtiar dalam penyelesaian dan penanggulangan wabah pandemi ini, sebagai wujud masyarakat dan negara berketuhanan Yang Maha Esa dengan melakukan pendekatan penanganan secara spiritual dan tidak hanya sekadar melalui pendekatan fisik rasional semata.
Jika demikian, apakah kita akan terus menutup masjid-masjid kita?? Wallahu a’lam.